Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

24 Januari 2009

Ekspor CPO Terus Tergelincir


Perlambatan ekonomi global berimbas pada turunnya harga komoditas dan konsumsi. Tak pelak, nilai ekspor pun terus merosot. Salah satu industri yang terimbas adalah sektor minyak kelapa sawit (CPO). Sejumlah kontrak mengalami pembatalan.
Ekspor Indonesia atas CPO dan produk turunannya pada kuartal empat 2008 diperkirakan akan merosot menjadi 2,66 juta ton, atau turun 31,1 persen dibandingkan kuartal empat 2007 yang mencapai 3.86 juta ton.
Ini disebabkan menurunnya daya beli serta kegagalan untuk membeli kembali komoditas itu,” demikian Eksekutif Direktur GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia) Sahat Sinaga, baru-baru ini.
Menurutnya, penurunan ini terjadi akibat beberapa buyer yang telah menandatangani kontrak pembelian pada Agustus-September telah membatalkan kontraknya sedikitnya 200 ribu ton untuk pengiriman kuartal keempat 2008.
Seperti diketahui, sebanyak 30 importir CPO asal India telah mengingkari kontrak pembelian CPO Indonesia sejak Agustus untuk menekan kerugian akibat anjloknya harga sejak pertengahan tahun ini.
Saat kontrak diteken, para importir dikenakan harga 700 dolar AS per ton, sekarang harga CPO anjlok di level 500 dolar AS. Adapun nilai kontrak yang tidak ditepati itu cukup besar, dengan rata-rata pesanan berada di atas 100 ribu ton. Selain itu, India juga ditengarai berencana menaikkan kembali Bea Masuk (BM) impornya karena harga CPO terus mengalami penurunan. Setiap tahun, Indonesia mengekspor 4 juta ton CPO ke India dan sekitar 1 juta ton ke China.
Selama ini, Indonesia menjadi eksportir CPO ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama ditujukan ke Belanda, India, Jerman, Italia, Spanyol, dan China. Adapun Indonesia dan Malaysia memasok 85 persen CPO pasar dunia.
Ekspor 2007 tercatat sekitar 12,6 juta ton. Apabila dilihat dari negara tujuan ekspor CPO Indonesia selama 2007 maka tujuan terbesar adalah ke India senilai 1,81 miliar dolar AS, disusul Belanda 370 juta dolar AS, sementara ke China sebesar 158,25 juta dolar AS.
Sementara Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun mengatakan, turunnya konsumsi CPO di negara tujuan ekspor menyebabkan terjadinya pembatalan kontrak oleh importir terutama dari China dan India.
Saat ini harga CPO berkisar 400 dolar AS sampai 600 per ton. Sebelumnya, harga CPO sempat mencapai 1.400 dolar AS per ton. Namun, kalau di rata-rata, tahun ini harga CPO masih 700 dolar AS, naik dibandingkan 2007 yang sebesar 630 dolar AS. Hanya saja di penghujung 2008 ini harga CPO mengalami penurunan drastis hingga di level 500 dolar AS.
Selain China dan India, pasar lain yang juga tengah melemah adalah Eropa dan Pakistan. Menurut Derom, sebelum krisis, rata-rata ekspor keempat negara tersebut setiap bulannya mencapai satu juta ton. “Namun sejak Agustus hanya mencapai 500 ribu ton saja,” tambahnya.
Derom pun memperkirakan target ekspor CPO 2008 sebesar 14 juta ton kemungkinan tidak tercapai karena lemahnya negara tujuan ekspor. “Kalau pun naik masih akan berada di bawah satu juta ton,” paparnya.

Redaksi

Ancaman Produk Ekspor Udang RI


Johan: Tuduhan Transhipment Perlu Dibuktikan
Tuduhan Negara Amerika dan Uni Eropa terhadap dugaan transhipment (pemindahan barang impor antarkapal) dari negara yang memberlakukan dumping merupakan ancaman terhadap produk ekspor udang Indonesia. Selain itu, tuduhan yang belum ada pembuktian itu dinilai sangat berlebihan kekhawatiran dan kecurigaannya.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Cold Storage Indonesia (APCI), Johan Suryadharma kepada “Export News”, menanggapi tuduhan transhipment ekspor produk udang Indonesia ke Amerika Serikat yang dilakukan oleh PT CP Prima, Lampung, Sumatera Selatan, belum lama ini.
Setidaknya terjadi pada tujuh kontainer berisi udang beku milik PT CP Prima yang dikembalikan dari AS ke Terminal Peti Kemas PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang Bandar Lampung.
Dikatakan Johan, selain berlebihan kecurigaan tuduhan dumping terhadap ekspor produk udang yang dilakukan oleh kepabeanan AS, juga perlu diluruskan pengertian transhipment yang dilakukan pelaku eksportir dalam pengiriman barang ke luar negeri.
Transhipment menurut pengertiannya adalah pemindahan barang impor antar kapal yang biasa dilakukan di pelabuhan Singapura sebagai pelabuhan transit yang kemudian dilanjutkan dengan kapal-kapal yang lebih besar untuk didsitribusikan ke Negara tujuan.
Jadi, kata Johan, tuduhan transshipment tersebut perlu dibuktikan kebenarannya dengan melihat langsung kondisi di lapangan terhadap produk hasil pengolahan udang di Indonesia.
Pembuktian serta pengawasan dilapangan inilah yang diperlukan adanyan komunikasi yang efktif, jika perlu G to G, sehingga dapat mengembalikan citra serta tidak terkena ancaman dumping seperti yang dikenakan terhadap tujuh Negara sebelumnya yang kena dumping.
Diketahui, bahwa penelusuran awal, Badan Kepabeanan AS menduga produk udang beku CP Prima dialihkapalkan dari China. Kecurigaan itu karena peningkatan ekspor udang beku dari CP Prima secara signifikan.
Kecurigaan yang disampaikan itu perlu dibuktikan kondisi dilapangan, kata Johan, jika memang produk PT CP Prima dalam melakukan kegiatannya bisa memenuhi permintaan pasar, kenapa tidak!
Diakui, PT CP Prima mampu meningkatkan produksi udang mencapai dua kali lipat dari 50.000 metrik ton menjadi 100.000 metrik ton.

Ancaman Serius
Produk ekspor udang dari Indonesia terancam kena antidumping oleh Amerika Serikat. Pemerintah AS akan merevisi kebijakan antidumping akhir bulan ini, di tengah kecurigaan ekspor udang dari PT Central Proteinaprima Tbk tercampur produk impor dari negara yang menerapkan dumping. Kebijakan antidumping udang yang diterbitkan AS tanggal 31 Desember 2003 dan berakhir pada 31 Desember 2008.
Hingga kini, antidumping dikenakan kepada sejumlah eksportir udang dari enam negara, yakni Thailand, China, Vietnam, India, Brasil, dan Ekuador. Sanksinya, importir dikenai bea masuk antidumping sebesar 112,8 persen.
Lebih lanjut, Johan mengatakan, Pemberlakuan antidumping terhadap produk udang dari Indonesia dikhawatirkan menurunkan ekspor udang ke AS. Sebab, importir udang AS takut dikenai kewajiban membayar bea masuk antidumping.
”Dalam situasi ini, Pemerintah Indonesia harus tegas melakukan klarifikasi terhadap dugaan transhipment. Pemberlakuan antidumping berpotensi melemahkan pasar ekspor udang Indonesia ke AS,” katanya.
Sementara, untuk mengatasinya diperlukan adanya komunikasi yang fektif dan sangat mendukung untuk mendatangkan perwakilan dari negara tujuan ekspor udang melihat langsung kondisi lapangan hasil udang di Indonesia.
Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan, volume ekspor udang ke AS hingga November 2008 diperkirakan 79.000 ton. Dari jumlah itu, kontribusi ekspor udang dari CP Prima berkisar 26.700 ton atau 33 persen dari total ekspor ke AS.
Kebijakan antidumping oleh AS hanya diberikan kepada perusahaan yang terbukti melakukan praktik dumping. Dengan demikian, kebijakan itu tidak akan berimbas kepada seluruh eksportir udang.
Namun, sanksi antidumping berdampak pada kekhawatiran importir AS untuk membeli produk udang ekspor. Padahal, ekspor udang Indonesia ke AS mencapai 60 persen dari total pasar ekspor udang.
Tahun 2008, total ekspor udang diprediksi 175.000 ton, 80.000 ton di antaranya dipasok ke AS. Hal itu diharapkan tidak menyurutkan eksportir untuk membidik pasar AS dan mencari alternatif pasar lainnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Made Nurdjana mengemukakan, kenaikan ekspor udang dipicu oleh peningkatan produksi.
Produksi budidaya udang diperkirakan meningkat dari 350.000 ton tahun 2007 menjadi 410.000 ton pada tahun 2008. Namun, di tengah produksi nasional yang berlimpah itu, keran impor produk udang terus mengalir. Berdasarkan data Pusat Karantina, selama 2007, hingga pertengahan 2008, total impor udang 1,17 juta kilogram (kg).
Sejumlah 259.095 kg di antaranya dari China dan 133.138,8 kg dari India. ”Larangan terhadap impor udang beku perlu diterapkan guna melindungi produksi udang nasional dan menghindari praktik transhipment,” tutur Made.

Pengawasan Imnpor
Sementara, regulasi dan pengawasan impor udang untuk bahan baku industri pengolahan sangat lemah. Dengan demikian, produk ekspor udang Indonesia rawan tercampur produk impor dari negara-negara yang memberlakukan dumping. Oleh karena itu, pemerintah diminta menghapuskan impor udang.
Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Johanes Kitono mengatakan, kebijakan impor udang membuka peluang terjadinya praktik pemindahan barang impor antarkapal (transhipment), dari negara yang menerapkan dumping, melalui Indonesia.
”Pemerintah perlu menghentikan impor udang guna melindungi produksi udang dan menghindari risiko transhipment. Apalagi, produksi udang Indonesia terus meningkat,” kata Kitono.
Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Kelautan dan Perikanan, yang terbit Desember 2007, hanya melarang impor udang jenis vaname. Namun, larangan itu tidak diimbangi dengan pengawasan yang memadai.
Kepala Pusat Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan Agus Priyono mengakui, pengawasan belum optimal. Ini karena sebagian produk impor tidak berbentuk udang utuh, tetapi tanpa kepala dan ekor sehingga sulit dibedakan dengan udang vaname.
Menanggapi kejadian itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida menjelaskan, pihaknya telah meminta Badan Kepabeanan AS (US Customs) mengirimkan analisa kimia terhadap produk udang beku CP Prima yang diduga dialihkapalkan dari China.
Pengujian dilakukan terhadap sejumlah kontainer yang sampai saat ini masih ditahan Badan Kepabeanan AS. Kontainer ini dapat dilepaskan jika importir membayar bea masuk antidumping 112 persen.

Redaksi

Krisis Jadi Momentum Kemandirian Pangan


Pemerintah menjamin keamanan pangan. Namun jaminan itu harus ditopang oleh kedaulatan pangan dalam negeri serta daya beli masyarakat. Jika tidak, krisis pangan akan mengancam dan berimbas pada gejolak sosial dan politik.
Direktur Eksekutif Advisory Group in Economics, Industry, and Trade (Econit) Hendri Saparini mengingatkan, walaupun ketersediaan pangan terjamin tapi jika masyarakat tidak bisa menjangkaunya maka akan menjadi masalah.
Pertanyaannya, lanjut Saparini, apakah masyarakat bisa menjangkau produk pertanian atau tidak. Jika di masyarakat terjadi banyak PHK, inflasi tinggi sehingga pangsa pasar petani tidak ada, yang terjadi kemudian adalah kesejahteraan pun merosot yang ditandai dengan daya beli yang menurun.
“Jika masalah stabilitas harga ini tidak bisa ditangani pemerintah, persoalan ini akan menjadi ancaman serius terhadap ketahanan pangan,” papar Hendri.
Ia juga memaparkan, Indonesia masih harus mengimpor produk komoditas pangan sehingga patut dipertanyakan jika jaminan pangan seperti yang dijanjikan pemerintah ditopang oleh impor.
“Barang impor masuk maka harga jual juga menjadi rendah dan daya saing semakin terpuruk. Akibatnya, petani dalam negeri kehilangan pangsa pasarnya,” paparnya.
Pemerintah lanjut Hendri, jangan sampai memilih kebijakan yang kurang tepat. Ia mencontohkan stabilisasi harga minyak gorang. Di saat harga naik dua kali lipat, pemerintah memberikan subsidi kepada produsen minyak goreng.
Harapannya, jika produsen diberi subsidi maka harga minyak goreng akan turun. “Tapi ternyata minyak goreng tidak turun-turun,” tukasnya.
Beberapa produk strategis pangan, lanjut Hendri, seperti gandum, gula, kedelai, dan susu masih mengandalkan impor dengan jumlah yang sangat signifikan. “Untuk susu bubuk, keju, dan lain sebagainya kita masih impor hingga tiga perempat kebutuhan domestik. Jadi memang signifikan,” ujar Hendri.
Pada 2000, Indonesia mengimpor gandum 6,037 juta ton. Lima tahun kemudian, di 2005, impor gandum naik hampir 10 persen menjadi 6,589 juta ton. Di 2025, diproyeksikan impor gandum akan meningkat tiga kali lipat menjadi 18,679 juta ton.
Impor kedelai dalam lima tahun terakhir (2003-2007) rata-rata 1.091 juta ton atau mencapai 60,5 persen dari total kebutuhan. Ketergantungan pada impor juga terjadi pada daging sapi. Impor dalam bentuk daging dan jeroan beku per tahun mencapai 64 ribu ton. Adapun impor sapi bakalan setiap tahun sekitar 600 ribu ekor.
Krisis saat ini, kata Hendri, harus dijadikan momentum untuk kemandirian pangan. Jangan sampai di saat negara-negara lain sudah bangkit dari krisis, Indonesia akan merasa seolah rebound tapi ketergantungan terhadap impor sangat besar.
Untuk menekan impor, lanjut Hendri, pemerintah harus menaikan tarif bea masuk. Sedangkan saat ini, tarif-tarif untuk pertanian sudah dipangkas habis bersamaan dengan Letter of Intent IMF (kesepakatan dengan IMF).
Jika tarif impor tetap dipangkas habis, produk komoditas pangan dalam negeri akan kebanjiran barang impor. Akibatnya, petani dalam negeri kehilangan pasar mereka dan daya saingnya. “Akhirnya, pangan dalam negeri tidak berdaulat lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI Mahmud Thoha mengatakan, krisis pangan yang dirasakan di dunia, sebenarnya belum berakhir. Krisis likuiditas yang muncul pada paruh kedua tahun ini justru menunda pemulihan sektor pangan, meskipun harga komoditas pangan dunia cenderung mulai turun.
“Ketatnya likuiditas di negara-negara maju otomatis akan mengurangi bantuan sektor pangan ke negara-negara berkembang seperti juga ke Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu, dia menyarankan pemerintah agar benar-benar menerapkan kebijakan yang mendorong ketahanan ekonomi domestik dengan fokus pada penguatan ketahanan pangan dan kemandirian energi.
Jika pangan tidak tersedia, lanjutnya, yang menimpa negeri ini tidak hanya persoalan ekonomi, tetapi juga kerusuhan sosial dan gejolak politik. Apalagi tahun depan merupakan tahun saat kegiatan pemilu berlangsung.
Teddy Lesmana, peneliti bidang ekonomi LIPI, menilai secara makro persediaan pangan di Tanah Air masih mencukupi karena beberapa komoditas kebutuhan pangan masih dipenuhi lewat impor.
Namun secara mikro, krisis pangan telah terjadi di tingkat keluarga terutama di pedesaan terpencil terutama kelompok masyarakat yang mengandalkan pertanian untuk hidup.
Penurunan harga komoditas pangan belakangan ini, katanya, tidak membantu memulihkan kondisi tersebut, namun justru berpotensi memunculkan kelangkaan pangan karena keengganan petani untuk bertani.
Harga jual petani melorot tajam yang berujung pada penurunan produksi. Pangan bisa langka di pasaran, apalagi lahan pertanian dikonversi untuk pengembangan energi alternatif, begitu juga konversi lahan untuk proyek tol, terutama di Jawa. (*)

Kadin: PPnBM Bikin Produk RI Kalah


Untuk kawasan Asia, ujar Hidayat, pengenaan PPnBM hanya diterapkan di Vietnam dan Indonesia saja. Bahkan di Vietnam, tarif PPnBM maksimum hanya sebesar 50 persen. “Dan sebagaimana kita ketahui, di Vietnam peraturan pajaknya termasuk ketinggalan,” ungkapnya. Lebih lanjut, Hidayat mengatakan PPnBM juga menimbulkan cascading effect atau pajak di atas pajak. Misalnya, marmer atau wastafel sudah dikenakan PPnBM, hasil akhirnya berupa rumah atau apartemen juga dikenakan PPnBM. “Dengan demikian, atas barang yang telah dikenakan PPnBM akan dikenakan PPnBM kembali di tahap selanjutnya,” paparnya. Proteksi Pengusaha Kalangan pengusaha kini waswas. Tak adanya kepastian ekonomi global dan ancaman merosotnya permintaan ekspor jadi penyebabnya. Pemerintah diminta berpihak dengan memproteksi kepentingan nasional. Gejala penurunan ekspor yang tampak dari data yang dirilis BPS awal bulan lalu harus segera diantisipasi. Data BPS menunjukkan ekspor Indonesia pada Agustus 2008 mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dibanding Juli 2008 mencapai 12,50 miliar dolar AS. Ekspor nonmigas month to month Agustus 2008 juga turun 1,20 persen mencapai 9,56 miliar dolar AS. Fenomena ini membuat Kamar Dagang dan Industri merespons positif rencana pemerintah melakukan proteksi melalui sentralisasi pintu impor dan menutup pelabuhan-pelabuhan yang menjadi sarana penyelundupan. Kebijakan itu dinilai efektif mencegah masuknya produk ilegal. “Jika berjalan baik, itu bisa meningkatkan daya saing produk dalam negeri kita. Tentu saja, itu akan ikut mendongkrak investasi, “ ujar Rachmat Gobel. Rachmat yakin dengan cara itu industri manufaktur di Indonesia akan tumbuh baik karena tidak lagi bersaing dengan produk ilegal yang berharga murah. Dengan begitu, banyak investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Menurut Rachmat, dalam krisis keuangan global seperti sekarang ini, semua negara akan berusaha untuk memproteksi diri. Pasar dalam negeri menjadi penting untuk dijaga. Sebab akan terjadi potensi pengalihan barang ekspor dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia. “Kalau itu terjadi, impor Indonesia yang seharusnya turun justru semakin meningkat,” lanjutnya. Hal itu mulai terlihat saat ini. Banyak jenis produk, mulai dari makanan, elektronik hingga batik impor yang beredar di masyarakat. Menurut dia, dalam kondisi krisis global sekarang ini, negara manapun akan berusaha untuk membatasi impor semaksimal mungkin. “Indonesia masih mempunyai kekuatan jika pasar lokal dimanfaatkan. Karena itu harus dikelola dengan baik,” tegasnya. Rachmat justru menilai kondisi global yang terjadi saat ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki diri. Dengan menutup pelabuhan yang sering digunakan untuk memasukkan produk ilegal, pasar dalam negeri akan terjaga. (*)

23 Januari 2009

Tantangan “Tenaga Kerja”


Kondisi krisis finansial dunia jangan sampai dimanfaatkan momen untuk
kepentingan politik. Sudah tidak “populer” lagi jika sampai ada momen yang kurang menguntungkan bagi pelaku usaha saat ini dimanfaatkan sebagai arena untuk kemenenagan pemilu 2009 nanti.
Upah minimum regional yang menjadikan patokan selama ini bagi tenaga kerja tidak harus kaku dan setiap tahun naik. Semuanya, perlu dilihat berbagai aspek serta kondisi yang masih kurang menguntungkan bagi dunia usaha yang dihadapi selama ini.
Tidak mungkin pengusaha menaikkan upah berdasarkan UMR saja yang harus naik setiap tahun. UMR harus disikapi dengan kondisi krisis yang kurang menguntungkan bagi dunia usaha saat ini. Buruh juga harus menyadari hal itu.
Begitu juga bagi pengusaha yang mendapat keuntungan lebih harus transparan dalam melaporkan kinerjanya, kalau memang kondisinya menguntungkan, buruh juga perlu diperhatikan kesejahteraannya. Sementara, bagi perusahaan yang kondisinya terimbas dengan krisis tidak serta merta harus mengikuti kenaikan UMR yang setiap tahun mengalami kenaikan itu.
Kelesuan perdagangan jangan hanya diratapi harus disikapi positip. Pebisnis harus bisa mengatasi persoalan tenaga kerja sekaligus berhenti meminta proteksi kepada pemerintah.
Tantangan utama pelaku usaha adalah tenaga kerja (employement). Kalau keadaan pasar tenaga kerja kaku seperti saat ini akan menyusahkan gerak usaha bisnis. Pasalnya, kondisi ketenagakerjaan saat ini tidak memungkinkan mereka untuk melakukan penyesuaian mengikuti irama di pasar kerja yang saat ini berada dalam keadaan krisis. Jika keadaannya tidak diubah, ke depan akan banyak tenaga kerja yang harus dirumahkan.
Pengusaha harus bisa mempertahankan lebih banyak pekerjanya. Walapun untuk itu ada konpensasi. Mungkin nggak usah penurunan upah, melainkan konpensasi dalam bentuk lain.
Pengusaha tentu harus mengalami penurunan margin. Namun, supaya tidak melakukan PHK besar-besaran, maka harus melakukan penyesuaian terhadap sisi pembayarannya. Pembayaran ke pekerja kan bukan hanya upah. Tetapi juga seperti kesehatan, terus jaminan hari tua, dan macam-macamnya.
Hal-hal semacam itulah yang dikurangi, jika memang tidak bisa melakukan adjusment di upah. Diakui, situasinya ke depan akan susah. Tapi bukan berarti tidak mungkin jika memang sama-sama mengerti antara pemerintah, bussines community dan pekerja. Selain itu, pelaku usaha juga diharapkan segera menjalankan program yang sudah ada. Juga, harus bisa menerima bahwa pemerintah tidak bisa selamanya diharapkan memberikan proteksi. Pemerintah juga mempunyai sumber daya (resourses) yang terbatas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kepada para pengusaha untuk tidak khawatir dengan kondisi perekonomian indonesia di tengah krisis global.
Pelaku usaha menjerit-jerit seperti growth pertumbuhan Indonesia negatif padahal pertumbuhan kita masih 6 persen dan inflasi masih 11 persen. Kekhawatiran itu muncul karena di negara-negara maju pertumbuhan ekonominya sudah negatif.
Jadi pelaku suaha harus sabar untuk mendengar. Jangan terlalu banyak ngomong karena selama ini banyak ngomong tapi dengarnya kurang. Dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen, pemerintah akan melakukan antisipasi yang akan terjadi di tahun depan

Redaksi

GPEI Antisipasi Krisis Penurunan Nilai Ekspor


Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) saat ini menjajaki berbagai langkah strategis sebagai antisipasi imbas krisis ekonomi global yang bisa menurunkan nilai pasar ekspor dunia.
"Langkah pertama yang diambil GPEI, yakni bagaimana bisa bertahan hidup dengan mencoba mencari pasar ekspor yang lain. Kedua, beberapa ekspor manufaktur di pos dalam negeri kita harus menjadi pasar tujuan," kata Wakil Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro.
Menurutnya, GPEI sepaham dengan pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) mengenai penurunan Eskpor Indonesia 2009 yang diprediksi akan turun secara drastis akibat krisis finansial global.
"Pernyataan Bu Mendag itu benar sekali, tadinya saya agak pesimis atas ekspor Indonesia akan tetap tumbuh 2009, sedangkan kalau kita lihat kondisi dan situasi yang ada, pastinya tingkat kebutuhan kedepan, krisis pasti berjalan, sehingga ekpsor kita pasti akan drastis menurun, tetapi sekarang dengan pernyataan Mendag, 2009 ekspor drastis turun itu saya sangat sepaham," tuturnya.
Dijelaskannya, solusi bagi para eksportir adalah mencoba mencari pasar baru yang belum terkonsentrasi dan melakukan efisiensi serta stimulus dari pemerintah kepada dunia usaha termasuk sektor riil.
Pasar baru yang dimaksud Toto, pasar Afrika dan Timur Tengah tetapi target utamanya adalah pasar dalam negeri sendiri, yang sebenarnya ada beberapa produk unggulan Indonesia, seperti agro maupun manufaktur (karet, CPO dan lain sebagainya, alas kaki, TPT, dan elektronik).
"Sebenarnya pasar dalam negeri ini juga kita jenuh karena banyak produk-produk yang masuk dari luar, sementara daya beli masyarakat melemah," katanya.
"Oleh karena itu produksinya mengalami kenaikan. Kita sendiri cari selamat, industrinya bisa survive kalau sifatnya masih mampuh dan kalau sudah kolaps artinya kita akan melakukan PHK seperti yang terjadi sekarang. Apalagi pada tahun depan akan terjadi dua event nasional yakni pemilu dan pilpres artinya sangat berpengaruh sekali untuk penyerapan pasar domestik."
Menurutnya, eksportir jangan terlalu berharap kepada pemerintah karena solusi yang ada belum tentu bisa berjalan. Akhirnya pengusaha hanya bisa bertahan saja.
"Begitulah yang perlu adanya proteksi impor barang lainnya yang akan menggangu industri dalam negeri sekalipun kita juga berharap pada pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur dan sarana prasarana lainnya, termasuk juga penurunan suku bunga kredit sehingga bisa menjadikan stimulus untuk membantu industri kita. Kita lihat saja seberapa serius pemerintah," ujarnya.
Namun, dirinya pesimis karena tidak mungkin akan fight (melawan) kondisi global, dimana pasar dunia melemah akibat krisis keuangan yang melanda seluruh dunia.
"India saja membatalkan kontrak ekpsor CPO kita kan besar-besaran, program pembelian juga banyak yang dibatalkan, jadi memang pangsa pasar ini melemah karena krisis dunia," ujarnya mencontohkan.

Redaksi

10 Januari 2009

Mendongkrak Harga Kopi Meningkatkan Pendapatan Petani


Kopi memang menjadi komoditas yang paling menarik perhatian dunia. Kopi menghasilkan devisa yang besar bagi negara produsennya. Namun, kenikmatan bagi peminumnya dan keuntungan yang diperoleh dari perdagangan kopi, tak jarang hanya menetes ke bawah.
Petani kopi menjadi kelompok dari mata rantai perdagangan komoditas kopi yang paling tidak diuntungkan. Anjloknya harga kopi dalam beberapa bulan terakhir ini, membuat petani semakin tidak berdaya. Harga kopi ditingkat petani jatuh pada kisaran Rp 3.700/kg, padahal sebelumnya bisa mencapai Rp 7.000-Rp 8.000/kg.
Anjloknya harga kopi ini tidak terjadi satu kali ini saja. Gunjang-ganjing harga kopi terjadi berulangkali. Sebelumnya, keadaan terburuk pernah dialami petani selama 30 tahun terakhir yang hanya menjual kopi seharga Rp 2.500 per kg sedangkan harga dunia mencapai 42 dolar AS sen/kg. Masa keemasan petani yang pernah menjual kopi hingga Rp 15.000/kg sudah berlalu.
Tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki harga. Anjloknya harga kopi tidak lepas dari supply dan demand. Di dunia supply kopi berlebih sedangkan kemampuan penyerapan pasar sangat kecil.
Para petani kopi dan berbagai komoditas hasil bumi andalan ekspor perlu dilindungi menghadapi dampak buruk krisis ekonomi global. Krisis tersebut sangat mungkin segera berimbas ke Jawa Timur, terutama menurunkan harga komoditas ekspor dan penurunan pembelian untuk ekspor ke sejumlah negara tujuan komoditas pertanian dan perkebunan asal Jatim itu.
Direktur Pabrik Pengolahan Kopi PT Golden Harvestindo Drs H Muhammad Zakki, M.Si – dalam bukunya ”Kopi Ekspor Integrasi Industri Hulu-Hilir” mensinyalir, para petani dan pekebun kopi, kakao, coklat dan komoditas perkebunan dan pertanian lainnya di daerah itu, dipastikan akan terkena dampak krisis global yang terjadi saat ini.
Karena itu mereka perlu mendapatkan perlindungan yang memadai dari pemda dan dinas teknis terkait, sehingga tidak merugi dan terpuruk. Menurut Zakki, selain para petani dan pekebun, perlindungan dari dampak krisis global itu juga harus dilakukan terhadap sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan di Jatim umumnya.
Jangan sampai para petani, pekebun dan peternak serta nelayan dan pengusaha di sektor itu di daerah Jatim tidak mendapatkan dukungan perlindungan dari pemerintah sebagaimana mestinya. Padahal mereka selama ini menjadi andalan dan tulang punggung ekspor serta penopang utama ekonomi Jatim.
Oleh karena itu, Ia meminta pemda Jatim segera menyikapi dan mengantisipasi kemungkinan dampak krisis global menerpa petani, pekebun, dan nelayan serta masyarakat di daerahnya.
Disebutkan, pemasaran biji kopi ke luar negeri sejak dua tahun terakhir mengalami penurunan volume ekspor, yakni sekitar 11 persen, yaitu dari 68.219 ton pada 2005 menjadi 60.611 ton pada 2006. Hal ini karena terkurasnya stok kopi yang berada di tangan eksportir, juga lesunya suplay koipi ditingkat lokasi maupun nasional.
Penurunan volume ekspor kopi tidak hanya terjadi di Indonesia, produsen kopi dunia, Vietnam dan Brazil juga mengalami kondisi yang sama akibat iklim yang kurang kondusif.
Meski demikian, kata Zakki pemilik perkebunan sekitar 700 hektar di Tulung Agung, Jatim, terjadi kenaikan nilai ekspor kopi Jatim. Pada 2005 nilai ekspor mencapai 85.777 dolar AS naik sekitar 12 persen dibandingkan tahun sbelumnya 2006 sekitar 76.458 dolar AS.
Kejatuhan harga kopi ini tidak lepas dari lahirnya Vietnam sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia disamping Brazil. Kopi diekspor secara besar-besaran sehingga terjadi oversupply.

Harga
Untuk mengangkat harga, Indonesia dan Vietnam melalui Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) dan Asosiasi Eksportir Kopi dan Kakao Republik Sosialis Vietnam (Vietnam Cocoa and Coffee Exporters Association/Vicofa) sepakat mengurangi pasokan kopi ke pasar dunia hingga 50 persen sebagai upaya memulihkan harga kopi.
Tentu saja hasilnya belum bisa dilihat sekarang, karena AEKI dan Vicofa belum membuat kesepakatan kapan perjanjian itu akan dilaksanakan dan seperti apa bentuknya.
Namun, harga akan bisa terdongkrak hingga 1 dolar AS/ton. Namun, menilai faktor di dalam negeri, yakni penguatan kurs rupiah terhadap dolar memicu anjloknya harga komoditi ini. Bagaimanapun, kenyataannya harga kopi turus meluncur sedangkan kesepakatan kedua negara untuk dijalankan masih tahap penggodokan.
Sementara gunjang-ganjing harga kopi adalah ulah pedagang spekulan yang tidak menginginkan harga kopi membaik. Setiap kebijakan yang dikeluarkan bertujuan mengangkat harga tidak akan pernah disetujui oleh para pedagang.
“Itu hanya move untuk menakut-nakuti negara produsen supaya harga bisa ditekan. Mereka melepas stok secara besar-besaran. Para pedagang ini jelas menginginkan status quo,” katanya.
Ia menekankan kesepakatan mengurangi ekspor kedua negara tujuannya hanya untuk meningkatkan harga ditingkat petani. Pemerintah akan tegas dalam hal ini, karena tidak ingin petani dikorbankan.
Pengurangan ekspor ini diharapkan akan meningkatkan gairah petani untuk menanam kopi. Apabila harga kopi terus turun akan mendorong petani menghentikan usahanya dan beralih kepada usaha pertanian lain yang lebih menjanjikan.
Kesepakatan ini tidak akan berhenti antara Indonesia dan Vietnam. Supaya harga terbaik bisa diperoleh Brazil akan diikutsertakan dalam kesepatakan itu.
“Sebenarnya dua negara sudah cukup efektif mengangkat harga, karena Vietnam adalah produsen robusta terbesar di dunia. Tapi kita menginginkan harga terbaik bisa diperoleh,”.
Mengatasi krisis kopi, kata Zakki, tidak cukup dengan mengendalikan harga namun harus ada peningkatan mutu dan produktivitas kopi. Bahkan pembinaan para petani kopi melalui pelatihan-pelatihan. Karena dengan sumber daya petani kopi yang rendah apapun program yang dilaksanakan tidak akan mencapai sasaran. Hal itu diakui oleh Zakki, yang menegaskan kopi belum mampu menjadi motor penggerak kesejahteraan petani.
Ancaman terhadap ekspor kopi semakin besar. Tidak hanya pelarangan ekspor kopi bermutu rendah dengan kadar cacat 150/300 gr ke atas, tapi juga ambang batas kandungan jamur OTA yang akan diterapkan negara konsumen akan akhir tahun ini. Belum lagi akan adanya UU Coffee Purity Act (UU Larangan Impor Kopi Mutu Rendah) yang sedang dibahas Senat AS saat ini.
Akibatnya jika berbagai ketentuan ini diberlakukan harga kopi di tingkat petani akan makin tertekan. Sebelum ambang batas itu diterapkan Indonesia harus melakukan antisipasi sejak dini agar kopi yang diekspor kelak tidak sampai ditolak negara konsumen.
Dengan masih terbukanya peluang ekspor kopi mutu rendah berarti masih ada waktu bagi eksportir untuk menutup kontrak-kontrak yang telah disepakati dengan pembeli di luar negeri. Sementara bagi petani dan instansi terkait bisa terus melakukan program-program perbaikan mutu.

Redaksi

Stimulus Antisipasi Krisis


Penurunan sukubunga, tarif daftar listrik,harga BBM dan pembelanjaan APBN serta fokus pada industri padat karya merupakan alternatif langkah yang harus segera dilaksanakan.“Pemerintah dalam hal ini harus serius, yang penting bagaimana sekarang bisa menstimulus perekonomian nasional. Ini harus segera dijalankan,” kata Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin, Bambang Soesatyo.
Bambang mengungkapkan, penguatan infrastruktur dan peningkatan daya beli masyarakat harus dipertahankan oleh pemerintah agar kondisi perekonomian nasional tidak semakin terpuruk.
Untuk melaksanakan itu, tidak ada kata lain yakni pemerintah harus segera mencairkan anggaran APBN.
“Apa gunanya jika akhir tahun, ini harus segera dibelanjakan untuk mengantisipasi kondisi yang tidak diinginkan. Saya kira DPR sudah memberikan sinyal positif, tinggal pemerintah saja,” ujarnya. Selain itu, Bambang mengatakan untuk meningkatkan daya beli dan perekonomian nasional, hal semacam penurunan sukubunga BI, tarif dasar listrik, BBM juga harus dilakukan pemerintah.
Dia mengharapkan sukubunga acuan BI bisa diturunkan pemerintah ke level 8,5 persen, sedangkan untuk BBM seperti solar dan premium pada level di bawah Rp 5 ribu. Alasannya, dengan tingkat sukubunga BI yang sekarang maka selain potensi kredit macet cukup besar, investor juga enggan melakukan kredit.
Apabila hal tersebut berhasil dilakukan pemerintah, secara tidak langsung bisa menolong dunia usaha dan membantu masyarakat secara riil.
“Kalau daya beli meningkat maka roda perekonomian akan jalan. Nah kalau harga terutama solar bisa turun, maka cost produksi kan bisa ditekan, dan potensi PHK pun juga bisa ditekan,’ tuturnya.
“Memang tidak ada perusahaan yang ingin mem-PHK karyawannya sebab itu aset, tapi apa boleh buat jika tidak ada yang dikerjakan. Industri padat karya juga harus dipikirkan,” imbuhnya.

Redaksi



05 Januari 2009

Ultah BJTI ke 7 : " Krisis Tak Menyurutkan BJTI Tingkatkan Pelayanan "


Melalui upaya perbaikan kualitas layanan dan diharapkan kondisi perekonomian kedepan juga semakin membaik, arus barang petikemas dan curah di BJTI tahun ini bahkan diproyeksikan akan mengalami kenaikan, meski krisis telah menghantui perdagangan dunia.
PT BJTI adalah anak perusahaan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III yang mayoritas sebagai pemegang saham, kini telah genap berusia tujuh tahun.
Direktur Utama PT BJTI Rahmat Satria mengatakan, dunia yang ibaratnya masih anak-anak namun sudah menunjukkan perkembangan kinerjanya “berlari” kencang seiiring perkembangan permintaan pelayanan jasa angkutan barang di pelabuhan.
Dikatakan, bahwa selama kurun waktu 2008 ini, ada beberapa komoditi yang dihandling agak menurun. Terutama untuk curah kering. Hal tersebut terpantau penurunan untuk curah kering, sejak lebaran sampai sekarang. Curah kering itu berbentuk impor jagung, kedele dan pakan ternak (soya bean meal) dari Argentina dan Brazilia.
Komoditi impor tersebut, dimuat menggunakan kapal panamax. Sedangkan penurunan ini diprediksi bersifat sementara. Karena beberapa tempat di Indonesia sekarang panen jagung. Faktor lainnnya, ada kemungkinan pangapalannya sekarang dimuat dengan petikemas..Muatan tersebut, dibongkar bukan di BJTI saja, melainkan juga di TPS (Terminal Petikemas Surabaya). Indikasinya terlihat sejak triwulan I 2008.Dampak penurunan ini sekitar 20 persen untuk kontribusi pendapatan di BJTI.
Ditanya solusinya, agar pendapatan tetap bagus. Dia mengutarakan, bahwa memang “banyak jalan menuju Roma”, antara lain memacu agar kecepatan bongkar muat petikemas dapat ditingkatkan di lapangan. Terutama petikemas yang dimuat kapal-kapal pelayaran nusantara. Karena dia yakin, semakin cepat handling muatannya, semakin bagus kapal terus berangkat ke pelabuhan tujuan dan sebaliknya. “Ini termasuk dalam sasaran program 2008-2009,” jelasnya.
Kaitannya dengan kondisi musim penghujan, pengaruh atas bongkar SBM (Soya Bean Meal) , jagung maupun kedele juga terasa. Pasti ada kelambatan kerjanya. Meskipun semua alat sudah dipersiapkan.Karena pihak kapal, saat hujan mulai turun, palka langsung ditutup. Kalau hujan sampai satu jam atau lebih, ini juga delay kerja. Tetapi untuk handling petikemas saat hujan masih tetap kerja. Karena barang berada di tempat kedap air Jadi harus kerja full capacity.
Selain hal tersebut, handling curah cair juga diutamakan. Pokoknya, apa saja yang dapat dikerjakan dengan cepat terus ditingkatkan. Pembukaan lahan-lahan depo baru dan lainnya. “ Bahkan, kita akan mengirim petikemas Surabaya-Jakarta pp menggunakan gerbong kereta api. Sekali pemberangkatan sebanyak 20 box. Kami bekerjasama dengan Perum Kereta Api. Diharapkan dapat dimulai 2009,” tambahnya.
Ditanya apakah tidak lebih mahal tarifnya, karena double handling ? Rahmat Satria dengan nada tersenyum, mengatakan,” kami tidak mempersoalkan double handling atau lebih. Yang penting jatuhnya tariff lebih murah. Pasti pelaku bisnis akan memperhitungkan,” selanya.
Menyinggung soal fasilitas alat, dia mengemukakan, masih perlu satu HMC (Harbor Mobile Crane) satu unit lagi, diharapkan akhir 2009 sudah datang alatnya. Saat ini kelebihan RTG (Rubber Tyrred Gantry). Jumlahnya tujuh unit, tetapi yang terpakai lima unit. Dua unit sebagai cadangan saja.
Program ke depan, diperlukan pengembangan usaha. Memang ada perencanaan kantor pusat, bahwa lahan eks Rukindo untuk dibebaskan, Prosesnya sudah diajukan ke Menteri BUMN. Tetapi sampai sekarang belum turun. Rencana ke depan, bukan hanya menambah CY (Contaner Yard), Dilihat dari kacamatan BJTI, disitu perlu dibangun dermaga yang panjangnya 155 m. Kalau hanya untuk CY hasilnya sedikit. Tetapi untuk membangun dermaga sepanjang itu, dibutuhkan biaya sekitar Rp 75 miliar.
“Bagi kami tidak ada masalah, karena dapat ditambati kapal petikemas domestik.Dalam perhitungan setahun dapat menghandle 100.000 teus. Itu dapat menutup pembangunan dermaga, bahkan dalam empat tahun sudah BEP. Kalau disitu ada graving dock, paling banter setahun penghasilannya Rp 3,5 miliar.bila diusahakan, Masih tetap untuk membangun dermaga kapal petikemas domestik, Kami sanggup mengelolanya, bilamana lahan eks Rukindo sudah diserahkan, ujarnya serius,
Soal persaingan bisnis, dianggap wajar-wajar saja.Karena dia sebagai pedagang. Yang setiap hari berhadapan dengan pelanggan. Jadi, kebutuhan, harapan dan keluhan oleh pelanggan dapat dijadikan sebagai bisnis. Kita ini melayani mereka, dan hasilnya juga dari pelanggan. Itu salah satu konsep kerja, yakni berusaha menyenangkan pelanggan bukan memuaskan pelanggan. Karena rasa puas itu relatif adanya.

Redaksi

Industri Tekstil Jatim Tahan Krisis


Industri tekstil Jawa Timur tetap bertahan di tengah badai krisis keuangan global.
“Meskipun ancaman PHK tengah membayangi pelaku industri tekstil untuk menghentikan produksi, kami optimistis industri ini bisa berproduksi seperti biasa,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jatim, Sherlina Kawilarang.
Keoptimisan itu karena sepengetahuan dia, masih ada sebagian perusahaan tekstil di Jatim yang mampu berproduksi selama 24 jam dan 7 hari seminggu.
“Untuk itu, ancaman PHK tidak bisa dijadikan tolak ukur industri tekstil Jatim akan gulung tikar,” katanya.
Menurut dia, ancaman itu bukan karena pengaruh krisis. Tapi akibat sejak awal berdiri, industri tersebut telah berkembang secara tidak sehat.
“Saya berharap, krisis bukan menjadi tameng bagi pelaku industri tekstil di Jatim untuk memberhentikan karyawan,” katanya menuturkan.
Lanjut dia, masih ada solusi bagi mereka untuk mempertahankan usahanya seperti, melakukan efisiensi jam kerja.
“Upaya efisiensi ini bisa dengan mengistirahatkan pekerja ketika mendekati beban puncak, setelah 24 jam berproduksi. Bahkan mereka bisa mengurangi jadwal pembagian kerja dari tiga ‘shift’ menjadi dua ‘shift’,” tambahnya.

Redaksi

Inflasi 2008 dibawah 11 persen


Saya rasa data menunjukkan bahwa deflasi selama Desember 2008 bukan sesuatu yang mustahil, sehingga kalau itu terjadi kemungkinan bisa saja inflasi tahunan sedikit di bawah 11 persen,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Miranda S. Goeltom.
BI berdasar data yang ada, yakin bahwa inflasi selama Desember 2008 akan lebih rendah dari yang ditargetkan oleh BI sendiri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi Nopember 2008 sebesar 0,12 persen, laju inflasi tahun kalender pada November 2008 sebesar 11,10 persen, dan inflasi tahunan pada November 2008 sebesar 11,68 persen. Selama November, produksi dan penyediaan bahan pokok sangat memadai, tidak ada gejolak harga beras, migor dan lain-lain.
Inflasi November sangat rendah antara lain karena harga-harga komoditas dunia yang turun, seperti migor yang tiga bulan terakhir terus turun, sehingga kebutuhan CPO untuk dalam negeri mudah dipenuhi.
Hingga November, juga belum ada pengaruh imported inflation atau inflasi karena penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Mengenai perkiraan kondisi perekonomian selama 2009, Miranda menyebutkan, meskipun diperkirakan ada penurunan perekonomian selama 2009, namun kondisi Indonesia akan lebih baik dari negara lain. “Kita melihat bahwa ekonomi kita, meski akan turun pada 2009, tetapi masih jauh lebih baik dibanding negara lain,” katanya.
Mengenai penurunan suku bunga The Fed, Miranda mengatakan, BI belum mengambil keputusan apa-apa untuk menyikapi itu.
“Kita harus lihat, ruang itu (penurunan suku bunga di Indonesia) pasti terbuka, tapi kita belum lihat, belum ambil keputusan apa-apa,” katanya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan inflasi Desember tidak akan mencapai satu persen menyusul turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) premium.
“Penurunan premium sangat instan pengaruhnya terhadap inflasi itu 8,3 persen. Bobot premium dalam inflasi 4,3 persen dengan demikian bisa diperkirakan akan ada pelambatan inflasi sebesar 0,35 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman.
Menurut dia, selama Desember tidak akan terjadi deflasi karena masih ada tekanan dari meningkatnya permintaan barang menjelang hari raya Natal dan tahun baru.
“Tidak akan terjadi deflasi karena masih ada pengaruh dari barang dan jasa lain. Kalau barang dan jasa yang lain `flat` (tidak naik atau turun) bisa deflasi karena penurunan harga premium,” jelasnya.
Meningkatnya permintaan barang menjelang hari raya Natal dan tahun baru itu diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi karena tidak sebesar permintaan saat bulan puasa dan menjelang hari raya Idul Fitri.
“Jadi ada kenaikan dari tekanan `demand` tapi ada perlambatan dari penurunan harga premium. Belajar dari Desember 2007 yang inflasinya 1,2 persen, maka Desember ini (2008) inflasinya akan di bawah 1 persen,” ujarnya.
Penurunan harga premium Rp500 per liter menjadi Rp5.500 per liter berlaku mulai 1 Desember 2008 ini.
BPS mencatat laju inflasi Novpember 2008 sebesar 0,12 persen, laju inflasi tahun kalender 11,10 persen dan inflasi tahunan 11,68 persen.
“Penyediaan bahan pokok terutama pangan cukup memadai sehingga untuk pertama kalinya terjadi deflasi dalam bidang pangan,”tutur Rusman. Menurut dia, selama bulan November, produksi dan penyediaan bahan pokok sangat memadai, tidak ada gejolak harga beras, migor dan lain-lain.
“Inflasi November sangat rendah antara lain karena harga-harga komoditas dunia yang turun, seperti migor yang tiga bulan terakhir terus turun sehingga kebutuhan CPO untuk dalam negeri mudah dipenuhi,” katanya.
Rusman juga mengatakan, hingga saat ini belum ada pengaruh inflasi akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Di sisi lain impor barang konsumsi dan bahan baku juga turun sehingga pengaruh depresiasi kurs terhadap inflasi belum ada,” katanya.

Redaksi

Hari Nusantara Ke 9 "Merah Putih" kan Transportasi Laut


Memperingati Hari Nusantara ke-9, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan kembali tekad pemerintah untuk me-”merah putih”-kan semua armada pelayaran yang mengangkut barang antarwilayah di Indonesia.
Pada puncak peringatan Hari Nusantara ke-9 di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur, Presiden Yudhoyono mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan Inpres No.5 Tahun 2005 yang mengamanatkan peningkatan armada transportasi kelautan nasional sehingga seluruh jalur pengangkutan barang di wilayah Indonesia dapat dilayani oleh kapal dalam negeri.
“Kita ingin mengembalikan kejayaan armada nasional,” ujar Presiden.
Meski belum sepenuhnya berhasil, dalam pidatonya Presiden mengatakan, Inpres tersebut sudah diimplementasikan untuk menambah jumlah armada transportasi laut di dalam negeri.
Pada 2006, Presiden menyebutkan, Indonesia memiliki 6.041 unit kapal dan angka itu naik 36,7 persen menjadi 8.256 unit pada 2008.
“Kita ingin naik lagi sehingga betul-betul bendera merah putih yang mengangkut barang di wilayah ini,” ujarnya.
Presiden juga menyebutkan transportasi laut yang diangkut maskapai nasional pada semester I 2008 naik menjadi 71,4 persen dari hanya 65,3 persen pada 2007.
“Ini yang betul. Yang tidak betul kalau lebih banyak berlayar di wilayah kita ini maskapai asing. Mari kita benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” tuturnya.
Presiden Yudhoyono dalam pidatonya juga menyebutkan kenaikan produksi perikanan di Indonesia dari 6,9 juta ton pada 2005 menjadi 8,6 juta ton pada kuartal kedua 2008.
Kenaikan itu, menurut Presiden, menunjukan kebijakan pemerintah yang mencanangkan revitalisasi perikanan pada 2005 sudah berada pada arah yang benar.
Presiden menginstruksikan jajaran menterinya, dan juga kepada kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati/walikota yang memiliki wilayah pesisir untuk membantu percepatan pembangunan di sektor perikanan.
“Itu peluang untuk usaha perikanan, untuk bagaimana memajukan pesisir dan kaum nelayan di sepanjang garis pantai itu,” ujarnya.
Mengingat luas wilayah Indonesia yang tiga perempatnya berupa lautan, Presiden mengatakan, arah kebijakan pembangunan Indonesia ke depan seharusnya menyeimbangkan sumber daya alam di darat dan lautan. (*)

Redaksi

RI - PNG Kerjasama Tanggulangi Hama Kopi


Rencana kerjasama kedua negara tersebut telah dibahas dalam Pertemuan “Incursion Prevention and Management of Coffee Berry Borer in Indonesia and Papua New Guinea” di Goroka PNG awal Desember lalu dihadiri oleh delegasi dari Indonesia, PNG dan CABI (Organisasi non pemerintah internasional yang salah satunya menangani pertanian).
Kerjasama penanggulangan hama CBB tersebut dimulai pada Maret/April 2009 dengan melakukan survei keberadaan hama CBB di perbatasan Indonesia dan PNG.
Kemudian memperkuat sentra informasi hama CBB dan melakukan pelatihan indentifikasi untuk para taksonom di Indonesia dan PNG.
Pada bulan Juni 2009 akan dilakukan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui peningkatan SDM mencakup pelatihan PHT kopi disusul pelatihan SL-PHT kopi di PNG (Oktober 2011) dan di Indonesia (November 2011).
Selain itu juga demonstrasi plot di PNG pad Oktober 2012 dan di Indonesia mencakup Kabupaten Tanah Toraja dan Enrekang Sulawesi Selatan serta Wamena Papua pada bulan November 2012
Bentuk kegiatan lainnya yakni “Training for Trainer” (TOT) akan di lakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember (Juni 2009), sedangkan CABI akan melakukan koordinasi serta penyusunan kurikulum dan evaluasi SL-PHT
Selama 2009-2012 juga akan dilakukan kegiatan biosecurity hama CBB di Indonesia dengan melakukan pelatihan SL-PHT kopi di Kabupaten Wamena, mempromosikan teknik budidaya dan pengendalian biologis hama CBB dengan jamur Beauveria bassiana dan penggunaan Hypotan untuk pemerangkapan/monitoring hama CBB.
Sementara itu PNG akan menyelenggarakan pertemuan bilateral dengan Indonesia untuk menyiapkan rencana kerjasama penanganan hama CBB. Mengenai pendanaan terhadap kegiatan kerjasama selama empat tahun tersebut akan difasilitasi oleh Pemerintah Australia melalui ACIAR dengan melibatkan CABI sebagai Organizer.
Selain itu juga diharapkan Indonesia melalui dana APBN dan APBD dapat memberikan supporting budget, demikian juga dengan PNG. (*)

Redaksi

04 Januari 2009

RI - China Kerjasama Karantina Ekspor Produk Tanaman


Kedua negara sepakat memben tuk kelompok kerja mengenai karantina tanaman dan diharapkan bisa dilakukan sekali setahun dengan tempat bergantian di China dan Indonesia,” katanya.
Kelompok kerja dilakukan selama dua hari, 11-12 Desember 2008, di Kantor Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina (AQSIQ) China yang diikuti oleh masing-masing pejabat karantina dari kedua negara.
Pertemuan kelompok kerja merupakan salah satu bentuk kerjasama yang merupakan hasil penandatanganan memorandum saling pengertian kerjasama dan konsultasi bidang sanitari dan fitosanitari dalam upaya menjamin keamanan produk dan konsumen di kedua negara, yang dilakukan 11 Desember 2008.
Penandatanganan dilakukan oleh Kepala Badan Karantina Deptan RI Syukur Iwantoro dengan Wakil Menteri AQSIQ Zhi Shuping.
Menurutnya, dalam melakukan kelompok kerja, kedua belah negara menghormati prinsip dasar mengenai kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia/Sanitari dan Fitosanitari (WTO/SPS) bidang karantina tanaman, menginformasikan peraturan pestisida yang dikeluarkan oleh kedua segara, serta menjamin kualitas dan keamanan perdagangan bilateral produk pertanian.
“Dengan adanya kelompok kerja ini maka setiap negara diharapkan bisa menyampaikan informasi mengenai peraturan karantina yang telah dikeluarkan masing-masing negara, sehingga salah satu negara bisa mengetahui peraturan baru,” katanya.
Dalam kelompok kerja tersebut, kata Syukur, kedua negara juga sepakat mengembangkan upaya kerjasama karantina tumbuhan secara ilmiah sesuai dengan prinsip WTO/SPS dalam upaya menekan berbagai kendala karantina yang ada.
Ia mengatakan pula, dalam kelompok kerja kedua negara juga sepakat untuk memperoleh sejumlah daftar mengenai obat pestisida karantina tanaman, prosedur dan metode pemeriksaan dan karantina untuk tanaman ekspor dan impor, metode dan teknik perawatan karantina tanaman, metode identifikasi pestisida tanaman, serta informasi sertifikat fitosanitari.
Kedua negara, katanya, juga sepakat memperkuat kerjasama mengenai akses pasar untuk tanaman dan produk tanaman, antara lain melalui penyediaan dan komunikasi informasi teknis mengenai produk tanaman baru ketika masuk jalur perdagangan di masing-masing negara.
“Indonesia dan China juga sepakat lakukan komunikasi dan kerjasama mengenai inspeksi, karantina dan proses sertifikat ekspor produk tanaman,” katanya menambahkan.
Mengenai rencana pertemuan kelompok kerja dilakukan sekali setahun di tempat bergantian, Syakur mEngatakan bahwa hal itu penting dilakukan untuk melakukan evaluasi kegiatan selama setahun terakhir, apakah program yang telah disepakati bisa berjalan dengan baik atau tidak.

Buka Akses
Indonesia minta kepada pemerintah China untuk membuka akses pasar seluas-luasnya impor buah tropis asal Indonesia mengingat peluangnya sangat terbuka dan masyarakat setempat sangat menyukai buah-buahan.
“Kami minta pemerintah China membuka akses pasar buah tropis asal Indonesia dan kita telah mengusulkan beberapa buah untuk bisa diimpor,” kata Kepala Badan Karantina Deptan Syukur Iwantoro.
Dalam kunjungan kerjanya ke China, Syukur mengatakan, pihaknya setidaknya sudah minta kepada pemerintah China untuk bisa impor buah tropis asal Indonesia seperti alpukat, durian, duku, semangka, melon, rambutan, jambu biji, serta mangga.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pihaknya, kesemua buah tersebut memiliki pasar potensial di China sehingga Indonesia menginginkan ekspor buah tropis tersebut ke negara itu.
“Dari hasil pembicaraan dengan pihak AQSIQ diperoileh jawaban bahwa Indonesia memiliki peluang untuk ekspor sejumlah buah tropis, asalkan telah memenuhi persyaratan karantina yang berlaku,” katanya.
Menurut Syukur, dengan telah adanya kerjasama memorandum saling pengertian dan kerjasama bidang sanitari dan fitosanitari yang mencakup karantina, peluang untuk ekspor buah-buahan tropis sangat terbuka. Dari hasil pertemuan dua hari dengan AQSIQ, katanya, pihak China bersedia memberikan informasi teknis mengenai bantuan penanggulangan serangan hama dan karantina yang sesuai dengan yang ada di China.
Dalam hal upaya memasuki pasar China, Indonesia memerlukan bantuan kerjasama karantina dengan China sehingga kriteria fitosanitari antara kedua negara bisa cocok. “Kami tahu bahwa China menggunakan pemeriksaan buah-buahan yang dinamakan ‘Vapor Heat Treatment’, yang selama ini sangat efektif dalam mengawasi serangga dalam buah-buahan,” katanya. (*)

Redaksi

PHK Sulit Dihindari Awak Organda Tanjung Perak


Ketua Umum DPC Khusus Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu mengatakan, prediksi menurunnya arus ekspor impor tersebut akan terus berlanjut sampai kondisi perdagangan internasional normal kembali.
“Sampai kapan krisis akan normal kembali, hingga saat ini belum ada tanda-tanda prediksi tersebut akan pulih. Jika arus ekspor impor yang melalui pelabuhan di Surabaya terus menurun hingga 6 bulan ke depan, PHK bagi awak angkutan sulit dihindari,” ujarnya.
Dia mengungkapkan arus ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Perak mengalami penurunan tajam hingga 30 persen-50 persen selama periode Oktober-Desember 2008, padahal sebelumnya arus barang internasional itu masih stabil, bahkan cenderung meningkat.
“Apabila kondisi yang dipicu krisis global itu berlanjut hingga satu semester ke depan, pengusaha angkutan di Tanjung Perak dipastikan akan melakukan PHK massal,” katanya.
Kody menjelaskan ada 6.000 armada angkutan yang ada di Tanjung Perak, selama periode 2005 hingga September 2008 terdapat 4.500-5.000 unit yang beroperasi dengan kapasitas order yang diraih mencapai 80 persen-90 persen.
Namun, menurutnya, akibat penurunan arus ekspor impor pada Oktober-Desember 2008, armada angkutan milik anggota Organda Tanjung Perak yang beroperasi menyusut menjadi hanya 2.000-2.500 unit.
“Apabila kondisi buruk itu terus berlangsung, sekitar 3.000 kendaraan akan dikandangkan secara permanen, sehingga sopir dan kernet yang berjumlah 6.000 orang akan di-PHK secara massal. Ini belum termasuk pekerja di bidang lain pada usaha angkutan yang juga terancam di PHK,” tutur Kody.
Dia menegaskan untuk mempertahankan produksi industri di dalam negeri pemerintah perlu tetap memacu peningkatan kapasitas arus ekspor, sehingga sektor transportasi dan logistik juga ikut terpacu.
Pada kesempatan yang sama, pengusaha angkutan darat juga mendesak pemerintah lebih memerhatikan sektor usaha transportasi dengan membuat kebijakan berupa insentif dengan menekan harga suku cadang bagi armada angkutan yang kebanyakan masih diimpor.
Disebutkan, sektor usaha angkutan memerlukan dukungan dari pemerintah guna mempertahankan usahanya.
“Pascakenaikan BBM pada 2005 usaha angkutan darat menjadi sangat berat dan semakin parah di tengah krisis keuangan global saat ini yang berimbas pada pelemahan mata uang rupiah sekaligus melambungkan harga sukucadang,” tuturnya.
Dia mengatakan pengusaha angkutan sangat mengharapkan adanya dukungan insentif dari pemerintah, terutama untuk pembelian suku cadang, karena merupakan komponen produksi terbesar pada sektor usaha itu. (*)

Arus Bongkar Muat Petikemas di TPS Lesu


Menanggapi hal ini Humas PT. TPS Wara
Dijatmika menyatakan, bahwa dampak
krisis global tidak bisa dihindari, dan saat
ini telah dirasakan oleh semua pihak.
Wara – panggilan akrab menyatakan, bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari para pelaku usaha yang selama ini menjadi pengguna jasa PT. TPS, menyatakan bahwa tahun 2009 akan menjadi tahun yang cukup sulit. Oleh karena itu kita harus bekerja lebih keras dan melakukan effisiensi.
Bagi PT. TPS yang baru saja menerima Anugerah Penghargaan Container Terminal of The Year, kondisi ini bukan berarti bahwa kinerja pelayanan akan menurun. Pelayanan akan tetap dilakukan sesuai dengan standard pelayanan yang telah ditetapkan, demikian paparnya. Ditambahkan bahwa saat ini PT. TPS sedang mempersiapkan pengembangan sistem komputer operasionalnya sehingga bisa melayani kegiatan bongkar muat dengan lebih baik, akurat dan efisien karena lebih mengedepankan paperless dan mengurangi proses tatap muka.
Pertumbuhan ekspor Indonesia tahun depan diperkirakan turun drastis menyusul terjadinya krisis finansial global yang berpengaruh dengan melemahnya permintaan produk di pasaran internasional.
Mendag Mari Elka Pangestu menyatakan, krisis keuangan akan mempengaruhi permintaan sejumlah produk di pasar internasional. Perkiraan target ekspor optimistik tahun depan akan turun drastis dibandingkan dengan 2008. Kita harus antisipasi itu, katanya.
Dia memperkirakan sejumlah produk yang akan mengalami penurunan volume dan nilai antara lain karet, serta produk pertambangan seperti nikel, aluminium, serta tembaga.
“Akibat adanya kelesuan di industri otomotif dunia maka permintaan terhadap produk pertambangan juga akan melemah dan itu juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia,” ujarnya.
Adapun produk lain seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) diperkirakan ekspornya masih akan tumbuh karena permintaan dari negara tujuan ekspor terbesar seperti India dan China masih besar terkait dengan jumlah penduduk yang juga besar.
Harga komoditas perkebunan seperti CPO masih menjadi andalan peningkatan nilai ekspor Indonesia, karena peningkatan harga komoditas di pasar dunia. Pada 2008, harga rata-rata CPO dunia mencapai sekitar 600-700 dolar AS per ton atau naik dibandingkan dengan 2007 yang rata-rata harganya mencapai 632 dolar AS per ton. Pada 2005, bahkan harga CPO rata-rata mencapai 520 dolar AS dolar per ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor berbagai komoditas unggulan Indonesia mulai menunjukkan penurunan seiring menurunnya permintaan dari negara tujuan dan anjloknya harga komoditas. Ekspor nonmigas selama Oktober sebesar 9 miliar dolar AS atau turun 8,10 persen dibandingkan dengan September, sedangkan jika dibandingkan dengan Oktober 2007 ekspor nonmigas naik 8,22 persen. Nilai ekspor kumulatif Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 miliar dolar AS. (*)

Redaksi

Stimulus Fiskal 2009


Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Benny Sutrisno, ketika ditemui usai rapat dengan pemerintah di Graha Sawala kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, belum lama ini.“Stimulus itu tidak cukup untuk menahan PHK. Untuk kurangi, iya. Tapi kita belum tahu berapa besar jumlah PHK yang bisa berkurang,” ujarnya.
Untuk PHK sendiri, berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, diperkirakan akan terjadi pada 24 ribu orang. Sektor yang paling rawan menyumbang banyak PHK adalah industri tekstil.
“Tekstil memang sektor yang paling besar melakukan PHK di 2009 ini karena dia paling rentan dengan krisis yang terjadi,” ujar Benny yang juga Ketua Umum Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI).
Untuk industri tekstil di Jawa Barat, Benny memperkirakan akan ada 80 ribu buruh yang terkena PHK. “Di 2008 sudah 30 ribu yang di PHK, kan ada yang dilaporkan dan ada yang tidak dilaporkan. Untuk 2009 puncak PHK diperkirakan terjadi pada kuartal II-2009,” paparnya.
Sementara itu terkait Pemilu tahun ini, Benny mengharapkan agar pemerintah mengawasi ketat kegiatan impor tekstil untuk pembuatan atribut partai.
“Jangan sampai ada impor kaos untuk tekstil, karena jika ada impor 10 lusin kaos saja, itu sama saja melakukan PHK terhadap satu orang di industri tekstil. Sebab pengalaman 2004 di saat Pemilu impor itu sangat besar, dan banyak juga yang ilegal,” pungkasnya.

Ditambah
Stimulus fiskal 2009 akan ditambah Rp 16 - 20 triliun, yang akan diambil dari surplus penerimaan APBNP 2008. Jumlah pastinya masih akan dihitung malam ini.
Demikian hal itu disampaikan oleh Plt Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
”Sekarang kan stimulus sektor riil di APBN ada Rp 12,5 triliun, nah itu akan ditambahkan sebanyak Rp 16-20 triliun, jumlahnya masih akan kita hitung dan ditutup malam ini,” ujarnya.
Menurutnya, dana sebesar itu akan diambil dari surplus penerimaan perpajakan pada APBN 2008. “Penerimaan bea cukai sudah surplus 13 persen, pajak 7 persen di atas target,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah akan mengoptimalkan penciptaan lapangan kerja dan juga menjaga perekonomian tetap tumbuh di 2009.
Pemerintah akan menambahkan sejumlah dana tambahan untuk menjadi paket stimulus fiskal yang baru di luar yang sudah disediakan dalam APBNP 2008 sebesar Rp 12,5 triliun.
“Pokoknya akan ada tambahan beberapa billion dolar AS atau beberapa triliun rupiah yang sedang digodok Menteri Keuangan. Pokoknya kita sungguh-sungguh dalam memikirkan sektor riil dengan memperhitungkan seberapa besar pengaruh krisis global terhadap perekonomian kita, dan juga seberapa besar kemampuan kita,” ujarnya. (*)

Redaksi

Ekspor Khusus Hanya Dilayani Lima Pelabuhan


Krisis globar benar-benar membuat pemerintah Indonesia bekerja ekstra keras untuk mengatasinya dengan berbagai jurus pengeluaran kebijakan. Diantaranya, kebijakan pengetatan barang impor terutama garmen, elektronik, alas kaki, makanan dan minuman serta mainan anak-anak. Kebiajakn lain, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2007 sebagai perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus maka Direktorat Perhubungan Laut Departemen Perhubungan menetapkan lima pelabuhan pengendalian ekspor khusus di Indonesia, yaitu pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, Tanjung Mas di Semarang, Makassar, dan Belawan di Medan.

“Sesuai KM 55 bagi pelabuhan khusus yang tak berizin segera ditutup. Pelabuhan pengendalian ekspor khusus hanya ada lima pelabuhan,” ujar Direktur Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai Joni Algamar dalam evaluasi akhir tahun Ditjen Perhubungan Laut di Dephub.
Nantinya, lima pelabuhan khusus ini akan mengendalikan ekspor sejumlah komoditas, seperti barang-barang tekstil, mainan anak-anak serta makanan dan minuman. “Ekspor di luar itu (lima pelabuhan) adalah penyelundupan,” tutur Joni.

Impor Diperketat
Untuk menangkal barang-barang konsumsi selundupan, pemerintah memperketat impor barang, terutama garmen, elektronik, alas kaki, makanan dan minuman olahan, serta mainan anak-anak.
Penyebabnya, menurut, Ketua Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar sekaligus Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, kelima barang konsumsi itu paling rawan untuk diselundupkan. “Itulah sebabnya kita memperketat pengawasan terhadap barang-barang tersebut. Ini untuk melindungi produk lokal juga,” tukasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, garmen merupakan barang terbesar yang diselundupkan ke Indonesia. Nilainya mencapai 71 persen, menyusul alas kaki 50 persen.
Karenanya, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka, Anshari Bukhari pun akan menutup pelabuhan rakyat dari impor lima barang itu mulai pekan depan.
Nantinya kelima komoditas itu hanya dapat diterima dan bongkar-muat di pelabuhan yang ditentukan pemerintah, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), dan Tanjung Perak (Surabaya). Untuk pelabuhan udara, pintu masuk resmi barang impor hanya bisa melalui Soekarno-Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya), dan Hasanuddin (Makassar).
Permendag 44/2008 tentang ‘Ketentuan Impor Produk Tertentu’ justru untuk melindungi produk Indonesia dari membanjirnya produk impor serupa dan bukan merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Keluarnya Permendag itu justru untuk melindungi konsumen dan produsen serupa di dalam negeri. Jadi bukan merupakan bentuk proteksionis yang tidak berdasar karena memang WTO memperbolehkan setiap negara melakukan itu,” kata Mendag Mari E.
Menurutnya, dirinya sadar dan mengetahui bahwa keluarnya permendag itu menimbulkan pro dan kontra di dalam negeri, termasuk keberatan dari sejumlah kepala daerah dan bahkan anggota DPR.
“Memang, setiap kebijakan tidak ada yang bisa memuaskan semua pihak, saya sadari itu. Tapi permendag itu harus dikeluarkan dalam upaya melindungi konsumen dan produsen di dalam negeri,” katanya.
Menurutnya, pemerintah Indonesia segera mengirim surat pemberitahuan kepada WTO mengenai dikeluarkannya peraturan itu dan Indonesia tidak harus menunggu apakah WTO akan menyetujui atau tidak.
Dirjen Perdagangan Kerjasama Internasional Depdag, Gusmardi Bustami, mengatakan, setiap negara berhak dan sah mengeluarkan ketentuan seperti tersebut dan itu diatur dalam ketentuan berlaku.
“Pengiriman surat kepada WTO hanya bersifat pemberitahuan saja dan tidak perlu harus menunggu disetujui atau tidak, “ kata Gusmardi menambahkan.
Ia mengatakan, ketentuan impor produk tertentu tersebut hanya bersifat sementara sambil menunggu kesiapan di dalam negeri terhadap masuknya produk impor tersebut dan bukan merupakan pembatasan impor dari negara-negara tertentu, tapi berlaku untuk produk impor dari semua negara.
Pemerintah melalui Menteri Perdagangan Marie E. Pangestu pada 31 Oktober 2008 menerbitkan Permendag No.44/M-DAG/PER/10/20082008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Aturan itu dikeluarkan untuk melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya produk luar negeri, sehingga pemerintah membatasi lima produk impor padat karya, yakni barang-barang elektronik, alas kaki, mainan anak-anak, makanan dan minuman serta pakaian jadi.
Impor barang-barang yang dibatasi itu hanya boleh masuk melalui lima pelabuhan laut, yakni Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak dan Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar serta seluruh bandara internasional di tanah air.
Menurut Mari, importir yang bisa mengimpor produk tersebut harus sebagai importir terdaftar (IT) dan merupakan ketentuan menjelang kesiapan Indonesia mempersiapkan satu jendela.
“Permendag tersebut berlaku selama dua tahun atau hingga 2010 dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan revisi dengan melihat situasi yang terjadi mendatang,” katanya. (*)

Redaksi

Aturan Wesel Ekspor Berjangka Gubernur BI : Eksportir Lebih Cepat Menerima Dana Modal Kerja


Melalui pembelian WEB dengan skema rediskonto ini, eksportir melalui bank akan lebih cepat menerima dana untuk kebutuhan modal kerjanya daripada menunggu hingga jatuh tempo pembayaran ekspornya dari pembeli di luar negeri.
“Dengan penyediaan window transaksi pembelian WEB tersebut, eksportir dapat memiliki outlet likuiditas baik valas maupun rupiah sehingga akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah di pasar. Kondisi ini pada gilirannya dapat berdampak positif kepada kegiatan ekonomi”, jelas Gubernur Bank Indonesia, Boediono dalam siaran persnya, belum lama ini.
Ketentuan yang berlaku mulai 5 Desember 2008 ini, mengatur mekanisme transaksi yang memungkinkan Bank Indonesia dapat membeli WEB eksportir. Ketentuan tersebut antara lain mengatur persyaratan WEB yang dapat dibeli, yaitu wesel ekspor yang diterbitkan oleh eksportir yang memiliki jangka waktu tertentu dan telah diakseptasi oleh bank pengaksep di luar negeri.
Selain itu juga harus memiliki basis transaksi (underlying) ekspor yang menggunakan letter of credit berjangka yang tidak dapat dibatalkan (irrevocable usance L/C) dengan nilai minimal 10.000 dolar AS atau setara dengan nilai itu, dan memiliki sisa jangka waktu paling singkat 30 hari dan paling lama 90 hari. Sementara valuta wesel ekspor berjangka yang dapat dibeli meliputi United States Dollar (USD), Japanese Yen (JPY), Great Britain Pound (GBP), Euro (EUR), Australian Dollar (AUD), dan/atau Swiss Franc (CHF).
Di samping itu, ditetapkan pula persyaratan Bank Pengaksep dan Bank Penjual WEB. Bank yang dapat bertindak sebagai Bank Pengaksep WEB adalah bank pembuka L/C (Issuing Bank) atau bank lain (Confirming Bank) di luar negeri yang memiliki short term credit rating A-3 dari Standard & Poors (S&P) atau rating setara yang dikeluarkan oleh Moody’s Investor. Dalam hal terdapat perbedaan rating antara S&P dan Moody’s , maka dipergunakan rating yang terendah.
Sementara itu, bank yang dapat bertindak sebagai Bank Penjual WEB adalah bank yang memiliki tingkat kesehatan sesuai kriteria penilaian Bank Indonesia (Peringkat Komposit/PK) paling rendah 2 (PK 2).
Bank Indonesia dapat melakukan pembatalan transaksi pembelian WEB ini, apabila berdasarkan pemeriksaan terdapat ketidaksesuaian dan ketidakbenaran dokumen ekspor yang disampaikan. Terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan dokumen ekspor yang menjadi underlying transaksi WEB ini, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi yang tegas kepada perbankan sesuai ketentuan yang berlaku. (*)

Utilisasi Industri Manufaktur Turun


Masalah utama industri manufaktur adalah infrastruktur seperti kemacetan dari dan ke pelabuhan, serta kurangnya pasokan listrik dan gas,” kata Fahmi.
Utilisasi rata-rata kapasitas produksi industri barang kayu dan hasil hutan justru turun dari 64,8 persen menjadi 63,5 persen di 2007. Sedangkan utilisasi industri tekstil dan produk tekstil mencapai 75,93 persen, dan 70 persen bagi industri elektronika.
Fahmi mengungkapkan, minimnya pasokan gas untuk industri memicu hengkangnya enam dari sepuluh investor pabrik sarung tangan karet di Sumatera Utara ke Thailand.
“Indonesia tadinya menduduki posisi ketiga produsen sarung tangan karet di dunia setelah Thailand dan Malaysia. Tapi sekarang pabrik sarung tangan karet kita tinggal empat. Mereka hengkang ke Thailand karena memiliki pasokan gas yang mencukupi,” katanya.
Depperin mencatat, selain masalah pasokan gas dan listrik, perlu pembenahan kapasitas dan pelayanan pelabuhan serta kereta api untuk mengatasi kepadatan arus barang untuk ekspor maupun ke pabrik.

Redaksi

Mati Suri
Krisis ekonomi global yang berimbas pada perekonomian Tanah Air belum juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Berbagai analisa mengemuka bahwa sektor industri yang pertama akan terkena “palu godam” perlambatan ekonomi.
Anjloknya order-order membuat sektor industri harus memutar otak untuk menggerakkan perputaran uang di sektor ini. Bila tidak, efisiensi dan PHK akan menjadi alternatif terakhir yang tidak diinginkan semua pihak.
Oleh karena itu, pemerintah harus aktif dengan melakukan berbagai stimulus berupa insentif maupun kompensasi bagi sektor industri agar terus berjalan. Laju sektor industri tidak akan semulus sebelum krisis, namun setidaknya bisa untuk menutup biaya operasional dan memberikan sedikit keuntungan.
Pemerintah menyadari kondisi ini. Itu ditandai dengan langkah merevisi target pertumbuhan industri. Departemen Perindustrian menyatakan perlunya revisi target pertumbuhan industri. Untuk target 2008, target direvisi menjadi hanya 4,8 persen dan pada 2009 target pertumbuhan industri kembali melorot ke angka 3,6-4,6 persen.
Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan pihaknya masih menghitung target realistisnya. Untuk angka pastinya akan diumumkan 23 Desember mendatang.
“Melemahnya pertumbuhan industri dan perlambatan ekspansi dipicu krisis keuangan global, penurunan ekspor industri, turunnya ekspansi kredit, serta melemahnya daya beli,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Pertumbuhan sektor industri yang terus menurun sejak 2004 bisa menjadi batu sandungan bagi klaim keberhasilan ekonomi pemerintahan SBY-JK. Pada 2004, pertumbuhan industri mencapai angka 7,4 persen, seiring pertumbuhan waktu angkanya terus melorot pada 2006 menjadi 5,8 persen, di 2005 menjadi 5,3 persen dan 2007 kembali turun menjadi 5,1 persen.
Target 2008 juga diproyeksikan hanya 4,8 persen setelah mengalami revisi yang ketiga. Pada awal tahun, pemerintah sempat menargetkan pertumbuhan industri 2008 sebesar 7,4 persen. Namun, melonjaknya harga minyak dunia periode Mei-Agustus membuat target direvisi menjadi 6,5 persen dan kemudian diubah lagi menjadi 6 persen. Fahmi mengatakan, beberapa sektor industri yang perlu mengalami revisi pertumbuhan meliputi cabang industri tekstil dan produk tekstil (TPT); industri alat angkut, mesin, dan peralatan; industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; serta barang kayu dan hasil hutan.
Hingga kini, Departemen Perindustrian memang mencatat berbagai hambatan bagi industri, baik yang berorientasi ekspor maupun domestik. Untuk industri pengekspor, melemahnya pasar di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Jepang akan membuat persaingan memperebutkan pasar ekspor makin ketat. Terkait beratnya tantangan yang dihadapi sektor industri, pemerintah kini mencoba menjalankan beberapa strategi. Untuk industri berorientasi ekspor, pemerintah kini menyiapkan beberpa program untuk menjaga daya saing, diantaranya dengan peninjauan kembali kenaikan tarif THC (terminal handling charge), mendorong terlaksananya pembangunan dry port di kawasan industri PT Jababeka Cikarang-Bekasi, serta mengurangi ekonomi biaya tinggi dengan percepatan restitusi PPN dan bea masuk.
Strategi lainnya, kata Fahmi, adalah dengan menjaga akses pasar. Caranya dengan negosiasi dan lobi untuk memperkuat distribusi pemanfaatan ritel internasional dalam baentuk MoU antara industri kecil menengah (IKM) dengan ritel global seperti Carrefour (Perancis), Delhaize (Belgia), serta Maruzen dan Takasimaya (Jepang).
Untuk membantu industri yang selama ini membutuhkan bahan baku impor, maka pemerintah berencana memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk (bea masuk ditanggung pemerintah/BMDTP) pada 2009 senilai Rp 2,1 triliun.
Fahmi mengatakan, insentif tersebut akan diberikan untuk 10 industri, yakni aluminium sheet, baja, tin plate, susu, kimia, otomotif, elektronika, telematika, kapal, dan alat tulis. ’’Saat ini, insentif sedang kami usulkan ke Menteri Keuangan,’’ katanya.
Sedangkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Agus Hermanto mengatakan pihaknya memahami betul kondisi yang dihadapi industri saat ini. Karena itu, Komisi VI mendorong pemerintah untuk sesegera mungkin mengamankan pasar dalam negeri dari ancaman serbuan produk asing.
“Selain itu, kami juga meminta agar pemerintah menstimulasi sektor usaha, baik swasta maupun BUMN untuk memprioritaskan belanja produk-produk dalam negeri,” ujarnya. Langkah-langkah yang diupayakan tersebut harus segera diimplementasikan. Mengingat kondisi krisis sudah di depan mata, keterlambatan pelaksanaan kebijakan akan berdampak fatal bagi roda perekonomian Tanah Air. (*)