Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

09 Oktober 2009

Pasar Uni Eropa Buka Peluang Ekspor Indonesia

Dalam siaran pers Delegasi Komisi Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam yang diterima di Jakarta tentang Hasil pertemuan “Dialog Bisnis Eropa-Indonesia” yang berlangsung di Brussels, Belgia, 1-2 Oktober 2009 , diketahui bahwa pasar Uni Eropa (UE) memberikan suatu peluang bagi para eksportir di Indonesia dari segi perdagangan.
Sekalipun pasar UE memberikan peluang bagi berbagai produk ekspor asal Indonesia, namun berbagai peraturan ekspornya selama ini masih sulit dipenuhi oleh pengusaha nasional.
Perdagangan Indonesia dengan UE selama ini telah berjalan cukup besar terlihat dari total volume perdagangan UE dengan Indonesia yang cukup signifikan.
Saat ini, total volume perdagangan UE dengan Indonesia yang mencapai 20 miliar euro menyebabkan UE mitra dagang terbesar ke-4 bagi Indonesia. Jika memperhatikan nilai ekspor migas Indonesia diabaikan maka bagi Indonesia, UE adalah mitra dagang terbesar ke-2.
Populasi 230 juta jiwa menjadikan Indonesia pasar terbesar di ASEAN sebagai tempat tujuan ekspor barang-barang Eropa.
Investasi besar yang berasal dari perusahaan UE mencapai 50 miliar euro meyebabkan perusahaan tersebut sangat setia di Indonesia. Sebanyak 700 perusahaan UE berinvestasi dan mempekerjakan 250 ribu tenaga kerja.
Dalam pertemuan itu, para peserta menyepakati bahwa saran dan dukungan bagi eksportir Indonesia sangat berguna dan perlu dipertahankan.
Mereka juga membicarakan prioritas-prioritas di masa depan, khususnya kerja sama di bidang peraturan mengenai usaha kecil dan menengah.
Selain itu, mereka membicarakan langkah-langkah dalam mengatasi hambatan-hambatan bagi perdagangan dan investasi bilateral untuk meningkatkan perdagangan bilateral demi keuntungan kedua belah pihak.
Pertemuan yang dihadiri oleh 100 peserta itu mengakui bahwa proses reformasi di Indonesia berjalan dengan baik.
Namun iklim investasi dan bisnis masih mengalami kesulitan karena birokrasi, ketidakpastian dan kurangnya informasi.
Dua acara tambahan dalam pertemuan Dialog Bisnis tersebut diantaranya, penandatanganan perjanjian teknis antara provinsi Sumatra Selatan dan INDOBEL Engineering and Consulting di bidang investasi bahan bakar pribadi dan pertemuan antara Departeman Perindustrian Republik Indonesia dengan Asosiasi Ban dan Karet Eropa dalam hal kerjasama sektoral.

Merosot Tajam
Nilai ekspor di 49 negara-negara termiskin dunia turun tajam 43,8 persen pada semester pertama 2009, terpukul oleh penurunan tajam harga energi termasuk permintaan di China dan Brasil.
Nilai ekspor tersebut, sebagian besar di antaranya berada di Afrika, jatuh menjadi 34,4 miliar dolar AS (23,36 miliar euro) selama enam bulan pertama tahun ini, kata laporan oleh Pusat Dagang Internasional (ITC), sebuah badan gabungan Organisasi Perdagangan Dunia dan Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan.
“Faktor utama adalah guncangan harga di sektor energi,” kata kepala ekonom ITC Willem van der Geest.
Termasuk produk-produk energi seperti ekspor bensin, penjualan internasional jatuh hanya 13,5 persen menjadi 15,3 miliar dolar AS, kata ITC.
Namun faktor lain yang turut berkontribusi terhadap jatuhnya ekspor adalah penurunan tajam dalam permintaan dari Brasil dan China.
Di antara 49 negara, yang paling terpukul adalah sub-Sahara Afrika, ekspornya jatuh 48,6 persen pada semester pertama, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008.

AS Terbesar Dunia
Amerika Serikat masih merupakan negara manufaktur (pabrikan) terbesar dunia, sekalipun China meningkat, menurut sebuah studi baru.
Survei yang dirilis Rabu oleh Manufacturing Institute dengan Manufacturers Alliance yang berbasis di AS menunjukkan bahwa pangsa AS dari nilai manufaktur global menguasai 22 persen pada tahun 2008, kira-kira tingkat yang sama untuk hampir 30 tahun.
Pangsa China pada tahun lalu adalah 14 persen, melanjutkan luapan dari tingkat pada tahun 1980 yang hanya dua persen, menurut penelitian menggunakan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dana Moneter Internasional (IMF) dan sumber lain.
Manufaktur AS menghasilkan barang senilai 1,64 triliun dolar AS pada tahun 2008.
Walaupun nilainya telah meningkat, pangsa keluaran industri dari produk domestik bruto (PDB) telah turun dari 20 persen pada tahun 1980 menjadi 11,5 persen pada tahun 2008.
“Kesalahpahaman yang umum adalah membuat rentetan : bahwa manufaktur domestik sedang hilang,” laporan itu menyatakan.
“Ini persepsi yang salah ini didasarkan pada pengamatan konsumen sehari-hari produk buatan luar negeri terlihat pada rak-rak toko dan media fokus pada kehilangan pekerjaan di sektor ini. Tapi fakta-fakta tidak mendukung pandangan pesimistis ini.
Manufaktur di Amerika Serikat tetap vital dan penting bagi ekonomi AS dan kompetitif secara global.”
“Fakta-fakta dengan jelas menggambarkan bahwa manufaktur merupakan pusat masa depan ekonomi Amerika,” kata Emily Stover DeRocco, presiden The Manufacturing Institute.
“Amerika Serikat memiliki ekonomi manufaktur terbesar di dunia, memproduksi 1,6 triliun dolar AS dalam barang-barang setiap tahunnya. Pangsa pasar global manufaktur Amerika telah bertahan stabil di sekitar 22 persen selama 30 tahun ... Dan satu dalam enam pekerjaan AS di atau langsung terkait dengan manufaktur, yang masih membayar premi gaji dan tunjangan.” tambahnya.
Namun dalam hal ekspor manufaktur, Amerika Serikat adalah yang ketiga terbesar setelah Uni Eropa dan China, dan di atas tempat keempat Jepang, laporan menunjukkan.
Dalam hal pangsa pasar global dari ekspor manufaktur, pangsa AS menurun dari 19 persen pada tahun 2000 menjadi 14 persen pada tahun 2007, sedangkan pangsa China naik dari tujuh persen menjadi 17 persen, menurut data.

redaksi

Program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2

Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono periode 2009-2014 mengucapkan sumpah dalam upacara pelantikan di gedung Nusantara MPR/DPR Jakarta, Selasa (20/10) sekitar pukul 10.20 WIB.
Pengucapan sumpah tersebut disaksikan oleh Ketua Mejelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufik Kiemas dan Pimpinan MPR lainnya serta anggota MPR/DPR terpilih periode 2009/2014.
Sebelum dilakukan pengucapan sumpah, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim membacakan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai hasil pemilihan Presiden 2009.
Dalam petikan keputusannya, KPU menetapkan pasangan Yudhoyono-Boediono sebagai pemenang pemilihan presiden 2009 dengan perolehan suara sah nasional dari 33 provinsi sebesar 73,87 juta atau 60,80 persen suara.
Sementara, pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto menempati posisi kedua dengan hasil perolehan suara sah nasional sebesar 32,55 juta atau 26,79 persen suara, sedangkan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto meraih 15,81 juta atau 12,41 persen suara.
Acara tersebut dihadiri oleh lima kepala negara sahabat, yaitu dari Timor Leste, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Australia.
Dalam kesempatan itu juga hadir Wapres Jusuf Kalla, mantan Presiden Republik Indonesia B. J. Habibie dan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno.
Selain itu, sejumlah menteri kabinet Indonesia Bersatu pertama juga tampak hadir, diantaranya Mendagri Mardiyanto, Menpera Muhammad Yusuf Asy’ari, Mendag Mari E. Pangestu, dan Menhub Jusman Syafii Djamal.
Juga dihadiri oleh sejumlah utusan khusus negara sahabat, di antaranya Anggota Parlemen Jepang Kozo Watanabe, Anggota Parlemen Republik Korea Selatan Lee Sung Deuk, Menteri Perdagangan Selandia Baru Tim Grosser, Menteri Luar Negeri Filipina Alberto Gaitmatan Romulo, Menteri Lingkungan Hidup Amerika Serikat Lisa P Jackson , Utusan Republik Ceko Hynek Kmoniche, dan Menteri Energi Srilanka W. D. J. Senewiratne.

Program 100 Hari
Dalam pidatonya usai pengucapan sumpah jabatan di gedung MPR/DPR Presiden Yudhoyono mengungkapkan, selain menyiapkan program prioritas 100 hari pertama, pemerintah juga telah merancang program jangka menengah satu tahun dan jangka panjang 5 tahun.
‘’Kami telah menetapkan program 100 hari, satu tahun dan lima tahun ke depan,’’ katanya.
Menurut Yudhoyono, program kerja lima tahun difokuskan pada tiga hal penting yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat, penguatan demokrasi, dan penciptaan keadilan yang lebih baik.
Prioritas utama kesejahteraan rakyat akan dilakuakan dengan membangun ekonomi nasional yang berdasarkan keunggulan daya saing, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Presiden Yudhoyono menegaskan walaupun gejala perbaikan ekonomi dunia mulai terlihat, resesi dunia belum sepenuhnya berakhir.
Untuk itu Presiden mengingatkan seluruh lapisan masyarakat untuk tidak lengah dan masih banyak tugas besar yang belum selesai, ‘’Resesi dunia belum sepenuhnya usai, Harga minyak terus naik,’’ katanya.
Presiden menuturkan di tengah gejolak dan krisis politik, bangsa Indonesia tetap tegak sebagai negara demokrasi. Selain itu, di tengah krisis ekonomi pertumbuhan ekonomi nasional diprediksi positif dan menjadi terbesar ketiga di dunia.
Selain menekankan pentingnya kerja keras menghadapi tantangan ke depan, dalam kesempatan itu Presiden juga mengucapkan penghargaan kepada Muhammad Jusuf Kalla yang telah mendampinginya sebagai Wakil Presiden selama 5 tahun terakhir.

Redaksi

“Bom Waktu” Pipa Kodeco

Pemasangan pipa gas akan memunculkan permasalahan dan pasti menghambat aktivitas pengguna Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS). Pemasangan juga mengundang banyak pertanyaan, kenapa bisa terjadi ?
Awalnya, pada tahun 2007 PT Kodeco Energy Ltd memulai pemasangan pipa setebal 16 inci. Panjang pipa 60 kilometer dan dipakai untuk menyalurkan gas dari kilangnya di tengah laut Jawa sebelah utara Madura ke Gresik, Jawa Timur.
Ibaratnya, pipa Kodeco ini adalah bom waktu urat nadi perekonomian Jatim khususnya dan kawasan Indonesia Timur pada umumnya.
Lalu, kasus ini semakin muncul ke permukaan karena jalur pipa tersebut memotong APBS yang menjadi lintasan kapal-kapal ke Pelabuhan Tanjung Perak.
Lokasi pemotongan APBS itu di buoy 8 yang lebarnya cukup sempit atau hanya 100 meter, sehingga sampai sekarang lalu lintas di sana cukup padat.
Bahkan, permasalahan ini kian serius setelah mendapat laporan bahwa pipa yang telah dipasang teraliri gas dengan volume 25 ribu barrel per hari. Rata Penuh
Jelas, keberadaan aliran gas ini sangat berbahaya. Jika terjadi sedikit gesekan antara badan kapal dengan pipa saat melintas di alur yang terpotong jalur pipa, bisa terjadi peristiwa fatal.
Apabila itu benar terjadi, bisa mengakibatkan putusnya pipa bervolume gas tersebut. Kemudian, muncul ledakan.
Jika tidak disikapi segera, bisa saja ada kapal menabrak pipa gas bertekanan tinggi itu. Apalagi, setiap harinya ada 150 kapal yang melintas di perairan tersebut.
Untuk itu, sebagai langkah antisipasi permasalahan itu sejak 31 Juli lalu Adpel Tanjung Perak sudah menerbitkan Surat Edaran bernomor HH.534/01/20/AD.SBA.09. Surat itu memberitahukan adanya pemendaman pipa di Kilometer “Point” (KP) 35 dan KP 36.
Kedalaman pipa Kodeco itu 10,14 meter atau LWS (low water spring/pasang paling rendah) dan di kedalaman dasar laut 7,05 meter LWS, sehingga draft maksimal kapal yang bisa melintasi alur itu adalah yang 7 meter.
Kalangan pengguna jasa mengakui, pipanisasi gas di APBS berdampak lebih luas terhadap perkembangan perekonomian dan perdagangan di Jawa Timur. Selain mengganggu kegiatan keluar masuknya pelayaran untuk kebutuhan barang, juga akan terjadi timbulnya tambahan biaya (high cost) di pelabuhan.
Dengan terbatasnya volume muatan akan memicu diberlakukannya system asuransi untuk menutupi resiko atas barang yang diangkut. Biaya premi untuk menjamin keamanan akibat pipa gas itu mesti ditanggung eksportir maupun importir, sehingga ada biaya ekstra lagi, dan itu jumlahnya tidak sedikit.
Salah satunya jalan untuk mengurangi resiko, pipa gas tersebut harus direlokasi (pindah) sesuai dengan ketentuan sehingga tidak mengganggu kelancaran keluar masuknya kapal dengan muatan yang optimal.

Redaksi