Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

23 Desember 2009

Kawasan Ekonomi Khusus Dikembangkan Di 4 Daerah

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan Pemerintah akan mengembangkan empat koridor Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Koridor tersebut adalah Pantai Utara (Pantura), Pantai Timur (Sumatera), Kalimantan, dan Sulawesi. “Ini berbasis kekayaan alam di daerah bersangkutan,” ujar Hatta. Hatta mencontohkan Jalur Pantura yang akan difokuskan kepada sektor manufaktur dengan pendukung pelabuhan yang sudah modern untuk Pantai Timur Jawa.
Hatta menyatakan, akan mengembangkan industri hilir kelapa sawit yang selama ini menjadi basis industri di kawasan itu. KEK diharapkan dapat memberikan efek ganda yang besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Hatta menuturkan, pemerintah akan terlebih dulu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Undang-Undang KEK sebelum mengembangkan keempat koridor tadi. Peraturan turunan ini antara lain akan menetapkan kriteria bagi daerah untuk menjadi KEK.
Kriteria ini, katanya, antara lain mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan lahan, dan daya dukung ekonomi. Hatta lebih lanjut mengatakan, saat ini ada 20 lebih daerah yang mengajukan diri menjadi KEK.
“Daerah mengira pemerintah pusat akan langsung membangunkan begitu diajukan,” jelas Hatta.
Padahal, KEK akan dikembangkan melalui pola kemitraan pemerintah dengan swasta (Public Private Partnership / PPP) sehingga daerah-daerah yang mengajukan harus mempunyai daya dukung ekonomi memadai. Sebab itu, pemerintah lalu membuat kriteria yang akan dituangkan dalam PP tadi.
KEK ini termasuk dalam salah satu program 100 hari pemerintah, khususnya pada bidang investasi dan iklim usaha. Tema prioritas pada bidang ini yakni peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan KEK.

Perlu Dukungan
Sementara, pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) perlu melakukan pendukung utama diantaranya infrastruktur, birokrasi yang efektif, kepastian hukum dan tersedianya sumber daya manusia di daerah KEK. Tanpa itu semua, maka pembentukan KEK sama saja bohong.
Dengan adanya KEK, bisa menjadi kesempatan atau gerbang bagi pertumbuhan dan perkembangan sektor industri di tanah air. Jika tidak ada faktor-faktor yang memberi dukungan, maka KEK tidak bisa berkembang.
Faktor pertama pendukung KEK, kata dia, adalah ketersedian infrastruktur yang baik seperti pelabuhan, lapangan terbang, jalan raya, jambatan, listrik, gas dan lain-lain.
“Infrastruktur itu sangat penting sekali bagi terealisasinya KEK, kalau ada KEK tanpa ada infrastruktur sama saja bohong,” katanya.
Selain itu, faktor kedua adalah, perlu adanya pelayanan birokrasi yang cepat, tepat, murah terpadu. Ketiga adalah perlunya kepastian hukum, karena KEK memungkinkan proses ekspor impor harus lancar, juga kemungkinan terjadinya penyelundupan.
“Jadi kalau masuknya barang tidak termonitor dengan baik, kalau ada pelanggaran tidak ditindak cepat, maka sama saja bohong, salah satunya penyelundupan,” tegas.
Faktor penting yang terakhir adalah kemampuan pemda dalam mengantisipasi kebutuhan dari KEK, diantaranya sumber daya manusia.
“Jadi KEK sangat ketergantungan dari yang tadi itu, tanpa itu saja bohong,” ujarnya.
Semua faktor-faktor tadi perlu dipebaiki, karena pelaksanaan KEK untuk wilayah Jawa relatif masih bisa terpenuhi tetapi jika diterapkan di luar Jawa dengan kondisi saat ini sangat sulit dilakukan, terutama untuk pelayanan birokrasi, sehingga perlu sekali pelayanan satu atap.
“Makanya lembaga pemerintah daerah harus rela menyerahkan kewenangannya,” katanya.

Surga Investasi
RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) telah disahkan sebagai UU oleh DPR. Dalam waktu 1-2 tahun kedepan pemerintah Indonesia tengah menyiapkan lahan-lahan KEK sebagai surga investasi dalam memanfaatkan pemulihan krisis global. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam sambutan di sidang paripurna, mengatakan persiapan pembentukan KEK pada krisis global justru menguntungkan karena memberikan waktu yang cukup bagi Indonesia dalam menyiapkan pembentukan KEK.
“Apabila dalam kurun waktu 1-2 tahun mendatang kita dapat mewujudkan pembentukan KEK, maka Indonesia akan siap menyambut pulihnya perekonomian global dengan penyedian lokasi-lokasi tujuan investasi baru,” kata Mari.
Mengenai banyaknya pengajuan proposal pembentukan KEK oleh 22 daerah, dikatakan Mari, pemerintah mengharapkan agar masing-masing daerah untuk melakukan kajian mendalam terhadap masing-masing usulan dengan kreteria dan persyaratan KEK yang lebih mendalam. Hal ini untuk lebih memastikan keyakinan tentang prospek keberhasilan KEK yang diusulkan oleh masing-masing daerah.
Pasca resminya KEK menjadi undang-undang, maka pemerintah akan segara melakukan sosialisasi UU KEK, merumuskan seluruh perangkat peraturan perundangan dalam waktu selambatnya 1 tahun. Selain itu juga menyusun rencana induk KEK dengan memperhitungkan potensi pengembangan dan peluangnya berdasarkan perkembangan perekonomian regional dan global dan melakukan evaluasi terhadap usulan 22 KEK yang telah disampaikan.
“Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan selama 5 tahun kedepan sudah dibentuk beberapa KEK yang diharapkan mampu menjadi lokomotif baru perekonomian nasional,” harapnya.

Redaksi

Sampai Akhir 2009, BI Rate Tetap 6,5 Persen

Bank Indonesia (BI) memperkirakan level suku bunga acuan (BI Rate) belum akan berubah dari posisi saat ini sebesar 6,5 persen hingga akhir tahun 2009. Perubahan level Bi Rate masih menunggu sinyal-sinyal pemulihan global di akhir semester I-2010.
Pjs Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan, bahwa bank sentral tidak ingin buru-buru menurunkan BI Rate lebih jauh lagi dalam dua bulan belakangan ini walapun masih ada ruang.
Sebetulnya kita hanya tidak ingin buru-buru menurunkan BI Rate lebih jauh lagi, karena nantinya kita juga tidak ingin BI Rate yang diturunkan kemudian harus naik lagi,” ujarnya.
Ia mengatakan, hal ini nantinya diharapkan akan membuat lebih stabil lagi sisi moneter. “Walaupun nanti kursnya (nilai tukar rupiah) mungkin saja terpengaruh aliran dana tapi dari sisi bunga kita tidak ingin lebih terbuka,” tuturnya.
Ditempat yang sama Deputi Gubernur BI, Hartadi A Sarwono mengatakan tingkat BI Rate yang terus stagnan merupakan kebijakan moneter yang disebut sebagai forward policy.
“Itu karena kita melihat tingkat inflasi di posisi 5 persen sampai 6 persen kedepan,” ungkapnya.
Meskipun, lanjut Hartadi, saat ini inflasi masih dibawah 3 persen namun kita melihat kedepan. “Dengan acuan BI Rate 6,5 persen dan inflasi di 2010 5 persen sampai 6 persen kita masih bisa stay,” jelasnya.
Tapi, menurut Hartadi jika nanti bulan Desember 2009 dan Januari 2010 terjadi shock yang akan mengadjusted kebijakan moneternya tapi kebalikannya atau lebih baik dari yang kita perkirakan maka di 2010 BI Rate akan diturunkan.
“Perkiraan kita di triwulan I-2010 tidak akan ada kenaikan (inflasi) tetapi baru ada kenaikan di triwulan II-2010 yang sejalan dengan penguatan global. Itukan membawa tekanan demand yang tinggi dari sisi suplai dan tekanan nantinya kepada harga,” papr Hartadi.
Akhir triwulan II-2010, lanjut Hartadi, pertumbuhan ekonomi global akan pulih khususnya Amerika Serikat.
“Pertumbuhan ekonomi AS itu cenderung tidak secepat yang diperkirakan, maka inflasi pun tidak sebesar yang kita perkirakan sehingga mungkin bisa turun lagi (BI Rate). Tapi jika pemulihan cepat maka nanti akan berbeda, tidak bisa dijawab saat ini,” kata Hartadi.
Diyakini BI Rate akan mempertahankan di level 6,5 persen. Hal itu didasarkan pada capaian inflasi Oktober yang ternyata masih rendah hanya 0,19 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Oktober 2009 sebesar 0,19 persen. Inflasi tahun kalender dari Januari hingga Oktober 2009 sebesar 2,48 persen, dan inflasi year on year sebesar 2,57 persen. Angka tersebut masih jauh dari target inflasi 2009 yang sebesar 4 persen.
Angka inflasi Oktober tersebut cukup mengejutkan karena konsensus memperkirakan inflasi year on year sebesar 2,83 persen. Rendahnya inflasi itu terutama disebabkan karena turunnya inflasi bahan makanan secara month to month .
“Penurunan inflasi harga makanan untuk Oktober sejalan dengan ekspektasi pada akhir Idul Fitri. Namun kami terkejut bahwa penurunan ongkos transportasi antara kota, BBM dan tarif angkutan KA dan udara memicu deflasi pada komponen transportasi,”.
Hal senada disampaikan Helmi Arman yang menyatakan angka itu lebih rendah dari ekspektasi dan konsensus, terutama berkat turunnya tarif transportasi dan bahan makanan.
“Tapi ini berarti tidak ada lagi deflasi pasca Ramadan akan terjadi lagi pada November. Inflasi bulanan pada bulan depan kemungkinan akan meningkat secara normal,” jelasnya.
Dengan melihat rendahnya inflasi itu, BI diperkirakan mempertahankan lagi BI Rate di kisaran 6,5 persen.
“Kami berpikir BI akan mempertahankan batas kebijakan moneter ‘netral’ dan menghindari setiap sinyal dari strategi keluar dalam beberapa pertemuan ke depan. Kami tidak mengharapkan ada tanda kebijakan yang agresif hingga awal tahun depan,” ujarnya.

Sulit Berlanjut
Bank Indonesia (BI) memperkirakan penurunan tingkat BI Rate dari level 6,5 persen saat ini akan sulit berlanjut karena proyeksi inflasi 2010 yang akan naik dan juga kenaikan harga minyak dunia yang terus terjadi.
Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono, melihat inflasi bukan dari bulan ke bulan, inflasi meskipun turun kami melihat ada tekanan inflasi di 2010, yaitu kalau sekarang 6,5 persen itu bisa dikatakan room (ruang penurunan BI Rate) semakin terbatas. Belum lagi harga minyak naik.
Meskipun begitu, Hartadi mengatakan tingkat inflasi pada bulan Oktober ini akan rendah, jika pada September month on month (mom) mencapai 1 persen, maka pada Oktober ini akan turun menjadi 0,25 persen. “Untuk yoy di bawah 3 persen, itu bagus berarti efek dari lebaran sudah hilang. Bisa naik sedikit pada Desember tapi harapan kami tidak setinggi waktu lebaran. Biasanya kenaikan itu tahun baru dan natal,” tuturnya.
Sementara itu mengenai penguatan rupiah yang terjadi, Hartadi mengatakan penguatan rupiah yang terjadi pada saat ini masih wajar karena sesuai dengan fundamental perekonomian Indonesia.
“Kami melihat kecepatannya kalau level itu ditentukan fundamentalnya, kalau memang fundamental memungkinkan dia menguat, dia akan menguat terus, tapi yang penting jangan menguat terlalu cepat. Penguatan yang sekarang makin oke,” tutupnya.

Redaksi

Sri Mulyani : Stimulus Fiskal Akan Dilanjutkan Di 2010

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, program stimulus fiskal akan tetap dilanjutkan pada tahun 2010 untuk proses pemulihan ekonomi yang terpukul oleh krisis keuangan global.

Penerusan program stimulus fiskal di 2010 ini merupakan pernyataan bersama para Menteri Keuangan di negara-negara yang tergabung dalam Asia-Pacific Economy Cooperation (APEC) terkait kebijakan stimulus fiskal dan exit strategy .
“Stimulus fiskal, program yang diluncurkan untuk mencegah anjlokan perekonomian di tingkat lebih dalam, dilanjutkan hingga 2010. Namun, kami sepakat agar dipersiapkan strategi untuk keluar dari ketergantungan stimulus,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan perlu adanya kebijakan reformasi struktural baru di luar stimulus fiskal dan moneter untuk menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dalam pertemuan APEC tersebut, disepakati pemberian dana stimulus tidak akan dihentikan sampai perekonomian benar-benar sudah aman. Paket stimulus dianggap penting untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi yang terpukul oleh krisis keuangan global yang berawal dari Amerika Serikat.
Paket stimulus ekonomi diharapkan tidak hanya berdampak positif terhadap negara yang menjalankannya, tetapi juga terhadap negara lainnya.
Selain memuat pandangan terkait kebijakan stimulus fiskal dan exit strategy , terdapat beberapa poin penting yang juga menjadi kesepakatan para menteri keuangan, yakni terkait dengan reformasi untuk mendukung pertumbuhan yang kuat, berkesinambungan dan seimbang, serta memperkuat sistem keuangan dan fasilitas pendanaan untuk pertumbuhan berkelanjutan.
Sri Mulyani juga menegaskan perlunya kewaspadaan terhadap tiga tantangan yang akan dihadapi negara berkembang termasuk Indonesia, yaitu fluktuasi kurs, arus modal, dan harga komoditas.
Diakui, stimulus yang diberikan pemerintah kepada sejumlah sektor industri tidak bisa membantu peningkatan penjualannya. Pasalnya, dengan permintaan global yang melemah ditambah permintaan domestik yang tidak bisa ditutup dari pemberian stimulus.
“Karena permintaan global yang turun tajam ditandai oleh ekspor yang negatif 19 persen, itu tidak bisa seluruhnya dikompensasi oleh permintaan domestiknya. Oleh karena itu memang tidak bisa dihindari,” katanya
Menurutnya, stimulus fiskal yang diberikan pemerintah hanyalah salah satu proyek yang ditujukan untuk membantu dunia usaha. Namun, ia menambahkan, pada triwulan III 2009 masih terjadi perlambatan permintaan global yang ditandai dengan menurunnya ekspor.
“Untuk beberapa industri manufaktur yang sifatnya ekspor oriented akan terlihat pada kuartal 3 dan 4 ini menunjukkan indikator kontraksi,” ungkapnya.
Seperti diketahui, ekspor Indonesia hingga September mencapai 80,13 miliar dollar AS atau turun 25,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara bulan ke bulan (month to mont), ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,75 persen.
Ia menambahkan, meskipun pemerintah sudah memberikan stimulus kepada sektor riil, namun rendahnya permintaan global membuatnya menjadi tidak terlalu membantu.

Penyerapan Stimulus
Penyerapan stimulus fiskal infastruktur di 2009 sampai dengan akhir Oktober 2009 belum mencapai 50 persen dari total dana sebesar Rp 11,549 triliun.
Berdasarkan data dari Bappenas yang disampaikan Deputi Bappenas Bambang Widianto dari alokasi anggaran sebesar Rp 11,549 triliun penyerapan anggaran stimulus baru mencapai 42,10 persen atau sebesar Rp 4,862 triliun. Perkiraan penyerapan stimulus fiskal sendiri sampai akhir Desember 2009 sebesar 90,37 persen.
Dari data tersebut, Kementerian Negara Perumahan Rakyat memiliki angka penyerapan paling besar yaitu 58,37 persen. Sedangkan Departemen Pertanian, Kementerian Negara BUMN, dan Bendahara Umum Negara belum ada penyerapan anggaran.
Departemen Pekerjaan Umum telah menyerap 50,12 persen, Departemen Perhubungan 37,19 persen, Departemen ESDM 43,60 persen, Departemen Kelautan dan Perikanan 13,31 persen, Depnakertrans 14,76 persen, Depkes 28,37 persen, Depdag 17 persen, lalu Menkop dan UKM 28,56 persen.
Untuk Departemen Pertanian anggarannya diputuskan untuk masuk APBN-P 2009. Untuk Bendahara Umum Negara, alokasi subsidi bunga air bersih sebesar Rp 15 miliar masih belum mendapat persetujuan dari Departemen Keuangan. Hal ini disebabkan belum diterbitkannya Peraturan Presiden yang mengatur subsidi bunga air bersih.
Kementerian Negara BUMN (untuk KUR) penyerapan stimulus terganggu karena belum adanya Peraturan Pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah untuk menyalurkan dana melalui PT. Askrindo dan Jamkrindo.
Saat ini draft peraturan pemerintah dimaksud telah dikirim oleh Menteri Keuangan ke Menteri Sekretaris Negara. Penyerapan yang rendah ini mengecewakan, padahal tujuan stimulus ini diberikan adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari imbas krisis ekonomi global yang terjadi.

Redaksi

Kinerja Industri Belum Normal, Implementasi FTA Bisa Perlebar Defisit Perdagangan

Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Inovasi dan Produktivitas Ahmad Safiun memprediksikan, kinerja industri pada tahun depan masih akan dibayangi ketidakpastian sehingga kinerja ekspor masih akan melemah dibandingkan dengan kondisi 2008.
Apalagi pada 2010 kesepakatan FTA (free trade agreement/ perjanjian perdagangan bebas) antara Asean dan China diimplementasikan. Industri manufaktur bisa sangat terpukul. Defisit perdagangan bisa semakin lebar,” katanya.
Pada periode 2004-2008, jelasnya, neraca perdagangan tumbuh negatif dengan rerata pertumbuhan -17,96 persen di mana sektor manufaktur berkontribusi paling besar terhadap defisit tersebut dengan pertumbuhan -11,69 persen.
Dalam kurun waktu yang sama, lanjutnya, pertumbuhan ekspor rata-rata hanya mencapai 17,18 persen, jauh di bawah rerata pertumbuhan impor yang mencapai 25,83 persen sehingga berpotensi menjadikan Indonesia sebagai negara net importer.
Perbaikan kinerja industri manufaktur pada kuartal III/2009 dinilai sebagian kalangan tidak normal (anomali) karena realisasi PDB industri pengolahan tumbuh sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor usaha lainnya.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih berpendapat, industri manufaktur dapat tumbuh dengan baik apabila pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor ini terhadap berbagai sektor usaha lainnya lebih tinggi.
“Kalau pertumbuhan sektor manufaktur lebih rendah dibandingkan dengan berbagai sektor lain, berarti ada masalah serius,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan industri pada kuartal III/2009 hanya 2,8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertanian yang sebesar 7,3 persen, sektor konstruksi (5,5 persen), transportasi dan komunikasi (5,1 persen), dan sektor perdagangan hotel serta restoran (4,6 persen).
Pada periode itu, empat sektor usaha tersebut bahkan mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,2 persen. Menurut BPS, kencangnya pertumbuhan sektor pertanian dipicu pertumbuhan yang cukup tinggi pada subsektor perkebunan yang mencapai 26,2 persen.
Pada sisi lain, rendahnya pertumbuhan industri justru dipicu melemahnya ekspor dan masih besarnya ketergantungan terhadap impor barang modal serta bahan baku/penolong. Kondisi ini, lanjut Sri, membuat sektor manufaktur pada kuartal III/2009 tumbuh tak berkualitas.
“Pertumbuhan industri selama kuartal III hanya didorong oleh sektor konsumsi sedangkan tambahan investasi nyaris tidak ada. Pertumbuhan industri seperti ini tidak akan kokoh sehingga rentan mengalami pembalikan pada periode selanjutnya. Terlalu dini jika kita mengatakan industri nasional tumbuh membaik. Konsekuensi sosial ekonomisnya sangat berat,” kata Sri.
Keadaan itu sejalan dengan pemaparan BPS yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III sebagian besar hanya ditopang oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 2,6 persen, sedangkan komponen pembentukan modal tetap bruto-yang mencakup investasi-hanya tumbuh 0,9 persen.
Ironisnya, kontribusi ekspor produk manufaktur pada periode itu justru anjlok 4 persen sedangkan impor barang dan jasa tumbuh negatif 7,4 persen. “Pertumbuhan yang hanya didominasi belanja konsumen [domestik] tidak akan bertahan lama menyusul masih tingginya risiko inflasi dan pelemahan daya beli konsumen global yang mengancam pertumbuhan ekspor,” jelasnya.
Pada periode itu, komponen ekspor hanya berkontribusi 23,5 persen terhadap total PDB atas harga berlaku (2009) Rp1.452,5 triliun. Kontribusi itu lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama 2008 sebesar 28,9 persen.

Target Pertumbuhan
Industri manufaktur diperkirakan dapat tumbuh 4,8 persen dalam lima tahun ke depan atau pada 2010-2014. Angka tersebut jauh lebih rendah dari proyeksi berdasarkan potensi pertumbuhan jangka panjangnya yang sebesar 7,5 persen.
Skenario lebih optimistis berdasarkan kecenderungan yang terjadi belakangan memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur rata-rata 5,4 persen per tahun dengan pertumbuhan ekonomi 6,9 persen. Kadin menetapkan target pertumbuhan berdasarkan skenario optimistis tersebut.
Selama periode 2010-2014, industri manufaktur nonmigas akan tumbuh semakin mendekati pertumbuhan PDB. Pertumbuhan industri manufaktur dipacu oleh pertumbuhan industri alat angkut, mesin, dan peralatannya, industri makanan dan minuman, industri pupuk dan industri tekstil dan produk tekstil.
Manufaktur nonmigas ditargetkan berperan makin penting sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi pada 2010-2014 dan industri alat angkut, mesin dan peralatannya dan mamin tetap menjadi andalan pertumbuhan industri manufaktur nonmigas pada 2010-2014.
Adapun tiga misi utama industri nasional pada road map 2015 adalah pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen, peningkatan daya saing produk industri nasional, serta penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Untuk mewujudkan tiga misi utama industri nasional tersebut diperlukan tiga kebijakan strategis berupa restrukturisasi industri nasional (peremajaan mesin dan peralatan untuk meningkatkan produktifitas), reorientasi kebijakan ekspor bahan mentah, dan integrasi pasar domestik untuk memperkuat basis industri nasional.
Pemerintah bertekad menggandakan pertumbuhan industri manufaktur melalui upaya revitalisasi untuk mendorong kinerja ekspor pada tahun depan.
Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, pertumbuhan industri manufaktur sekitar 2,67 persen pada kuartal III-2009 masih terlalu rendah. “Sekarang harus cepat didouble- kan,” paparnya.
Pertumbuhan industri manufaktur yang cepat diperlukan untuk merespons kenaikan permintaan impor negara-negara maju pada tahun depan seiring pemulihan ekonomi global.
Industri manufaktur pada kuartal III-2009 hanya tumbuh 0,02 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini, terutama tampak pada industri manufaktur berbasis ekspor.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat fenomena ini wajar lantaran permintaan impor dari negaranegara maju anjlok sejak terkena krisis keuangan global.
Hatta berharap pertumbuhan industri manufaktur akan membaik pada kuartal IV-2009. Hatta memperkirakan pertumbuhan ekonomi juga akan mencapai puncaknya pada kuartal IV-2009 dan secara keseluruhan diprediksi mencapai 4,3 persen.
Hatta optimistis target pertumbuhan ekonomi 4,3 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2009 bisa tercapai mengingat konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh di atas lima persen.
Belanja pemerintah juga akan terus naik pada kuartal akhir, termasuk stimulus fiskal. Terkait stimulus, Hatta sudah meminta seluruh kementerian/lembaga penerima stimulus untuk menggenjot penyerapannya.
“Syukur-syukur di atas 95 persen realisasinya, “paparnya.
Sementara itu, Kepala ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, ada peningkatan kepercayaan konsumen selama Oktober lalu terhadap kemampuan pemerintah melaksanakan tugas-tugasnya.
Setelah menurun pada survei sebelumnya, Indeks Kepercayaan Konsumen terhadap Pemerintah (IKKP) naik 0,67 persen menjadi 114,2 pada Oktober. Sedikitnya ada tiga komponen pembentuk IKKP yang tercatat meningkat, yakni indeks yang mengukur kemampuan pemerintah menjaga stabilitas harga, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menjaga keamanan.
Namun, dua komponen lainnya, yakni indeks yang mengukur kemampuan pemerintah untuk menegakkan hukum dan menyediakan sarana umum menurun. Selain itu, dalam risetnya, Danareksa Research Institute menyebutkan, optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian nasional selama Oktober kemarin mengalami penurunan. Disebutkan, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada Oktober turun 0,1 persen dari bulan sebelumnya.
Menurut Purbaya, penurunan tipis tersebut menunjukkan sedikit kekhawatiran konsumen terhadap kondisi perekonomian saat ini.”Kekhawatiran ini terutama terhadap tingginya harga bahan makanan pokok dan makanan jadi,”ujarnya.
Kendati begitu, dia melanjutkan, jumlah konsumen yang mengkhawatirkan tingginya harga bahan makanan semakin berkurang,yakni dari 62,9 persen pada September menjadi 54,2 persen pada Oktober lalu. Tetapi, Purbaya mengingatkan,hal ini tetap menjadi faktor penting yang memengaruhi keadaan ekonomi lokal konsumen dalam tiga bulan terakhir. Dana reksa juga mencatat ada penurunan minat beli konsumen terhadap barang tahan lama dalam enam bulan mendatang.
Hal ini sejalan dengan turunnya ekspektasi ketersediaan lapangan kerja di masa mendatang.Menurut survei, konsumen yang berencana membeli barang-barang tahan lama dalam enam bulan mendatang turun dari 24,8 persen pada September menjadi 22,7 persen Oktober lalu.

Redaksi

Pembenahan Ekspor jadi Prioritas, Sistem Perizinan Perdagangan Online Pada 2010

Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Mari Elka Pangestu membuat program 100 hari kerja dengan membenahi penyebab ekonomi biaya tinggi dan inefisiensi produk ekspor. “Kami akan berusaha mengurangi ekonomi biaya tinggi dan [membenahi] kelancaran arus lalu lintas barang yang telah menjadi prioritas selama ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan tidak ingin mendahului program kerja 100 hari oleh Kabinet Indonesia Bersatu,
tetapi Departemen Perdagangan berdasarkan rencana kerja dalam 100 hari pertama akan meningkatkan ekspor dan pasar tujuan ekspor.
Ajang pameran Trade Expo Indonesia 2009, lanjutnya, akan menjadi ajang untuk mendatangkan pembeli asing ke pameran tersebut. Menurut Mari, Departemen Perdagangan dalam waktu dekat akan mengirimkan misi dagang ke pasar nontradisional, Rusia dan Afrika.
Selain itu, Depdag akan melakukan Joint Commission dengan Irak. Negara itu, menurut dia, merupakan pasar yang susah, tetapi negara tersebut dalam proses pembangunan sehingga memerlukan banyak bahan konstruksi dan produk jasa lainnya.
Menurut dia, Depdag bersama dengan departemen lain akan melakukan koordinasi untuk membuat klaster produk ekspor yang menjadi andalan.
Mari menambahkan perlu untuk memperkuat perdagangan dalam negeri dan stabilitas bahan pokok yang selama ini dikoordinasikan di bawah Menko Perekonomian, seperti menyempurnakan peraturan tentang gula dan pupuk pada 2010. Kebijakan distribusi pupuk bersubisdi, kata dia, ke depan akan diubah agar langsung tepat sasaran kepada petani.
Pemberdayaan pasar tradisional dan realisasi anggaran termasuk penyerapan stimulus renovasi pasar, lanjutnya, akan dipercepat sehingga dapat selesai pada akhir tahun.
Hal penting lain, kata dia, perlu meningkatkan kerja sama dengan pemegang saham dan pemerintah daerah untuk pengelolaan pasar. Hal ini tidak hanya melibatkan pusat tetapi harus melibatkan mitra-mitra pemerintah seperti bank dan lembaga lain.
Di tingkat kerja sama internasional, dalam jangka pendek akan melakukan pertemuan konferensi tingkat tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (KTT APEC), Asean dan Organisasi perdagangan Dunia (WTO). “Intinya selama ini kami yang berkoordinasi dengan departemen lain.”
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sutan Asril Amir mengatakan, Mari Elka Pangestu merupakan menteri dari profesional yang selama ini mampu menjembatani kepentingan para eksportir. “Kami selalu diajak bicara saat hendak mengeluarkan kebijakan yang menyangkut ekspor.”
Sekretaris Ditjen Perdagangan Luar Negeri Depdag Syahrul Sampurnojaya mengatakan, dipilihnya Mari untuk kembali menjadi Menteri Perdagangan akan semakin bagus, karena tinggal melanjutkan program yang sudah ada.
“Akan semakin mudah, karena tinggal melanjutkan saja program yang ada. Sudah dibuat program untuk 100 hari pertama,” ujarnya.
Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Hesti Indah Kresnarini mengatakan, program telah disusun sehingga tinggal meningkatkan program saja. “Salah satunya untuk meneruskan membuka pasar ekspor di Rusia dan Afrika,” ujarnya.
Rencana tahun depan akan ada restrukturisasi BPEN untuk menjadikan badan itu lebih kepada fungsi pelayanan bagi para eksportir dan buyer.

Perizinan
Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu menargetkan sistem perizinan perdagangan dalam dan luar negeri akan sepenuhnya online pada 2010.
“INATRADE, layanan perizinan single window yang ada di Depdag itu sudah selesai sebetulnya, tapi belum semuanya online. Target untuk tahun depan semua harus bisa online. Itu juga diharapkan bisa mengurangi cost of doing business,” katanya.
Saat ini, dari 74 jenis perizinan yang diterbitkan oleh Direktorat Impor, Depdag baru 50 yang dilayani secara online melalui situs INATRADE. Sedangkan, perizinan ekspor masih dalam tahap pengembangan untuk dilayani secara online.
INATRADE merupakan salah satu sistem perizinan yang menjadi bagian dari National Single Window (NSW). NSW merupakan sistem layanan ekspor impor online terpadu antar berbagai instansi.
Saat ini, Indonesia sedang melakukan ujicoba NSWB dengan Filipina, sebelumnya juga telah dilakukan ujicoba pertukaran Surat Keterangan Asal (SKA) dengan Malaysia.
ASEANB menargetkan terhubungnya NSW masing-masing anggota menjadi ASEANB Single Window (ASW) pada akhir 2009 ini. Namun, hingga kini masih terjadi perdebatan antar negara anggota ASEAN terkait sistem.
“Saya baru mendapat laporan bahwa ada perdebatan soal sistemnya, antara menggunakan federal system atau sistem yang seragam dengan pola inter-operability. Yang penting bagaimana sistem ini bisa jalan, yaitu dengan inter-operability,” jelasnya.
Mendag berharap dengan inter-operability maka Singapura yang sebelumnya merasa keberatan menyamakan sistem kepabeanannya dengan negara ASEANB lain akan bersedia bergabung membentuk ASW.

Redaksi

Tokek, Komoditas Ekspor Yang Menjanjikan

Mungkin tak banyak yang menyangka bahwa tokek ternyata bernilai jual tinggi. Bahkan, hewan yang sefamili dengan cecak itu telah menjadi komoditas ekspor yang sangat menjanjikan karena omzetnya bisa mencapai miliaran rupiah.
‘’Sekali transaksi, saya bisa mengantongi uang ratusan juta rupiah. Bahkan hingga miliaran rupiah,’’ ungkap David Hendra, pria kelahiran Probolinggo, 24 November 1957 di kediamannya, Jl Puspowarno Tengah, Semarang Barat.
Hendra menjelaskan, tokek yang bernilai jual tinggi itu memang bukan sembarang tokek. Beratnya per ekor harus lebih dari 3,5 ons. ‘’Umumnya berat tokek di bawah 2 ons. Itu tak laku dijual. Kalaupun dijual, paling hanya laku Rp 2 ribu-Rp 3 ribu per ekor buat obat,’’ jelasnya.
Dia menambahkan, tokek dibagi tiga jenis: tokek hutan, tokek batu, dan tokek rumah. Masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan. Namun, di antara tiga jenis tokek itu, tokek rumah paling mahal.
Untuk tokek rumah seberat 5 ons - 5,9 ons, harganya bisa mencapai Rp 250 juta per ons, sehingga per ekor bisa laku sampai Rp 1 miliar. ‘’Bahkan, tokek dengan berat lebih dari 5,9 ons dihargai Rp 500 juta per ons,’’ tuturnya.
Untuk jenis tokek lain, lanjut dia, harganya memang tak setinggi tokek rumah. Tokek batu misalnya, harganya hanya Rp 5 juta per kg dan harga tokek campuran cuma seperempat harga tokek rumah. ‘’Tokek batu itu besar-besar. Seekor bisa lebih dari 1 kg,’’ ujarnya.
Karena harganya yang sangat menggiurkan, wajar saja bisnis tersebut sekarang menjadi santapan empuk para tukang tipu. Modus penipuannya bisa dilakukan dengan pemberian obat, makanan, atau alat pemberat lain yang mampu meningkatkan berat badan tokek. ‘’Pernah ada yang memasukkan gotri (pelor) di tubuh tokek biar beratnya tambah,’’ ceritanya.
Untuk jaringan ke bawah, mulai para penjual dan pengumpul, Hendra menggunakan cara tersendiri guna mencegah penipuan. Yakni, penjualan melalui foto serta pembayaran melalui beberapa tahap.
‘’Usaha dengan omzet miliaran seperti ini rawan penipuan. Kalau tidak cermat, akan mudah ditipu makelar. Karena itu, saya punya cara sendiri untuk mengatasi penipuan,’’ ujarnya.
Untuk pembelian dari pengumpul atau pemilik, Hendra menggunakan tiga tahap pembayaran untuk menghindarkan penipuan. Pertama, pernyataan kesanggupan dengan membayar sejumlah tertentu. Lalu, selama beberapa hari, dia mengamati kondisi kesehatan tokek. Jika tokek tetap sehat, dirinya baru membayar uang muka. Baru setelah beberapa minggu dipastikan tokek dalam keadaan aman dan sehat, dia membayar lunas harga yang disepakati.
‘’Tentunya, kita harus lebih cerdas dari para penipu. Saya sudah punya pengalaman ditipu orang. Itu menjadi pengalaman paling berharga,’’ kata pria yang sehari-hari mengendarai Honda Jazz merah tersebut.
Hendra menambahkan, mayoritas tokek dijual ke luar negeri. Namun, dengan alasan bisnis, dia enggan menyebutkan negara-negara pengimpor tokek asal Indonesia itu. ‘’Ya pokoknya dibeli orang luar sana, Mas,’’ tegas bapak empat anak itu.
Di luar negeri, tokek yang beratnya lebih dari 3,5 ons digunakan untuk bahan penelitian. Termasuk untuk menciptakan obat-obatan, pembuatan senjata biologi, serta kepentingan teknologi biologis lainnya. ‘’Tokek untuk pengembangan teknologi ke depan tidak akan surut. Justru permintaan akan semakin tinggi,’’ ujarnya optimistis.
Untuk mengembangkan bisnis tersebut, selain di Semarang, kini Hendra telah mampu membuka lima kantor pemasaran. Yakni, di Bekasi, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Jakarta. Kantor cabang tersebut, selain untuk bisnis tokek, juga dimanfaatkan Hendra untuk bisnis lain yang ditekuni lebih dulu. Yaitu, membuka kursus bahasa, pembuatan website, serta bisnis handphone dan komputer.

Redaksi

Faisal Basri : Perdagangan Dunia Dorong Ekspor Indonesia, Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh 6 Persen

Perekonomian Indonesia bisa tumbuh hingga 6 persen tahun 2010. Dengan demikian, target pemerintah bahwa ekonomi akan tumbuh pada level 5 - 5,5 persen pada tahun 2010 adalah target
yang bisa dicapai.
“Pertumbuhan 4 persen pada tahun 2009 sudah di tangan. Dengan demikian, tahun depan harus tumbuh 6 persen. Kalau 5,5 persen itu menunjukkan tidak ada keinginan untuk kerja keras,” ujar ekonom Faisal Basri di Jakarta, dalam Seminar bertema “Outlook 2010 : Prospek Politik dan Ekonomi Indonesia” .
Menurut Faisal, ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi daripada perkiraan pemerintah karena kondisi ekspor-impor di negara lain mulai pulih. Perdagangan dunia bisa mendongkrak ekspor Indonesia. Atas dasar itu, pertumbuhan terendah tahun 2010 adalah 5,4 persen. Namun, jika semua program unggulan selesai, seperti layanan elektronik terpadu kepabeanan ekspor-impor / National Single Windows (NSW) jalan dan Pelabuhan Tanjung Priok aktif 24 jam, ekonomi bisa tumbuh 6 persen.
Untuk itu, sektor manufaktur harus terus didorong tumbuh dari 1,3 persen menjadi 3,5-4 persen. Selain itu, kebutuhan investasi senilai Rp 2.000 triliun harus bisa terpenuhi, yang terdiri dari perbankan Rp 400 triliun, investasi asing 10 miliar dollar AS (naik dari posisi sekarang hanya 1 miliar dollar AS), maupun tarikan pasar modal untuk menyerap dana asing Rp 500 triliun.
“Rata-rata kebutuhan dana investasi pada lima tahun mendatang adalah Rp 2.900 triliun per tahun. Selain itu, investasi asing juga harus masuk 10 miliar dollar AS karena berdasarkan pengalaman, sebagian besar investasi asing ini akan masuk ke manufaktur kita,” ujar Faisal.
Indonesia sebaiknya tidak cepat berpuas diri dengan catatan pertumbuhan ekonomi yang tetap positif 4,5 persen tahun 2009 pada saat negara lain didera krisis sehingga mengalami pertumbuhan negatif. Sebab, negara dengan pertumbuhan negatif justru telah melampaui Indonesia, misalnya Jepang, yang sudah pulih dari pertumbuhan negatif menjadi positif 4,8 persen.
“Seharusnya dengan pertumbuhan positif 4,5 persen, Indonesia bisa melakukan lebih tinggi lagi,” ujar Faisal.
Secara terpisah, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Darmawan mengatakan, “Kalau ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen, kita mesti menggalang investasi dari luar. Tidak bisa hanya investasi domestik.”
Menurut Johnny, investasi baru tersebut perlu didorong ke arah penyediaan infrastruktur, seperti jalan dan pembangkit listrik. Sektor otomotif bisa menjadi lokomotif penggerak untuk memecahkan masalah pengangguran.

Redaksi


Perhutani Unit II, Ekspor Perdana GONDORUKEM Ke Korea Selatan

Perhutani Unit II Jawa Timur melaunching ekspor perdana Gondorukem (gum rosin) asal Bahan Baku Industri (BBI) dari luar Kawasan Perhutani Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) industri non kayu Surabaya, sebanyak 15 kontainer dengan negara tujuan Korea Selatan.
Pabrik gondorukem/gum rosin dan terpentin (PGT) milik Perum Perhutani merupakan satu-satunya di Indonesia yang memproduksi gondorukem dan terpentin.
Di Jawa Timur sendiri terdapat 3 lokasi PGT yaitu PGT Sukun, Ponorogo pemasok BBI getah KPH Lawu Ds, KPH Jombang. PGT, Jember pemasok BBI getah KPH Probolingo, KPH Jember, KPH Bondowoso, KPH Bwi. Barat, Selatan dan Utara. PGT Rejowinangun, Trenggalek pemasok BBI getah KPH Kediri, KPH Blitar, KPH Malang, KPH Pasuruan. Dari ke tiga PGT tersebut semuanya telah menerapkan system manajemen mutu ISO 9001:2000, sebagai bukti komitmen untuk memenuhi kepuasan pelanggan serta selalu melakukan upaya perbaikan yang berkelanjutan.
Kepala Perhutani Unit II Jawa Timur Ir. Miftahudin Afandi, mengemukakan, dipilihnya produk non kayu ini karena semenjak tahun 1998 hingga 2000 kami prihatin terhadap terjadinya penjarahan hutan.
“Untuk itu lalu kami berinovasi melakukan ekspor non kayu supaya hutan tetap dapat lestari dan memberikan manfaat terciptanya lapangan pekerjaan bagi kesejahteraan masyarkat sekitar, “ jelasnya.
Sementara itu, Ir. Handoko Mulya, menambahkan, pihaknya merasa optimis karena dapat mencukupi kebutuhan pasar dan dapat memberikan nilai tambah, sedangkan dipilihnya gondorukem dan terpentin dari Gowa Sulawesi Selatan karena mutunya adalah X yang mempunyai kualitas lebih baik.
Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai pelapis kertas, batik, tinta cetak dan plastik. Sedangkan terpentin dapat digunakan sebagai cat, minyak pelumas, parfum, kosmetik dan desinfektan.
Gondorukem merupakan bahan baku campuran cat, lem, kosmetika, dan tas, menembus pasar ekspor. Pihak Kesatuan Bisnis Mandiri Perum Perhutani mencoba melebarkan areal tanaman pinus untuk menunjang kebutuhan pasar dunia komuditas ini.
Gondorukem dibuat dari getah pinus yang dipadatkan dengan proses distilasi. Di Indonesia, terdapat 12 pabrik pengolahan gondorukem.
Gondorukem (resina colophonium) adalah olahan dari getah hasil sadapan pada batang tusam (Pinus). Gondorukem merupakan hasil pembersihan terhadap residu proses destilasi (penyulingan) uap terhadap getah tusam. Hasil destilasinya sendiri menjadi terpentin. Di Indonesia gondorukem dan terpentin diambil dari batang tusam Sumatera (Pinus merkusii). Di luar negeri sumbernya adalah P. palustris, P. pinaster, P. ponderosa, dan P. roxburghii.
Gondorukem diperdagangkan dalam bentuk keping-keping padat berwarna kuning keemasan.
Kandungannya sebagian besar adalah asam-asam diterpena, terutama asam abietat, asam isopimarat, asam laevoabietat, dan asam pimarat.
Penggunaannya antara lain sebagai bahan pelunak plester serta campuran perban gigi, sebagai campuran perona mata (eyeshadow) dan penguat bulu mata, sebagai bahan perekat warna pada industri percetakan (tinta) dan cat (lak)
Di Indonesia, komoditi ekspor ini dihasilkan secara monopoli oleh Perum Perhutani, terutama dari penanaman tusam di hutan pegunungan Jawa yang menjadi lahan konsesi BUMN itu.

Pabrik Pengolahan
Perum Perhutani akan membangun pabrik pengolahan gondorukem di Kediri, Jatim untuk mengejar target penjualan Rp2,7 triliun pada 2011.
“Pembangunan pabrik akan selesai pertengahan 2010. Perlu waktu 6 bulan untuk membangun pabrik itu,” ujar Dirut Perum Perhutani, Upik Rosalina Wasrin di Departemen Kehutanan, belum lama ini.
Produk derivatif itu dibangun untuk memperoleh nilai tambah gondorukem, yang setiap tahun diproduksi sebanyak 55.000 ton. “Hasil penjualan dari 55.000 ton gondorukem itu mencapai Rp800 miliar. Dengan diolah akan diperoleh hasil penjualan tiga kali lipat dari Rp800 miliar, kira-kira Rp2,7 triliun,” katanya.
Beberapa produk derivatif yang akan dikembangkan di antaranya untuk bahan baku cat, bahan baku tinta, bahan baku tinta, dan bahan baku makanan. Nantinya, pabrik tersebut akan menjadi pabrik pengolahan pertama di Indonesia yang mampu mengolah gondorukem dan terpentin hingga menjadi bahan baku makanan dan minuman.
Menurutnya, selama ini pemerintah belum mengolah produk gondorukem secara maksimal. “Sebagian besar penjualan gondorukem diekspor ke Amerika Serikat dan sejumlah negara lainnya.”
Untuk itu, katanya, Perum Perhutani akan membangun pabrik pengolahan gondorukem dan terpentin senilai Rp26 miliar untuk meningkatkan pendapatan perseroan milik pemerintah tersebut.
“Dibangunnya pabrik pengolahan gondorukem dan terpentin, diharapkan nilai penjualannya bisa melonjak karena harganya tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan produk mentah,” katanya.
Seluruh produk derivatif tersebut nantinya akan dipasarkan ke Amerika Serikat sesuai dengan perjanjian kerja sama yang sudah disepakati sebelumnya dengan perusahaan asal negara tersebut.
Upik menjelaskan sebelum akhir 2009, Perum Perhutani akan memenuhi permintaan pembeli dari Amerika Serikat senilai 340 miliar dollar AS. “Pengapalannya akan dilakukan sebelum berakhir 2009,” katanya.
Saat ini, produksi gondorukem dan terpentin Perhutani sekitar 55.000 ton per tahun dari areal seluas 250.000 hektare hutan pinus.

Redaksi

Harga Karet Membaik Eksportir Indonesia tak Patuhi ITRC

Sejak harga karet di pasar internasional membaik pada pertengahan tahun ini, kalangan eksportir karet secara diam-diam tidak menjalankan program pengurangan volume ekspor karet yang menjadi kesepakatan International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Kesempatan yang melibatkan Indonesia bersama dengan Thailand dan Malaysia yang tergabung
dalam ITRC untuk mengurangi volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS) sebanyak 700.000 ton diambil pada awal tahun ini.
Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pasokan karet di pasar internasional, sehingga harga karet dapat membaik. Harga karet turun drastis sejak akhir 2008 dan berlanjut hingga awal 2009 sekitar 1,1 dolar AS per kg.
Selama kuartal pertama 2009, ekspor karet ketiga negara itu akan dikurangi sebanyak 270.000 ton atau 38,7 persen dari kesepakatan itu. Selama kuartal I/ 2009, Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor karet sebanyak 116.000 ton.
Selain itu, ITRC juga menyepakati agar eksportir karet dari ketiga negara tersebut tidak menjual karet saat harga berada di bawah 1,35 dolar AS per kg, sehingga eksportir harus menahan pengapalan hingga harga berada di atas angka itu.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Asril Sutan Amir mengakui, secara diam-diam eksportir karet Indonesia tidak lagi menjalankan kesepakatan AETS, karena harga karet telah mencapai 2,3 dolar AS per kg.
“Belum [keputusan pelaksanaan AETS]. Masih tetap menjadi kesepakatan ketiga negara. Diam-diam [tidak melaksanakan AETS] saja,” ujarnya.
Dia mengatakan akan melakukan pertemuan dengan Thailand dan Malaysia di Malaysia dan dilanjutkan pertemuan di Vietnam. Menurut dia, dengan membaiknya harga karet, diharapkan akan meningkatkan devisa negara.
Asril memperkirakan volume ekspor karet selama semester II/2009 akan mencapai 1 juta ton sehingga dapat menghasilkan devisa 2 miliar dollar AS dengan asumsi harga 2 dolar AS per ton.
Adapun, volume ekspor karet selama semester I tahun ini sekitar 1 juta ton dengan nilai mencapai 1,5 miliar dollar AS. Harga karet selama semester I, lanjutnya rata-rata 1,5 dolar AS per kg.
Volume ekspor karet selama 2008 mencapai 2,4 juta ton, sedangkan tahun ini, katanya, diprediksikan hanya mencapai 2,1 juta ton.
Penurunan volume itu, menurut Asril, disebabkan oleh adanya program pengurangan volume ekspor karet selama paruh pertama tahun ini dan adanya penurunan produksi.
Sementara itu, secara terpisah, Direktur Ekspor Komoditas Pertanian dan Kehutanan Yamanah A.C. mengatakan keputusan mengenai pelaksanaan program pengurangan volume ekspor karet akan diputuskan melalui pertemuan ITRC dalam waktu mendatang di Malaysia.
“Keputusan mengenai AETS apakah akan diteruskan atau dihentikan akan diputuskan dalam pertemuan ITRC di Malaysia,” ujarnya.
Menurut Yamanah, saat ini Indonesia masih menjalankan kesepakatan tersebut, kendati harga karet sudah membaik. “Ya [pertemuan ITRC di Malaysia], masih masuk dalam agenda untuk laporan monitoring pelaksanaan AETS.”
Suharto Honggokusumo, Direktur Eksekutif Gapkindo, mengatakan selama tahun ini, Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor karet sekitar 270.000 ton.
Kendati harga karet telah membaik, lanjutnya, program pengurangan ekspor karet belum akan dihentikan, karena membaiknya harga karet lebih disebabkan oleh pasokan karet sedikit.
“Kami belum menganalisis secara keseluruhan, jika pasokan karet kembali normal, apakah harga akan tetap stabil seperti saat ini. Jadi, program pengurangan volume ekspor karet masih berjalan.”
Dia menambahkan program pengurangan ekspor karet berbarengan dengan penurunan produksi karet dari Indonesia, Malaysia dan Thailand sehingga pasokan karet di pasar internasional berkurang dan harga bergerak naik.
Menurut dia, produksi karet Indonesia tahun ini dipastikan turun dibandingkan dengan tahun lalu, demikian juga dengan volume ekspor.
Menurut Asril, selama kuartal I tahun ini Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor karet sebanyak 116.000 ton, sedangkan kuartal II mendapatkan jatah sebanyak 190.000 ton, sehingga total jatah pengurangan Indonesia sebanyak 306.000 ton.
Dia mengakui selama semester I/2009, Indonesia telah mengurangi ekspor karet sekitar 350.000 ton, melebihi jatah yang diminta ITRC.

Redaksi

Sektor Manufaktur Dominasi Data Eksportir, 2010 LPEI Targetkan Pembiayaan Rp. 18 Triliun

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank menargetkan kucuran fasilitas pembiayaan ekspor impor sebesar Rp 18 triliun pada 2010. Angka itu naik tajam dibandingkan prognosa pembiayaan hingga akhir tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp 11 triliun.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menuturkan, Dewan Direktur LPEI telah menyampaikan Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2010 dan Rencana Jangka Panjang (RJP) 2010-2014 kepada Menteri Keuangan.
“RKAT 2010 dan RJP 2010-2014 akan dibahas lebih lanjut pada Pra-RUPS dan RUPS pada Desember 2009,” kata Mari.
Dalam RJP 2010-2014 tersebut ditargetkan, hingga akhir 2014 akan dikucurkan fasilitas pembiayaan ekspor impor sebesar Rp 36 triliun. LPEI telah diresmikan operasionalnya oleh Menteri Keuangan RI pada tanggal 1 September 2009.
Selain itu, dalam RKAT 2010 dan RJP 2010-2014 juga disebutkan prognosa total aset pada akhir 2009 mencapai Rp 12,7 triliun. Ditargetkan akan meningkat menjadi Rp 20 triliun pada akhir 2010 dan Rp 41 triliun pada akhir 2014.
Mari menuturkan, dalam memperkuat kinerja ekspor nasional, LPEI membagi outcome yang akan dicapai dalam tiga periode, yakni quick wins (2010-2011), short term gains (2012-2013), dan medium term gains (2013-2014). Pada April 2010, LPEI akan menerbitkan daftar 1.000 eksportir utama Indonesia sebagai bagian dari daftar 5.000 eksportir.
Indonesia Eximbank tengah menggarap direktori data sejumlah ekportir Indonesia yang akan diperkenalkan kepada investor luar negeri. Tahap awal mereka menargetkan dapat menyelesaikan 5 ribu data ekportir, sampai April 2010, dan diharapkan akan mendongkrak pertumbuhan ekspor di tahun mendatang.
Indonesia Eximbank bersama Dun & Bradstreet tengah bekerja sama dalam pembuatan Direktori Indonesia Reliable Exporter dan Business Optimism Index (BOI) untuk periode triwulan IV-2009.
“Kerja sama ini berupa pemberian rirektori data sejumlah 5 ribu eksportir kunci Indonesia. Pemberian oleh D&B Indonesia dilakukan dalam 2 tahapan sekaligus kepada Indonesia Eximbank,” ujar Mahendra.
Ditambahkan Mahendra, kerjasama strategis dengan lembaga dunia sangat penting. Ekonomi Indonesia terbukti kuat disaat krisis dunia berlangsung, dan untuk mempertahankan posisi ini, salah satu cara adalah dengan mempromosikan para eksportir Indonesia.
“Kami merasa perlunya data dunia usaha, yang bertujuan mendukung Pemerintah di bidang pengembangan ekspor dengan mempromosikan eksportir ke pasar internasional,” jelasnya.
Pemutakhiran data-data eksportir Indonesia, lanjut Mahendra, sedang dilakukan dan ditargetkan akan selesai pada April 2010. Sampai saat ini sudah didapatkan seribu data eksportir yang dianggap berkualitas, dan siap didistribusikan kepada seluruh Stakeholder.
“Sampai hari ini, sudah kita selesaikan seribu data dan akan disampaikan kepada stake holder yang berminat, dan tidak ada fee,” paparnya.
Publikasi mengenai indikator penting untuk menyediakan data yang terukur tentang iklim dunia usaha dan investasi bagi perusahaan dan investor potensial. Ia menjelaskan, ada banyak esportir Indonesia yang sangat berkualitas, namun disisi lain masih sangat sedikit investor yang tahu.
“Untuk itu pentingnya kerja sama ini. Tidak hanya menghasilkan data yang akurat, tapi juga menghubungkan antar mereka. Itu alasannya, agar jadi well conected dan well integrated,” ujarnya.

Sektor Manufaktur
Lebih lanjut, Mahendra mengatakan, sekitar 70 persen eksportir yang tercatat dalam database Indonesia Eximbank (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI) didominasi oleh industri dari sektor manufaktur.
Data ekportir yang dikumpulkan memang didominasi oleh pelaku industri manufaktur. Industri ini dinilai baik, karena barang yang menjadi perdagangan lintas negara, telah mendapat nilai tambah dan diproses di Indonesia.
“Manufaktur disini termasuk, industri pengolahan barang-barang komoditas, seperti kakao dan lain-lain,” kata Mahendra.
Indonesia Eximbank mentargetkan, dapat mengumpulkan 5 ribu data pelaku ekspor sampai April tahun depan. Selama ini, sebagian data pelaku industri disumbang mitra Indonesia Eximbank, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan D&B Indonesia.
“Tentu angka ini (1 ribu data) masih jauh dari ideal, dari seluruh industri yang ada, termasuk komoditas unggulan kita,”jelasnya.
Tidak ada target khusus, sektor mana yang akan masuk dalam database Indonesia Eximbank, setelah 5 ribu data ini terkumpul. “Ya kita berharap dari sektor manapun, selama ekportir tersebut berkualitas akan kita masukkan. Tidak ada target per kategori,”terang Mahendra.
Lanjut Mahendra, Indonesia Eximbank tidak semata-mata bekerja dengan pertimbangan nilai investasi. Tujuan utama adalah meningkatkan ekspor Indonesia.
“Jika nanti data ini dipakai oleh lembaga keuangan lain, bank, dan mereka tertarik melakukan pembiayaan modal mereka, ya silahkan saja,” jelasnya.
“Kita juga menyediakan pembiayaan finanshing, seperti L/C, Cash Finanshing, penjaminan, asuransi, ataupun modal kerja,” paparnya.
Namun saat ditanya berapa persen peningkatan ekspor di tahun 2010, dengan penambahan database eksportir, dia tidak berkomentar banyak.
“Ya kita tunggu ibu Menteri (Perdagangan) yang bicara. Yang jelas kita hanya berharap akan lebih banyak dan pertumbuhan secara umum dapat recovery lebih cepat,” imbuhnya.

Eksportir Baru
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Exim Bank berkomitmen untuk memunculkan eksportir-eksportir baru di Indonesia untuk menggalakkan nilai ekspor Indonesia lebih tinggi.
Direktur LPEI Hadiyanto mengatakan LPEI akan menjangkau daerah-daerah yang mempunyai potensi ekspor untuk menciptakan banyak eksportir baru. “Memang diupayakan untuk menciptakan eksportir baru, ini tentu saja harus agresif ke wilayah daerah termasuk kerjasama dengan Departemen Perdagangan,” jelasnya.
Menurut Hadiyanto, salah satu misi LPEI adalah menciptakan eksportir baru. Tentunya, ini memerlukan keagresifan untuk mencari ekportir potensial di daerah-daerah.
Mengenai hasil rekomendasi National Summit 2009 tentang optimalisasi dan pemanfaatan LPEI sebagai lembaga pembiayaan ekspor, Hadiyanto menyatakan LPEI akan memberikan pembiayaan ekspor, asuransi, penjaminan.
Bahkan peran serta LPEI bagi perusahaan-perusahaan UMKM untuk bisa meningkatkan ekspornya termasuk mencari market baru di luar market tradisional, seperti Eropa, Jepang,dan Amerika.
“Lembaga itu kan dibentuk salah satunya untuk peningkatan ekspor. Oleh karena itu, dia bisa memberikan pembiayaan ekspor, asuransi, penjaminan dan bahkan capacity building bagi perusahaan-perusahaan UMKM,” ujar Hadi.

Ekspor Nontradisional
Pada kesempatan lain, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menargetkan ekspor pasar nontradisional sebesar 3-4 persen menjadi 5-7 persen setelah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) beroperasi.
Menurut dia, adanya LPEI untuk mengurangi risiko dan memberi pembiayaan untuk menembus pasar ekspor baru. Target pasar baru seperti Timur Tengah, Rusia, Kazakstan, Usbekistan
“Jadi ini target kami mungkin tahun depan meningkatkan diversifikasi di pasar nontradisional,” katanya.
Target pasar yang non tradisional penting dikembangkan, karena berdasarkan pengalaman yang lalu seperti perdagangan ke negara Libya, Afganistan, dan Irak yaitu negara yang tengah dalam tahap rekonstruksi, yang memerlukan pembiayaan.
“Lembaga seperti LPEI sangat diperlukan untuk kebutuhan financing,” katanya.

Redaksi

Sektor Infrastruktur Yang Memadai, Dukung Pertumbuhan Maksimal Menggaet Investor

Minimnya pembangunan infrastruktur RI, merupakan pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan baru. Baik untuk mendukung pertumbuhan maksimal maupun menggaet investor.
Permasalahan utama pemerintahan yang baru, ternyata bukan terletak pada kebijakan ekonomi makro. Namun lebih menyasar ke sektor mikro, terutama dari sisi infrastruktur. “Karena pembangunan infrastruktur ada multiplayer efeknya,” ujar Fauzi Ichsan, Vice President & Economist Standard Chartered.
Multiplayer efek yang dimaksud, adalah tersedianya infrastruktur yang memadai, yang dapat merangsang pembangunan di suatu daerah atau negara. Sekaligus dapat menjadi penentu kelancaran dan akselerasi pembangunan, karena dapat memicu peningkatan investasi. “Kalau infrastruktur tidak memadai, bagaimana investasi bisa naik,” katanya.
Menurut Fauzi, ada beberapa infrastruktur yang kebutuhannya saat ini dirasa cukup mendesak. Seperti pembangunan jalan tol dan pelabuhan yang menjadi gerbang masuknya devisa asing.
Selain itu, belum meratanya pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonesia juga menjadi masalah ekonomi yang perlu diperhatikan. “Pasalnya listrik merupakan motor penggerak roda perekonomian,” tuturnya.
Ia menilai, masalah tersebut harus segera diselesaikan. Para investor terutama investor asing baru akan menanamkan modalnya, jika mendapat kejelasan dari sisi ekonomi. “Indonesia sangat potensial untuk investasi, tapi investor mana yang bersedia menanamkan modalnya jika sarana dan prasarana belum jelas,” tukasnya.
Pemerintah pusat maupun daerah pun diharapkan dapat merapatkan barisan dan bekerjasama dalam pembangunan infrastruktur, termasuk dengan pihak swasta. “Permasalahannya bukan uang, tapi bagaimana pelaksanaannya. Urgensinya itu di pemda,” ujar Fauzi.
Sebelumnya, Bapenas melansir kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan (2009-2014) diperkirakan mencapai Rp 1.600 triliun. Dari jumlah itu, pemerintah sangat berharap pihak swasta bisa membantu 70 persen dari total kebutuhan dana atau setara Rp 1.120 triliun.
Buruknya kondisi infrastruktur Indonesia diakui Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi. Menurutnya, pembangunan infrastruktur masih jauh tertinggal ketimbang Vietnam dan India.
Tak heran, calon investor enggan menanamkan modalnya di Tanah Air. “Di sini mau menambah kapasitas produksi, tapi listriknya tidak mendukung. Wajar saja kalau investor akhirnya banyak yang pindah ke Vietnam karena tidak perlu menambah biaya,” ujarnya.
Sementara Ekonom Faisal Basri, lebih menekankan pada integrasi ekonomi domestik, sebagai salah satu tantangan dalam pembangunan infrastruktur di masa mendatang. Ia menilai, mekanisme perekonomian nasional selama ini menjadi contoh buruk bagi dunia, “Terutama sebagai negara dengan perekonomian yang paling tidak terintegrasi,” katanya.
Ia pun menyayangkan aksi pemerintah yang berani mengintegrasikan diri dengan perekonomian regional dan global. Padahal ekonomi domestik belum terintegrasi.
“Bayangkan kita menandatangani FTA dengan India, Korsel, Selandia Baru, Australia, Jepang, atau kerangka APEC, tetapi kita mengabaikan integrasi ekonomi domestik kita sendiri,” tukasnya.
Menurutnya, selama model perekonomian domestik belum terintegrasi, Indonesia akan mengalami banyak kerugian dan hambatan, khususnya dalam mengembangkan pasar domestik. Seperti ketika barang produksi dan produk-produk unggulan suatu daerah tidak mampu diperdagangkan di daerah lain. Di sisi lain, produk impor justru lebih dikenal.
“Kondisi tersebut muncul akibat perekonomian antara satu pulau dan pulau lainnya belum terintegrasi dan memicu ekonomi biaya tinggi. Padahal ekonomi lokal merupakan tumpuan utama bagi pertumbuhan produk domestik bruto,” paparnya.
Persoalan tidak berhenti disini. Pasalnya, proyek-proyek infrastruktur di Indonesia ternyata belum memenuhi kaidah internasional, misalkan saja masalah pembebasan lahan.
“Kondisi seperti inilah yang menyebabkan keengganan investor masuk ke proyek pembangunan infrastruktur,” ujar Bambang Susantono, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Menurut Bambang, investor akan masuk selama profil risikonya rendah dan berbiaya lebih murah. Selain itu adanya kepastian untuk menjangkau tingkat profitabilitas. “Untuk terobosan ini menunggu pemerintahan yang baru. Yang jelas, ada yang bertanggung jawab menangani tanah, sharing risiko untuk 5 tahun ke depan,” jelasnya. Infrastruktur yang memadai, memang menjadi faktor krusial dalam peningkatan perekonomian negara. Selain dapat menyerap investasi lebih banyak, pembangunan infrastruktur juga dapat membuka lapangan kerja baru.

Investasi
Indonesia memerlukan peningkatan investasi dalam infrastruktur di industri dan pelayanan serta teknologi baru dan dunia pendidikan untuk mendukung pertumbuhan 7 persen.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, investasi merupakan salah satu kunci untuk lebih kompetitif dalam perdagangan dan menggerakkan usaha kecil dan menengah. “Ini menjadi salah satu kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen,” kata MS Hidayat.
Sebelumnya Indonesia kehilangan kesempatan karena terlalu lamban dalam mereformasi Indonesia sebagai tempat investasi. Untuk itu pemerintah Indonesia akan menghapuskan sumbatan dalam perekonomian. Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan pertanian diharapkan bisa menolong Indonesia menjadi bagian dari mengatasi krisis global.
Ia mengatakan Indonesia membutuhkan tetap modal Inggris, inovasi, teknologi dan kebutuhan lainnya . Indonesia menginginkan pertumbuhan ekspor ke Inggris. “kita menginginkan investor Inggris melihat Indonesoa sebagai tempat untuk ekspansi tidak hanya pasar domeatik tetapi juga Asia,”ujar Hidayat.
Menteri Perdagangan Inggris Lord Davis mengatakan kerjasama Inggris dan Indonesia perlu ditingkatkan mengingat Indonesia sebagai negara besar. Hadir dalam pertemuan tersebut Menteri Perdagangan Inggris Lord Davis dan Duta Besar Inggris Martin Hatfull.

Redaksi

Penerapan NSW Ekspor Ditunda

Penerapan national single window (NSW) khusus ekspor ditunda hingga Tim Pelaksana Teknis Persiapan NSW memiliki sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sistem kepabeanan elektronik itu.
Ketua Tim Pelaksana Teknis NSW Susiwijono Mugiharso mengatakan, saat ini pihaknya lebih fokus pada pengembangan dan implementasi sistem NSW untuk impor di pelabuhan.
“NSW ekspor baru diterapkan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dan sementara tidak ada rencana di tempat lain. Alasannya, kami kekurangan sumber daya untuk menyelenggarakan kegiatan itu,” ujarnya.
Sebelumnya, NSW untuk ekspor direncanakan diterapkan di Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang) pada November dan Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta) pada Desember 2009. Adapun, uji coba penerapan NSW ekspor secara terbatas sudah dilakukan di Pelabuhan Tanjung Perak sejak Juli lalu.
Susiwijono menuturkan pihaknya akan mengusulkan pembentukan badan pengelola NSW kepada Menteri Keuangan agar pengembangan sistem kepabeanan elektronik itu lebih terkoordinasi dan terfokus.
“Selama ini kan tim yang menangani [NSW] bersifat adhoc. Saya dan rekan yang tergabung di tim juga tidak bisa selalu meninggalkan pekerjaan asli untuk mengurus NSW. Dengan adanya badan pengelola NSW, diharapkan lebih terfokus ke bidang itu,” ujarnya.
Saat ini, penerapan NSW impor di bandara juga baru dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta sejak 1 Oktober 2009. Berdasarkan situs resmi Indonesia NSW, permasalahan yang ditemukan adalah lemahnya koneksi Internet saat lalu lintas ramai.
Susiwijono menuturkan badan pengelola NSW akan beranggotakan pihak-pihak yang terkait dengan NSW di antaranya Ditjen Bea dan Cukai, Departemen Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, lembaga karantina, Departemen Kesehatan, dan Departemen Komunikasi dan Informatika. Ketua Pelaksana Harian Tim Persiapan NSW Eddy Putra Irawady menuturkan pihaknya sedang merumuskan bentuk dari badan pengelola NSW yang rencananya diajukan ke Menkeu pada Desember.
Menurut dia, pembentukan badan pengelola diharapkan dapat mempercepat penerapan NSW impor dan ekspor, sehingga menyederhanakan kegiatan ekspor dan impor.
“Program NSW kan termasuk skala besar, jadi perlu ada badan yang fokus mengontrol, mengawasi, dan mengembangkan. Kami masih merumuskan, tetapi kemungkinan berbentuk badan independen,” tutur Eddy. Dia menuturkan di lembaga itu akan terdapat dua deputi, yakni deputi operasional dan deputi kebijakan.

Redaksi

22 Desember 2009

Penghargaan Primaniyarta 12 Eksportir Jatim, 2010 Masa Pencerahan Ekspor Jatim

Sebanyak 12 eksportir Jawa Timur mendapat penghargaan Primaniyarta. Penerima penghargaan terbagi atas empat kategori yakni eksportir berkinerja, eksportir pembangun merk global, UKM ekspor, eksportir barang dan jasa ekonomi kreatif.
Penghargaan itu diserahkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Zainal Abidin, dalam Penganugerahan Penghargaan Eksportir Berprestasi di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya.Kategori eksportir berkinerja disandangkan kepada PT Langgeng Karya Makmur Lestari, PT Bumi Muara Internusa, dan PT Eratex Djaja. Kategori eksportir pembangun merek global PT Maspion, PT Rutan, dan PT White Oil Nusantara.
“Sementara kategori Usaha Kecil Menengah (UKM) ekspor dianugerahkan kepada PT Rajapaksi Adya Perkasa, PT Inkor Bola Pasific, dan CV Jaya Makmur. Kategori eksportir barang jasa ekonomi kreatif diberikan kepada Sanggar Seni Bahari, Bagaskara Art, dan Eksotik Shells & Accessories,” katanya.
Di samping itu, sebelumnya, lanjut dia, eksportir jatim berprestasi juga meraih penghargaan Primaniyarta Award 2009 dari Menteri Perdagangan (28/10).
Untuk itu, Disperindag Jatim juga memberikan apresiasi kepada mereka antara lain PT Insera Sena sebagai eksportir berkinerja, PT Sorini Co, Tbk, PT Mega Surya Mas, dan PT Millenia Furniture Industries masuk dalam kategori membangun merek global, dan UD Cococraft Kreasi Gemilang memperoleh kategori eksportir
barang dan jasa ekonomi kreatif.
“Untuk memotivasi pelaku usaha Jatim, termasuk UKM dalam mengekspor produknya kami memberikan penghargaan ini. Kami berharap, penganugerahan ini dapat meningkatkan kinerja ekspor Jatim mendatang,” katanya.
Ekspor Provinsi Jawa Timur diyakini mengalami masa pencerahan pada tahun 2010, seiring kian tercapainya target kinerja ekspornya tahun ini atau mencapai tujuh miliar dolar Amerika Serikat (AS).
“Sementara, target ekspor selama 2009 sekitar 10 miliar dolar AS atau lebih rendah daripada realisasi ekspor Jatim 2008 senilai 11 miliar dolar AS,” kata Zainal Abidin.
Menurut dia, tahun 2010 merupakan tahun harapan. Saat itu permintaan produk ekspor seperti furnitur, alas kaki, dan perikanan diyakini meningkat.
“Kami optimistis, tahun depan tren permintaan ekspor dari provinsi ini menuju ke arah positif,” ujarnya.
Untuk mencapai target itu, ia membuka pasar baru untuk tujuan ekspor. Langkah itu sengaja diambil agar pasar ekspor baru tersebut bisa mendukung perekonomian domestik, terutama ketika krisis ekonomi global belum pulih seperti sekarang.
“Walau ada krisis ekonomi global, ekonomi domestik tidak terlalu terpengaruh. Kondisi itu berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat,” katanya.
Mengenai negara tujuan ekspor Jatim, ia menyebutkan, ada 10 negara antara lain Jepang, Amerika Serikat, Malaysia, China, Thailand, Singapura, Australia, Korea Selatan, Vietnam, dan Belanda.
“Komoditas unggulan dari provinsi ini seperti pengolahan tembaga, besi baja, pulp dan kertas, pengolahan kayu, kimia dasar, makanan dan minuman, pengolahan karet, tekstil, pengolahan kelapa sawit, dan alat-alat listrik,” katanya.

Primaniyarta
Nasional
Sebelumnya, penghargaan primaniyarta secara nasional terhadap 25 eksportir juga diserahkan oleh Mendag Mari Elka Pangestu di sela-sela acara pembukaan Trade Expo Indonesia, belum lama ini. Kriteria penilaian untuk kategori eksportir berkinerja, antara lain melakukan ekspor selama lima tahun.
Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Hesti Indah Kresnarini mengatakan, untuk kategori pembangunan merk global, harus memenuhi kriteria mengekspor selama tiga tahun dengan menggunakan merk sendiri dan sudah terdaftar di Indonesia. “Produk juga harus sudah diekspor ke tiga negara,” ujarnya.
Untuk kategori usaha kecil ekspor, kriterianya harus memiliki nilai di luar aset tanah dan bangunan maksimum Rp 200 juta. Untuk usaha menengah ekspor nilai aset dan omzet harus lebih besar dari Rp 200 juta sampai Rp 10 miliar. Selian itu, nilai transaksi ekspor harus lebih besar dari transaksi domestik.
Adapun kategori untuk eksportir barang dan jasa ekonomi kreatif harus mengekspor barang dan jasa berbasis budaya Indonesia. “Prioritas pada fesyen, animasi dan seni pertunjukan,” kata Hesti.
Pemenang kategori eksportir berkinerja adalah PT Bitratex Industries, PT Bumitanggerang Mesindotama, PT Cahaya Saktti Furintraco, PT Eagle Glove Indonesia. Pemenang lainnya adalah PT Indah Kiat Pulp and Paper, Tbk, PT Indesso Aroma, PT Indorama Synthetics, Tbk, PT Insera Sena, PT LG Elektronics Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Musim Mas dan PT Royal Korindah.
Untuk kategori Pembangunan merk global, pemenangnya adalah PT Megasurya Mas, PT Milenia Furniture Industries, PT Pindo Deli Pulp and pPaper Mills, PT Selamat Sempurna, PT
Sorini Agro Asia Corporindo, Tbk dan PT Timah (persero), Tbk.
Kategori UKM ekspor dimenangkan oleh PT Fajarindo Faliman Zipper, PT Ikafood Putramas, PT Kharisma Interplast Pratama. Selain itu, pemenang kategori ini adalah PT Karimun Kencana Aromatics, PT Neka Boga Perisa, PT Sanindo Putra.
Pemenang kategori eksportir barang Jasa ekonomi kreatif adalah UD Cococraft Kreasi Gemilang, dan CV Darma Siadja.

Ekonomi ke Depan
Pada kesempatan yang sama Wagub Jatim Drs Saifullah Yusuf mengatakan, untuk mengangkat ekonomi ke depan Pemprov Jatim berjanji ada empat fokus utama dalam pembenahan dan peningkatan ekonomi, yaitu pada 2010 infrastruktur jalan yakni perbaikan jalur lintas selatan, Tol Gempol Pasuruan, pembenahan pelabuhan, air bersih hingga pembenahan listrik yang ada di Jatim.
“Ada empat fokus untuk meningkatkan ekonomi di Jatim, yaitu pembenahan infrastruktur jalan, air bersih, pembenahan pelabuhan, hingga listrik. Diharapkan ke depannya arus ekonomi di Jatim berjalan dengan lancar dan sukses,” ujarnya.
Menurut Gus Ipul sapaan akrabnya, jika di break down lagi 4 prioritas yang dijadikan parameter mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebagai berikut. Infrastruktur pembangunan jalan, terkait dengan itu Pemprov Jatim menargetkan proyek pembangunan jalan tol Surabaya-Mojokerto-Kertosono bisa terealisasi pada tahun 2011-2013.
Selain proyek jalan tol itu, pembangunan jalan tol lainnya seperti Gempol-Pasuruan juga menjadi perhatian termasuk juga pembangunan jalan lintas selatan (JLS).
Sedangkan khusus pengembangan pelabuhan, lanjut Gus Ipul, rencananya 4 tahun ke depan pelabuhan yang ada sekarang ini diperbaharui dan dipisah.
“Kami berencana memperbaharui dan memisah pelabuhan supaya tidak berhimpitan-himpitan seperti yang terjadi di Tanjung Perak,” tuturnya.
Setelah pelabuhan, tambah dia, prioritas lainnya adalah pengadaan air bersih di Umbulan Pasuruan. Direncanakan pada 2010, sumber air Umbulan bakal ditenderkan. Pasalnya, saat ini hampir 60 persen sumber air tersebut dibuang ke laut. “Daripada mubazir dibuang ke laut lebih baik dibangun jaringan pipanisasi untuk pengadaan industri,” tambahnya.
Khusus pembangkit listrik, menurutnya, persoalan listrik memang saat ini menjadi paling krusial. Pasalnya, beberapa investor mengeluhkan mahalnya tarif listrik dan defisit pasokan listrik. “Tahun ini jika tidak ada kendala kami mengembangkan energi geothermal atau panas bumi di Ngebel Ponorogo yang mempunyai 400 MW guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya
Selain itu juga pertumbuhan ekonomi di Jatim sangat luar biasa baik itu petumbuhan secara nasional maupun khususnya di Jatim ini, bisa dilihat perekonomian di Jatim pada triwulan III tahun 2009 tumbuh sebesar 2.47 persen dibandingkan pada triwulan II pada tahun 2009 dan saat ini banyak investor sudah mulai banyak melirik Jawa Timur sebagai tempat usaha karena di Jatim semua peralatan sudah tersedia lengkap, termasuk juga kondisi masyarakat, hingga keamanannya berjalan aman dan kondusif.
Wagub berharap kepada semua pengusaha di Jatim diharapkan melakukan kerjasama dan bergandeng tangan antara pihak swasta dan Pemprov Jatim untuk bersama–sama berusaha mengangkat ekonomi Jatim lebih baik dengan cara mendongkrak ekonomi di masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan juga mengatasi kemiskinan.

Redaksi

Apec Tolak " segal Bentuk Proteksionisme ", Daya Saing Produk Domestik Harus Ditingkatkan

Para pemimpin pertemuan tahunan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menyatakan penolakan terhadap proteksionisme perdagangan dan mengupayakan sebuah strategi baru untuk mendongkrak pertumbuhan.
Dalam pernyataan yang disampaikan di hari terakhir pertemuan di Singapura itu, Minggu (15/11/2009), APEC menegaskan penolakan terhadap “segala bentuk proteksi”. Beberapa pemimpin APEC sebelumnya telah melontarkan pernyataan kritis terhadap pembatasan perdagangan oleh Washington baru-baru ini.
Pernyataan bersama APEC juga menyatakan bahwa negara-negara anggota akan bekerja untuk sebuah “hasil ambisius” dalam perundingan perubahan iklim di Copenhagen, Denmark, bulan depan.
“Kami menegaskan kembali komitmen untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dan bekerja menuju hasil yang ambisius di Kopenhagen,” sebut pernyataan yang dibacakan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Negara-negara maju juga diharapkan mendorong perdagangan bebas dan investasi untuk memastikan pertumbuhan dengan strategi jangka panjang yang memperhitungkan kebutuhan beragam dari berbagai perekonomian.
“Kita memerlukan paradigma pertumbuhan baru. Kita membutuhkan model baru integrasi perekonomian,” kata Perdana Menteri Lee.
“Kami akan mengejar pertumbuhan yang seimbang, inklusif, dan berkesinambungan, untuk memastikan pemulihan yang tahan lama yang akan menciptakan lapangan kerja dan menguntungkan rakyat kita,” sebut pernyataan bersama itu.
Sementara itu Presiden AS Barack Obama menyatakan Hawaii akan menjadi tuan rumah KTT APEC pada 2011.

Daya Saing
Pemerintah diingatkan agar tidak mentah-mentah menerima kesepakatan Forum Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Terkait kesepakatan mempertahankan perdagangan bebas, misalnya, Indonesia yang dipandang belum siap mengimplementasi secara penuh kebijakan antiproteksionisme tersebut.
Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih mengatakan, liberalisasi ekonomi tanpa penguatan daya saing produk domestik malah akan merugikan Indonesia.
“Akan menimbulkan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi lantaran lapangan kerja semakin berkurang,” ujarnya.
Perdagangan bebas, sudah jelas membuat produk impor di dalam negeri membanjir. Seperti sekarang produk-produk tekstil dan alas kaki dari China, misalnya, menyerbu pasar domestik.
Menurut Sri, saat ini belum banyak industri nasional yang mampu bersaing dengan produk impor. Kebanyakan produk nasional, kata dia, masih kalah bersaing, khususnya dengan China.
Jika dibiarkan, hasil produksi industri-industri lokal akan merosot tajam dan perlahan ambruk. Sehingga, kata dia, sebaiknya pemerintah lebih berkonsentrasi membenahi daya saing produk nasional ketimbang mengikuti saran-saran organisasi internasional dalam mempertahankan tren penguatan pemulihan ekonomi global.
Apalagi, Sri mengingatkan, liberalisasi versi APEC ini membawa China di dalamnya. “Sehingga kalau tidak hati-hati malah akan membuat industri kita semakin terpuruk,” imbuhnya.
Pemerintah tahun depan berencana menggenjot pertumbuhan industri manufaktur melalui upaya revitalisasi. Terkait hal ini, pemerintah sudah mengalokasikan dana sebesar Rp350 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010.
Program revitalisasi ini, menurut Sri, harus dapat meningkatkan daya saing produk domestik. “Tetapi kadang kebijakan belum tentu jalan implementasinya,” imbuhnya.
Para pemimpin negara APEC sepakat untuk membentuk jalur yang saling terhubung antarnegara guna mempertahankan perdagangan bebas dan dalam rangka menolak segala bentuk proteksi.

Pemulihan Ekonomi
APEC menyepakati sejumlah langkah dalam mengamankan arah pemulihan ekonomi. Kesepakatan itu dilakukan mengingat kondisi pemulihan saat ini masih sangat rapuh sehingga dikhawatirkan akan mengalami kegagalan.
“Kami melihat adanya arah pemulihan, tetapi masih tetap rapuh. Profil pertumbuhan negara-negara belum cukup merata,angka pengangguran juga masih tetap tinggi,”
Di antaranya melanjutkan kebijakan stimulus fiskal, reformasi struktural yang menghambat kegiatan ekonomi dalam satu kawasan, penguatan sistem keuangan regional, dan pembiayaan infrastruktur. Langkah-langkah pengamanan diharapkan bisa dilakukan dalam kerangka perdagangan bebas dan investasi terbuka.
Dari sisi kebijakan stimulus fiskal, APEC sepakat meneruskannya sebagai instrumen percepatan arah pemulihan krisis. Namun dasar pemberian stimulus tetap diarahkan dalam kadar terukur, efektif, serta terkonsolidasi sesuai kapasitas dan tekanan krisis yang dialami perekonomian negara masing-masing. Kesepakatan ini didasarkan pada masih tingginya angka pengangguran di sejumlah negara.
Adapun terkait reformasi struktural, negaranegara APEC sepakat merealisasikannya dengan memangkas berbagai kendala perekonomian kawasan, termasuk peningkatan dukungan pemerintah. Negara-negara APEC sepakat, reformasi struktural bisa meningkatkan fleksibilitas ekonomi, produksi,dan meningkatnya partisipasi swasta. Selain itu, disepakati pula pengetatan pengawasan pada sektor keuangan.
Hal ini untuk mencegah munculnya risiko negatif kredit dan kekurangan likuiditas yang bisa memicu krisis finansial lanjutan. “Tapi kami juga akan tetap menghargai inovasi sistem keuangan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi pasar,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Asia harus makin cermat dalam merealisasikan belanja fiskalnya ke depan.Selain bertujuan menjaga konsumsi tetap berjalan,negara-negara di kawasan ini juga bisa tetap memiliki cadangan dana memadai (saving).
Sri Mulyani mengatakan,sikap cermat Asia dalam merealisasikan kebijakan fiskal diperlukan mengingat dorongan ekonomi global tak lagi bisa ditopang konsumsi pasar ekspor Amerika Serikat (AS), melainkan oleh kegiatan ekonomi yang dilakukan Asia sendiri.
“Konsumsi mereka akan turun sesuai komitmen negaranya untuk memperbanyak saving dibandingkan konsumsi mengingat besarnya pembayaran defisit yang harus mereka tanggung ke depan,” ungkapnya.
Poin lain yang diumumkan para menteri APEC adalah kesepakatan untuk memberlakukan tingkat suku bunga berdasarkan orientasi pasar. Poin ini menyusul adanya kritikan terhadap nilai tukar mata uang China yang dibuat tetap.

Redaksi

Eksportir Harus Paham Standardisasi

Standar produk harus benar-benar diperhatikan pebisnis di dalam
negeri agar hasil produknya dapat diterima di negara pengimpor. Banyak produk ekspor pertanian dan perikanan Indonesia ditolak di negara pengimpor. Kualitas yang tak memenuhi standar jadi pemicu. Apa yang harus dilakukan?
Langkah yang harus segera dilakukan para eksportir adalah memperbarui pemahaman tentang penerapan standardisasi mutu yang ditentukan negara importir. Tanpa itu, mustahil produk Indonesia laku di pasar internasional.
Sebenarnya, sejak 2006, pemerintahan di Uni Eropa telah menerapkan beberapa ketentuan yang sangat ketat mengenai standardisasi mutu produk impor.
Tapi, jika ketentuan itu tak dipahami para eksportir, khususnya di Indonesia, produk-produk yang dikirim ke zona euro itu diyakini akan ditolak. Sekarang tinggal bagaimana peran pemerintah, khususnya Departemen Perdagangan, membimbing dan memberi pemahaman kepada para eksportir agar produk-produk mereka dapat diterima di negara pengimpor.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu beberapa tahun lalu telah mengikuti pertemuan dengan para pejabat perdagangan Uni Eropa yang tergabung dalam European Free Trade Area (EFTA). Dalam pertemuan di Davos, Swiss, itu para pejabat perdagangan Indonesia dan EFTA saling bertukar informasi mengenai aspek-aspek perdagangan luar negeri, terutama kerja sama antara Indonesia dan Uni Eropa.
Berbekal informasi dari mitra dagang di Uni Eropa, diharapkan lebih banyak produk pertanian dan perikanan Indonesia bisa diterima di kawasan mata uang euro itu.
Pemerintah telah menargetkan sektor pertanian sebagai produk ekspor dengan jenis produk pertanian seperti kopi, lada, dan teh. Produk perikanan tangkap maupun budidaya seperti udang, tuna, dan lainnya juga punya potensi yang cukup besar.
Tapi, peraturan negara-negara importir terkait sanitasi sangat ketat sehingga kita perlu melakukan semacam pelatihan untuk meningkatkan pemahaman mengenai standardisasi mutu sesuai yang ditentukan pasar.
Berdasarkan data GTI Global Trade Atlas, nilai perdagangan ekspor-impor EFTA dengan Indonesia mencapai 728 juta dollar AS atau meningkat 24 persen dibandingkan pencapaian 2007.
Negara anggota EFTA seperti Norwegia, Swiss, Islandia, dan Liechtenstein berada di posisi teratas dalam kinerja ekspor-impor dengan nilai 467,4 juta dollar AS. Dari jumlah itu, Swiss mengekspor produk senilai 325,4 juta dollar AS. Sementara Swiss mengimpor dari Indonesia senilai 142 juta dollar AS.
Menyoroti standardisasi kesehatan produk impor yang diberlakukan negara UE telah menekan kinerja ekspor di sektor industri perikanan Indonesia. (*)