Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

05 Juni 2009

Kerajinan Rotan Keluhkan Bahan Baku


Departemen Perindustrian meminta kran ekspor rotan mentah sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.12/2005 segera ditutup.
Fahmi menjelaskan, ekspor rotan mentah sebaiknya ditutup karena akan mematikan industri furniture dan kerajinan berbasis rotan. “Seharusnya kita ekspor dalam bentuk barang jadi atau barang setengah jadi, bukan rotan mentah seperti dalam Permendag,” katanya. Oleh karenanya, Fahmi meminta aturan tersebut segera direvisi.
Mengingat Indonesia merupakan produsen rotan alam terbesar di dunia, Fahmi mengatakan industri furniture dunia sangat bergantung dengan suplai bahan baku dari Indonesia. “Jangan sampai industri negara lain tumbuh dengan suplai dari kita, tapi industri dalam negeri malah mati,” ujarnya. Selain Indonesia, produsen rotan alam terbesar dunia juga ada di Filipina dan Malaysia.
Menurut Fahmi, dari 22 jenis rotan alam yang bisa diproduksi di dalam negeri, hanya 6 jenis rotan yang bisa digunakan industri furniture dan kerajinan berbasis rotan. “Sisanya baru bisa diekspor, tapi parahnya ternyata yang diekspor yang 6 jenis itu, tersinggung saya,” ujarnya.
Sebelumnya, pengrajin kerajinan dan furniture berbasis rotan di Cirebon sempat melakukan aksi massa ketika Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu melakukan kunjungan kerja di sentra-sentra industri di Cirebon. Mereka menuntut kran ekspor rotan ditutup karena industri kekurangan bahan baku.

Akan Direvisi
Departemen Perdagangan mempersiapkan revisi Permendag No.12/M-DAG/PER/6/ 2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, tetapi masih tetap membuka keran ekspor komoditas itu untuk periode Juli 2009-Juni 2010 sebanyak 77.000 ton sama dengan tahun sebelumnya.
Kepala Sub Direktorat Ekspor Produk Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan Lamsudin Sitindaon mengatakan, pihaknya juga mempersiapkan perkembangan realisasi ekspor rotan untuk dilaporkan ke presiden.
“Kami sedang membuat laporan kepada presiden tentang perkembangan ekspor rotan dan pasokan industri domestik. Menteri Perindustrian telah mengirimkan surat kepada presiden tentang keluhan industri kerajinan rotan,” ujarnya.
Dia membantah jika sebelum 2005, ekspor rotan dilarang, tetapi diperbolehkan untuk jenis tertentu.
Hal tersebut menyusul tuntutan pelaku industri rotan yang tergabung dalam Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) untuk merevisi peraturan tersebut agar keran ekspor rotan ditutup.
Depdag, katanya, sedang mempersiapkan laporan realisasi ekspor rotan selama periode Juli 2008-Juni 2009. Dia tidak dapat menjelaskan hal-hal yang akan direvisi dalam peraturan itu.
Pelaku industri rotan dalam negeri meminta agar keran ekspor rotan ditutup untuk menjamin ketersediaan bahan baku rotan.
Selama periode Juli 2008-Juni 2009, Depdag telah membatasi kuota ekspor rotan asalan jenis sega dan irit 25.000 ton, rotan setengah jadi dalam bentuk hati dan kulit rotan yang diolah dari jenis sega dan irit 16.000 ton.
Kuota ekspor rotan setengah jadi dalam bentuk rotan poles, hati dan kulit rotan yang diolah dari jenis bukan sega dan irit 36.000 ton.
Sekjen AMKRI Hatta Sinatra menilai, revisi permendag No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan tidak dapat memperbaiki industri kerajinan rotan, karena masih tetap memperbolehkan ekspor komoditas itu.
“Revisi itu bagi kami tidak ada artinya dan jalan di tempat. Substansinya tetap ekspor bahan baku rotan dilanjutkan,” ujarnya.
Menurut dia, jika masih tetap dibuka keran ekspor, pasokan untuk industri rotan di dalam negeri akan tetap sulit.
Dia mengungkapkan, bahan baku rotan merupakan bahan baku strategis yang harus dimanfaatkan demi kemajuan dan pertumbuhan industri barang jadi rotan nasional.
Hatta menambahkan revisi tersebut masih membolehkan ekspor dengan memberikan kuota ekspor periode Juli 2009-Juni 2010 sebanyak 77.000 ton sama dengan periode Juli 2008-Juni 2009.

Produksi
Sementara, rencana Departemen Perdagangan (Depdag) merevisi ketentuan ekspor bahan baku rotan dinilai akan memberi dampak positif bagi industri furniture rotan di Sumatera Utara (Sumut). Pasalnya, dengan pembatasan ekspor akan memberi peluang lebih bagi industri mendapatkan bahan baku.
“Sejak 2 tahun terakhir, bahan baku rotan sudah tidak ada lagi di Sumut. Sehingga, industri terpaksa memasok dari luar daerah,” kata Kepala Seksi Ekspor Hasil Industri Subdinas Perdagangan Luar Negeri (PLN) Efendi Manurung.
Seperti diketahui, Departemen Perdagangan (Depdag) sedang mempertimbangkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 12 Tahun 2205 tentang Aturan dan Alokasi Ekspor Bahan Baku Rotan.
Efendi Manurung menambahkan, pembatasan ekspor bahan baku bisa menambah dan mengamankan pasokan bahan baku di dalam negeri. Sehingga, daerah-daerah yang memiliki industri berbahan baku rotan tidak lagi khawatir terjadi kelangkaan. “Yang diatur itu kan bahan baku dan setengah jadi, sehingga ekspor barang jadinya bisa didorong,” jelasnya.
Disebutkannya, produk jadi yang diekspor dari Sumut antaralain bola keranjang dan berbagai kerajinan tangan dari rotan. Dengan kondisi krisis bahan baku ditambah krisis keuangan yang menimpa negara-negara tujuan ekspor menyebabkan ekspor komoditas ini tidak lagi rutin. Negara tujuan ekspor antaralain Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia.
“Di Sumut sendiri, pelaku usaha sudah menyiasatinya dengan menggunakan kayu karet. Namun, produksinya belum cukup banyak, dan kurang diminati di beberapa negara tujuan,” lanjutnya.
Dalam rangka peningkatan produksi, lanjutnya, Disperindag juga telah mencoba melakukan koordinasi terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan untuk mengembangkan budidaya rotan maupun kayu karet. “Sudah pernah dikembangkan, tetapi masih perlu ditingkatkan lagi,” tambahnya. (*)

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar