Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

23 Desember 2009

Kawasan Ekonomi Khusus Dikembangkan Di 4 Daerah

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan Pemerintah akan mengembangkan empat koridor Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Koridor tersebut adalah Pantai Utara (Pantura), Pantai Timur (Sumatera), Kalimantan, dan Sulawesi. “Ini berbasis kekayaan alam di daerah bersangkutan,” ujar Hatta. Hatta mencontohkan Jalur Pantura yang akan difokuskan kepada sektor manufaktur dengan pendukung pelabuhan yang sudah modern untuk Pantai Timur Jawa.
Hatta menyatakan, akan mengembangkan industri hilir kelapa sawit yang selama ini menjadi basis industri di kawasan itu. KEK diharapkan dapat memberikan efek ganda yang besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Hatta menuturkan, pemerintah akan terlebih dulu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Undang-Undang KEK sebelum mengembangkan keempat koridor tadi. Peraturan turunan ini antara lain akan menetapkan kriteria bagi daerah untuk menjadi KEK.
Kriteria ini, katanya, antara lain mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan lahan, dan daya dukung ekonomi. Hatta lebih lanjut mengatakan, saat ini ada 20 lebih daerah yang mengajukan diri menjadi KEK.
“Daerah mengira pemerintah pusat akan langsung membangunkan begitu diajukan,” jelas Hatta.
Padahal, KEK akan dikembangkan melalui pola kemitraan pemerintah dengan swasta (Public Private Partnership / PPP) sehingga daerah-daerah yang mengajukan harus mempunyai daya dukung ekonomi memadai. Sebab itu, pemerintah lalu membuat kriteria yang akan dituangkan dalam PP tadi.
KEK ini termasuk dalam salah satu program 100 hari pemerintah, khususnya pada bidang investasi dan iklim usaha. Tema prioritas pada bidang ini yakni peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan KEK.

Perlu Dukungan
Sementara, pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) perlu melakukan pendukung utama diantaranya infrastruktur, birokrasi yang efektif, kepastian hukum dan tersedianya sumber daya manusia di daerah KEK. Tanpa itu semua, maka pembentukan KEK sama saja bohong.
Dengan adanya KEK, bisa menjadi kesempatan atau gerbang bagi pertumbuhan dan perkembangan sektor industri di tanah air. Jika tidak ada faktor-faktor yang memberi dukungan, maka KEK tidak bisa berkembang.
Faktor pertama pendukung KEK, kata dia, adalah ketersedian infrastruktur yang baik seperti pelabuhan, lapangan terbang, jalan raya, jambatan, listrik, gas dan lain-lain.
“Infrastruktur itu sangat penting sekali bagi terealisasinya KEK, kalau ada KEK tanpa ada infrastruktur sama saja bohong,” katanya.
Selain itu, faktor kedua adalah, perlu adanya pelayanan birokrasi yang cepat, tepat, murah terpadu. Ketiga adalah perlunya kepastian hukum, karena KEK memungkinkan proses ekspor impor harus lancar, juga kemungkinan terjadinya penyelundupan.
“Jadi kalau masuknya barang tidak termonitor dengan baik, kalau ada pelanggaran tidak ditindak cepat, maka sama saja bohong, salah satunya penyelundupan,” tegas.
Faktor penting yang terakhir adalah kemampuan pemda dalam mengantisipasi kebutuhan dari KEK, diantaranya sumber daya manusia.
“Jadi KEK sangat ketergantungan dari yang tadi itu, tanpa itu saja bohong,” ujarnya.
Semua faktor-faktor tadi perlu dipebaiki, karena pelaksanaan KEK untuk wilayah Jawa relatif masih bisa terpenuhi tetapi jika diterapkan di luar Jawa dengan kondisi saat ini sangat sulit dilakukan, terutama untuk pelayanan birokrasi, sehingga perlu sekali pelayanan satu atap.
“Makanya lembaga pemerintah daerah harus rela menyerahkan kewenangannya,” katanya.

Surga Investasi
RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) telah disahkan sebagai UU oleh DPR. Dalam waktu 1-2 tahun kedepan pemerintah Indonesia tengah menyiapkan lahan-lahan KEK sebagai surga investasi dalam memanfaatkan pemulihan krisis global. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam sambutan di sidang paripurna, mengatakan persiapan pembentukan KEK pada krisis global justru menguntungkan karena memberikan waktu yang cukup bagi Indonesia dalam menyiapkan pembentukan KEK.
“Apabila dalam kurun waktu 1-2 tahun mendatang kita dapat mewujudkan pembentukan KEK, maka Indonesia akan siap menyambut pulihnya perekonomian global dengan penyedian lokasi-lokasi tujuan investasi baru,” kata Mari.
Mengenai banyaknya pengajuan proposal pembentukan KEK oleh 22 daerah, dikatakan Mari, pemerintah mengharapkan agar masing-masing daerah untuk melakukan kajian mendalam terhadap masing-masing usulan dengan kreteria dan persyaratan KEK yang lebih mendalam. Hal ini untuk lebih memastikan keyakinan tentang prospek keberhasilan KEK yang diusulkan oleh masing-masing daerah.
Pasca resminya KEK menjadi undang-undang, maka pemerintah akan segara melakukan sosialisasi UU KEK, merumuskan seluruh perangkat peraturan perundangan dalam waktu selambatnya 1 tahun. Selain itu juga menyusun rencana induk KEK dengan memperhitungkan potensi pengembangan dan peluangnya berdasarkan perkembangan perekonomian regional dan global dan melakukan evaluasi terhadap usulan 22 KEK yang telah disampaikan.
“Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan selama 5 tahun kedepan sudah dibentuk beberapa KEK yang diharapkan mampu menjadi lokomotif baru perekonomian nasional,” harapnya.

Redaksi

Sampai Akhir 2009, BI Rate Tetap 6,5 Persen

Bank Indonesia (BI) memperkirakan level suku bunga acuan (BI Rate) belum akan berubah dari posisi saat ini sebesar 6,5 persen hingga akhir tahun 2009. Perubahan level Bi Rate masih menunggu sinyal-sinyal pemulihan global di akhir semester I-2010.
Pjs Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan, bahwa bank sentral tidak ingin buru-buru menurunkan BI Rate lebih jauh lagi dalam dua bulan belakangan ini walapun masih ada ruang.
Sebetulnya kita hanya tidak ingin buru-buru menurunkan BI Rate lebih jauh lagi, karena nantinya kita juga tidak ingin BI Rate yang diturunkan kemudian harus naik lagi,” ujarnya.
Ia mengatakan, hal ini nantinya diharapkan akan membuat lebih stabil lagi sisi moneter. “Walaupun nanti kursnya (nilai tukar rupiah) mungkin saja terpengaruh aliran dana tapi dari sisi bunga kita tidak ingin lebih terbuka,” tuturnya.
Ditempat yang sama Deputi Gubernur BI, Hartadi A Sarwono mengatakan tingkat BI Rate yang terus stagnan merupakan kebijakan moneter yang disebut sebagai forward policy.
“Itu karena kita melihat tingkat inflasi di posisi 5 persen sampai 6 persen kedepan,” ungkapnya.
Meskipun, lanjut Hartadi, saat ini inflasi masih dibawah 3 persen namun kita melihat kedepan. “Dengan acuan BI Rate 6,5 persen dan inflasi di 2010 5 persen sampai 6 persen kita masih bisa stay,” jelasnya.
Tapi, menurut Hartadi jika nanti bulan Desember 2009 dan Januari 2010 terjadi shock yang akan mengadjusted kebijakan moneternya tapi kebalikannya atau lebih baik dari yang kita perkirakan maka di 2010 BI Rate akan diturunkan.
“Perkiraan kita di triwulan I-2010 tidak akan ada kenaikan (inflasi) tetapi baru ada kenaikan di triwulan II-2010 yang sejalan dengan penguatan global. Itukan membawa tekanan demand yang tinggi dari sisi suplai dan tekanan nantinya kepada harga,” papr Hartadi.
Akhir triwulan II-2010, lanjut Hartadi, pertumbuhan ekonomi global akan pulih khususnya Amerika Serikat.
“Pertumbuhan ekonomi AS itu cenderung tidak secepat yang diperkirakan, maka inflasi pun tidak sebesar yang kita perkirakan sehingga mungkin bisa turun lagi (BI Rate). Tapi jika pemulihan cepat maka nanti akan berbeda, tidak bisa dijawab saat ini,” kata Hartadi.
Diyakini BI Rate akan mempertahankan di level 6,5 persen. Hal itu didasarkan pada capaian inflasi Oktober yang ternyata masih rendah hanya 0,19 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Oktober 2009 sebesar 0,19 persen. Inflasi tahun kalender dari Januari hingga Oktober 2009 sebesar 2,48 persen, dan inflasi year on year sebesar 2,57 persen. Angka tersebut masih jauh dari target inflasi 2009 yang sebesar 4 persen.
Angka inflasi Oktober tersebut cukup mengejutkan karena konsensus memperkirakan inflasi year on year sebesar 2,83 persen. Rendahnya inflasi itu terutama disebabkan karena turunnya inflasi bahan makanan secara month to month .
“Penurunan inflasi harga makanan untuk Oktober sejalan dengan ekspektasi pada akhir Idul Fitri. Namun kami terkejut bahwa penurunan ongkos transportasi antara kota, BBM dan tarif angkutan KA dan udara memicu deflasi pada komponen transportasi,”.
Hal senada disampaikan Helmi Arman yang menyatakan angka itu lebih rendah dari ekspektasi dan konsensus, terutama berkat turunnya tarif transportasi dan bahan makanan.
“Tapi ini berarti tidak ada lagi deflasi pasca Ramadan akan terjadi lagi pada November. Inflasi bulanan pada bulan depan kemungkinan akan meningkat secara normal,” jelasnya.
Dengan melihat rendahnya inflasi itu, BI diperkirakan mempertahankan lagi BI Rate di kisaran 6,5 persen.
“Kami berpikir BI akan mempertahankan batas kebijakan moneter ‘netral’ dan menghindari setiap sinyal dari strategi keluar dalam beberapa pertemuan ke depan. Kami tidak mengharapkan ada tanda kebijakan yang agresif hingga awal tahun depan,” ujarnya.

Sulit Berlanjut
Bank Indonesia (BI) memperkirakan penurunan tingkat BI Rate dari level 6,5 persen saat ini akan sulit berlanjut karena proyeksi inflasi 2010 yang akan naik dan juga kenaikan harga minyak dunia yang terus terjadi.
Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono, melihat inflasi bukan dari bulan ke bulan, inflasi meskipun turun kami melihat ada tekanan inflasi di 2010, yaitu kalau sekarang 6,5 persen itu bisa dikatakan room (ruang penurunan BI Rate) semakin terbatas. Belum lagi harga minyak naik.
Meskipun begitu, Hartadi mengatakan tingkat inflasi pada bulan Oktober ini akan rendah, jika pada September month on month (mom) mencapai 1 persen, maka pada Oktober ini akan turun menjadi 0,25 persen. “Untuk yoy di bawah 3 persen, itu bagus berarti efek dari lebaran sudah hilang. Bisa naik sedikit pada Desember tapi harapan kami tidak setinggi waktu lebaran. Biasanya kenaikan itu tahun baru dan natal,” tuturnya.
Sementara itu mengenai penguatan rupiah yang terjadi, Hartadi mengatakan penguatan rupiah yang terjadi pada saat ini masih wajar karena sesuai dengan fundamental perekonomian Indonesia.
“Kami melihat kecepatannya kalau level itu ditentukan fundamentalnya, kalau memang fundamental memungkinkan dia menguat, dia akan menguat terus, tapi yang penting jangan menguat terlalu cepat. Penguatan yang sekarang makin oke,” tutupnya.

Redaksi

Sri Mulyani : Stimulus Fiskal Akan Dilanjutkan Di 2010

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, program stimulus fiskal akan tetap dilanjutkan pada tahun 2010 untuk proses pemulihan ekonomi yang terpukul oleh krisis keuangan global.

Penerusan program stimulus fiskal di 2010 ini merupakan pernyataan bersama para Menteri Keuangan di negara-negara yang tergabung dalam Asia-Pacific Economy Cooperation (APEC) terkait kebijakan stimulus fiskal dan exit strategy .
“Stimulus fiskal, program yang diluncurkan untuk mencegah anjlokan perekonomian di tingkat lebih dalam, dilanjutkan hingga 2010. Namun, kami sepakat agar dipersiapkan strategi untuk keluar dari ketergantungan stimulus,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan perlu adanya kebijakan reformasi struktural baru di luar stimulus fiskal dan moneter untuk menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dalam pertemuan APEC tersebut, disepakati pemberian dana stimulus tidak akan dihentikan sampai perekonomian benar-benar sudah aman. Paket stimulus dianggap penting untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi yang terpukul oleh krisis keuangan global yang berawal dari Amerika Serikat.
Paket stimulus ekonomi diharapkan tidak hanya berdampak positif terhadap negara yang menjalankannya, tetapi juga terhadap negara lainnya.
Selain memuat pandangan terkait kebijakan stimulus fiskal dan exit strategy , terdapat beberapa poin penting yang juga menjadi kesepakatan para menteri keuangan, yakni terkait dengan reformasi untuk mendukung pertumbuhan yang kuat, berkesinambungan dan seimbang, serta memperkuat sistem keuangan dan fasilitas pendanaan untuk pertumbuhan berkelanjutan.
Sri Mulyani juga menegaskan perlunya kewaspadaan terhadap tiga tantangan yang akan dihadapi negara berkembang termasuk Indonesia, yaitu fluktuasi kurs, arus modal, dan harga komoditas.
Diakui, stimulus yang diberikan pemerintah kepada sejumlah sektor industri tidak bisa membantu peningkatan penjualannya. Pasalnya, dengan permintaan global yang melemah ditambah permintaan domestik yang tidak bisa ditutup dari pemberian stimulus.
“Karena permintaan global yang turun tajam ditandai oleh ekspor yang negatif 19 persen, itu tidak bisa seluruhnya dikompensasi oleh permintaan domestiknya. Oleh karena itu memang tidak bisa dihindari,” katanya
Menurutnya, stimulus fiskal yang diberikan pemerintah hanyalah salah satu proyek yang ditujukan untuk membantu dunia usaha. Namun, ia menambahkan, pada triwulan III 2009 masih terjadi perlambatan permintaan global yang ditandai dengan menurunnya ekspor.
“Untuk beberapa industri manufaktur yang sifatnya ekspor oriented akan terlihat pada kuartal 3 dan 4 ini menunjukkan indikator kontraksi,” ungkapnya.
Seperti diketahui, ekspor Indonesia hingga September mencapai 80,13 miliar dollar AS atau turun 25,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara bulan ke bulan (month to mont), ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,75 persen.
Ia menambahkan, meskipun pemerintah sudah memberikan stimulus kepada sektor riil, namun rendahnya permintaan global membuatnya menjadi tidak terlalu membantu.

Penyerapan Stimulus
Penyerapan stimulus fiskal infastruktur di 2009 sampai dengan akhir Oktober 2009 belum mencapai 50 persen dari total dana sebesar Rp 11,549 triliun.
Berdasarkan data dari Bappenas yang disampaikan Deputi Bappenas Bambang Widianto dari alokasi anggaran sebesar Rp 11,549 triliun penyerapan anggaran stimulus baru mencapai 42,10 persen atau sebesar Rp 4,862 triliun. Perkiraan penyerapan stimulus fiskal sendiri sampai akhir Desember 2009 sebesar 90,37 persen.
Dari data tersebut, Kementerian Negara Perumahan Rakyat memiliki angka penyerapan paling besar yaitu 58,37 persen. Sedangkan Departemen Pertanian, Kementerian Negara BUMN, dan Bendahara Umum Negara belum ada penyerapan anggaran.
Departemen Pekerjaan Umum telah menyerap 50,12 persen, Departemen Perhubungan 37,19 persen, Departemen ESDM 43,60 persen, Departemen Kelautan dan Perikanan 13,31 persen, Depnakertrans 14,76 persen, Depkes 28,37 persen, Depdag 17 persen, lalu Menkop dan UKM 28,56 persen.
Untuk Departemen Pertanian anggarannya diputuskan untuk masuk APBN-P 2009. Untuk Bendahara Umum Negara, alokasi subsidi bunga air bersih sebesar Rp 15 miliar masih belum mendapat persetujuan dari Departemen Keuangan. Hal ini disebabkan belum diterbitkannya Peraturan Presiden yang mengatur subsidi bunga air bersih.
Kementerian Negara BUMN (untuk KUR) penyerapan stimulus terganggu karena belum adanya Peraturan Pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah untuk menyalurkan dana melalui PT. Askrindo dan Jamkrindo.
Saat ini draft peraturan pemerintah dimaksud telah dikirim oleh Menteri Keuangan ke Menteri Sekretaris Negara. Penyerapan yang rendah ini mengecewakan, padahal tujuan stimulus ini diberikan adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari imbas krisis ekonomi global yang terjadi.

Redaksi

Kinerja Industri Belum Normal, Implementasi FTA Bisa Perlebar Defisit Perdagangan

Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Inovasi dan Produktivitas Ahmad Safiun memprediksikan, kinerja industri pada tahun depan masih akan dibayangi ketidakpastian sehingga kinerja ekspor masih akan melemah dibandingkan dengan kondisi 2008.
Apalagi pada 2010 kesepakatan FTA (free trade agreement/ perjanjian perdagangan bebas) antara Asean dan China diimplementasikan. Industri manufaktur bisa sangat terpukul. Defisit perdagangan bisa semakin lebar,” katanya.
Pada periode 2004-2008, jelasnya, neraca perdagangan tumbuh negatif dengan rerata pertumbuhan -17,96 persen di mana sektor manufaktur berkontribusi paling besar terhadap defisit tersebut dengan pertumbuhan -11,69 persen.
Dalam kurun waktu yang sama, lanjutnya, pertumbuhan ekspor rata-rata hanya mencapai 17,18 persen, jauh di bawah rerata pertumbuhan impor yang mencapai 25,83 persen sehingga berpotensi menjadikan Indonesia sebagai negara net importer.
Perbaikan kinerja industri manufaktur pada kuartal III/2009 dinilai sebagian kalangan tidak normal (anomali) karena realisasi PDB industri pengolahan tumbuh sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor usaha lainnya.
Ekonom Universitas Gadjah Mada Sri Adiningsih berpendapat, industri manufaktur dapat tumbuh dengan baik apabila pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor ini terhadap berbagai sektor usaha lainnya lebih tinggi.
“Kalau pertumbuhan sektor manufaktur lebih rendah dibandingkan dengan berbagai sektor lain, berarti ada masalah serius,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan industri pada kuartal III/2009 hanya 2,8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertanian yang sebesar 7,3 persen, sektor konstruksi (5,5 persen), transportasi dan komunikasi (5,1 persen), dan sektor perdagangan hotel serta restoran (4,6 persen).
Pada periode itu, empat sektor usaha tersebut bahkan mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,2 persen. Menurut BPS, kencangnya pertumbuhan sektor pertanian dipicu pertumbuhan yang cukup tinggi pada subsektor perkebunan yang mencapai 26,2 persen.
Pada sisi lain, rendahnya pertumbuhan industri justru dipicu melemahnya ekspor dan masih besarnya ketergantungan terhadap impor barang modal serta bahan baku/penolong. Kondisi ini, lanjut Sri, membuat sektor manufaktur pada kuartal III/2009 tumbuh tak berkualitas.
“Pertumbuhan industri selama kuartal III hanya didorong oleh sektor konsumsi sedangkan tambahan investasi nyaris tidak ada. Pertumbuhan industri seperti ini tidak akan kokoh sehingga rentan mengalami pembalikan pada periode selanjutnya. Terlalu dini jika kita mengatakan industri nasional tumbuh membaik. Konsekuensi sosial ekonomisnya sangat berat,” kata Sri.
Keadaan itu sejalan dengan pemaparan BPS yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III sebagian besar hanya ditopang oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 2,6 persen, sedangkan komponen pembentukan modal tetap bruto-yang mencakup investasi-hanya tumbuh 0,9 persen.
Ironisnya, kontribusi ekspor produk manufaktur pada periode itu justru anjlok 4 persen sedangkan impor barang dan jasa tumbuh negatif 7,4 persen. “Pertumbuhan yang hanya didominasi belanja konsumen [domestik] tidak akan bertahan lama menyusul masih tingginya risiko inflasi dan pelemahan daya beli konsumen global yang mengancam pertumbuhan ekspor,” jelasnya.
Pada periode itu, komponen ekspor hanya berkontribusi 23,5 persen terhadap total PDB atas harga berlaku (2009) Rp1.452,5 triliun. Kontribusi itu lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama 2008 sebesar 28,9 persen.

Target Pertumbuhan
Industri manufaktur diperkirakan dapat tumbuh 4,8 persen dalam lima tahun ke depan atau pada 2010-2014. Angka tersebut jauh lebih rendah dari proyeksi berdasarkan potensi pertumbuhan jangka panjangnya yang sebesar 7,5 persen.
Skenario lebih optimistis berdasarkan kecenderungan yang terjadi belakangan memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur rata-rata 5,4 persen per tahun dengan pertumbuhan ekonomi 6,9 persen. Kadin menetapkan target pertumbuhan berdasarkan skenario optimistis tersebut.
Selama periode 2010-2014, industri manufaktur nonmigas akan tumbuh semakin mendekati pertumbuhan PDB. Pertumbuhan industri manufaktur dipacu oleh pertumbuhan industri alat angkut, mesin, dan peralatannya, industri makanan dan minuman, industri pupuk dan industri tekstil dan produk tekstil.
Manufaktur nonmigas ditargetkan berperan makin penting sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi pada 2010-2014 dan industri alat angkut, mesin dan peralatannya dan mamin tetap menjadi andalan pertumbuhan industri manufaktur nonmigas pada 2010-2014.
Adapun tiga misi utama industri nasional pada road map 2015 adalah pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen, peningkatan daya saing produk industri nasional, serta penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Untuk mewujudkan tiga misi utama industri nasional tersebut diperlukan tiga kebijakan strategis berupa restrukturisasi industri nasional (peremajaan mesin dan peralatan untuk meningkatkan produktifitas), reorientasi kebijakan ekspor bahan mentah, dan integrasi pasar domestik untuk memperkuat basis industri nasional.
Pemerintah bertekad menggandakan pertumbuhan industri manufaktur melalui upaya revitalisasi untuk mendorong kinerja ekspor pada tahun depan.
Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, pertumbuhan industri manufaktur sekitar 2,67 persen pada kuartal III-2009 masih terlalu rendah. “Sekarang harus cepat didouble- kan,” paparnya.
Pertumbuhan industri manufaktur yang cepat diperlukan untuk merespons kenaikan permintaan impor negara-negara maju pada tahun depan seiring pemulihan ekonomi global.
Industri manufaktur pada kuartal III-2009 hanya tumbuh 0,02 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini, terutama tampak pada industri manufaktur berbasis ekspor.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat fenomena ini wajar lantaran permintaan impor dari negaranegara maju anjlok sejak terkena krisis keuangan global.
Hatta berharap pertumbuhan industri manufaktur akan membaik pada kuartal IV-2009. Hatta memperkirakan pertumbuhan ekonomi juga akan mencapai puncaknya pada kuartal IV-2009 dan secara keseluruhan diprediksi mencapai 4,3 persen.
Hatta optimistis target pertumbuhan ekonomi 4,3 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2009 bisa tercapai mengingat konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh di atas lima persen.
Belanja pemerintah juga akan terus naik pada kuartal akhir, termasuk stimulus fiskal. Terkait stimulus, Hatta sudah meminta seluruh kementerian/lembaga penerima stimulus untuk menggenjot penyerapannya.
“Syukur-syukur di atas 95 persen realisasinya, “paparnya.
Sementara itu, Kepala ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, ada peningkatan kepercayaan konsumen selama Oktober lalu terhadap kemampuan pemerintah melaksanakan tugas-tugasnya.
Setelah menurun pada survei sebelumnya, Indeks Kepercayaan Konsumen terhadap Pemerintah (IKKP) naik 0,67 persen menjadi 114,2 pada Oktober. Sedikitnya ada tiga komponen pembentuk IKKP yang tercatat meningkat, yakni indeks yang mengukur kemampuan pemerintah menjaga stabilitas harga, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menjaga keamanan.
Namun, dua komponen lainnya, yakni indeks yang mengukur kemampuan pemerintah untuk menegakkan hukum dan menyediakan sarana umum menurun. Selain itu, dalam risetnya, Danareksa Research Institute menyebutkan, optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian nasional selama Oktober kemarin mengalami penurunan. Disebutkan, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada Oktober turun 0,1 persen dari bulan sebelumnya.
Menurut Purbaya, penurunan tipis tersebut menunjukkan sedikit kekhawatiran konsumen terhadap kondisi perekonomian saat ini.”Kekhawatiran ini terutama terhadap tingginya harga bahan makanan pokok dan makanan jadi,”ujarnya.
Kendati begitu, dia melanjutkan, jumlah konsumen yang mengkhawatirkan tingginya harga bahan makanan semakin berkurang,yakni dari 62,9 persen pada September menjadi 54,2 persen pada Oktober lalu. Tetapi, Purbaya mengingatkan,hal ini tetap menjadi faktor penting yang memengaruhi keadaan ekonomi lokal konsumen dalam tiga bulan terakhir. Dana reksa juga mencatat ada penurunan minat beli konsumen terhadap barang tahan lama dalam enam bulan mendatang.
Hal ini sejalan dengan turunnya ekspektasi ketersediaan lapangan kerja di masa mendatang.Menurut survei, konsumen yang berencana membeli barang-barang tahan lama dalam enam bulan mendatang turun dari 24,8 persen pada September menjadi 22,7 persen Oktober lalu.

Redaksi

Pembenahan Ekspor jadi Prioritas, Sistem Perizinan Perdagangan Online Pada 2010

Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Mari Elka Pangestu membuat program 100 hari kerja dengan membenahi penyebab ekonomi biaya tinggi dan inefisiensi produk ekspor. “Kami akan berusaha mengurangi ekonomi biaya tinggi dan [membenahi] kelancaran arus lalu lintas barang yang telah menjadi prioritas selama ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan tidak ingin mendahului program kerja 100 hari oleh Kabinet Indonesia Bersatu,
tetapi Departemen Perdagangan berdasarkan rencana kerja dalam 100 hari pertama akan meningkatkan ekspor dan pasar tujuan ekspor.
Ajang pameran Trade Expo Indonesia 2009, lanjutnya, akan menjadi ajang untuk mendatangkan pembeli asing ke pameran tersebut. Menurut Mari, Departemen Perdagangan dalam waktu dekat akan mengirimkan misi dagang ke pasar nontradisional, Rusia dan Afrika.
Selain itu, Depdag akan melakukan Joint Commission dengan Irak. Negara itu, menurut dia, merupakan pasar yang susah, tetapi negara tersebut dalam proses pembangunan sehingga memerlukan banyak bahan konstruksi dan produk jasa lainnya.
Menurut dia, Depdag bersama dengan departemen lain akan melakukan koordinasi untuk membuat klaster produk ekspor yang menjadi andalan.
Mari menambahkan perlu untuk memperkuat perdagangan dalam negeri dan stabilitas bahan pokok yang selama ini dikoordinasikan di bawah Menko Perekonomian, seperti menyempurnakan peraturan tentang gula dan pupuk pada 2010. Kebijakan distribusi pupuk bersubisdi, kata dia, ke depan akan diubah agar langsung tepat sasaran kepada petani.
Pemberdayaan pasar tradisional dan realisasi anggaran termasuk penyerapan stimulus renovasi pasar, lanjutnya, akan dipercepat sehingga dapat selesai pada akhir tahun.
Hal penting lain, kata dia, perlu meningkatkan kerja sama dengan pemegang saham dan pemerintah daerah untuk pengelolaan pasar. Hal ini tidak hanya melibatkan pusat tetapi harus melibatkan mitra-mitra pemerintah seperti bank dan lembaga lain.
Di tingkat kerja sama internasional, dalam jangka pendek akan melakukan pertemuan konferensi tingkat tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (KTT APEC), Asean dan Organisasi perdagangan Dunia (WTO). “Intinya selama ini kami yang berkoordinasi dengan departemen lain.”
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sutan Asril Amir mengatakan, Mari Elka Pangestu merupakan menteri dari profesional yang selama ini mampu menjembatani kepentingan para eksportir. “Kami selalu diajak bicara saat hendak mengeluarkan kebijakan yang menyangkut ekspor.”
Sekretaris Ditjen Perdagangan Luar Negeri Depdag Syahrul Sampurnojaya mengatakan, dipilihnya Mari untuk kembali menjadi Menteri Perdagangan akan semakin bagus, karena tinggal melanjutkan program yang sudah ada.
“Akan semakin mudah, karena tinggal melanjutkan saja program yang ada. Sudah dibuat program untuk 100 hari pertama,” ujarnya.
Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Hesti Indah Kresnarini mengatakan, program telah disusun sehingga tinggal meningkatkan program saja. “Salah satunya untuk meneruskan membuka pasar ekspor di Rusia dan Afrika,” ujarnya.
Rencana tahun depan akan ada restrukturisasi BPEN untuk menjadikan badan itu lebih kepada fungsi pelayanan bagi para eksportir dan buyer.

Perizinan
Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu menargetkan sistem perizinan perdagangan dalam dan luar negeri akan sepenuhnya online pada 2010.
“INATRADE, layanan perizinan single window yang ada di Depdag itu sudah selesai sebetulnya, tapi belum semuanya online. Target untuk tahun depan semua harus bisa online. Itu juga diharapkan bisa mengurangi cost of doing business,” katanya.
Saat ini, dari 74 jenis perizinan yang diterbitkan oleh Direktorat Impor, Depdag baru 50 yang dilayani secara online melalui situs INATRADE. Sedangkan, perizinan ekspor masih dalam tahap pengembangan untuk dilayani secara online.
INATRADE merupakan salah satu sistem perizinan yang menjadi bagian dari National Single Window (NSW). NSW merupakan sistem layanan ekspor impor online terpadu antar berbagai instansi.
Saat ini, Indonesia sedang melakukan ujicoba NSWB dengan Filipina, sebelumnya juga telah dilakukan ujicoba pertukaran Surat Keterangan Asal (SKA) dengan Malaysia.
ASEANB menargetkan terhubungnya NSW masing-masing anggota menjadi ASEANB Single Window (ASW) pada akhir 2009 ini. Namun, hingga kini masih terjadi perdebatan antar negara anggota ASEAN terkait sistem.
“Saya baru mendapat laporan bahwa ada perdebatan soal sistemnya, antara menggunakan federal system atau sistem yang seragam dengan pola inter-operability. Yang penting bagaimana sistem ini bisa jalan, yaitu dengan inter-operability,” jelasnya.
Mendag berharap dengan inter-operability maka Singapura yang sebelumnya merasa keberatan menyamakan sistem kepabeanannya dengan negara ASEANB lain akan bersedia bergabung membentuk ASW.

Redaksi

Tokek, Komoditas Ekspor Yang Menjanjikan

Mungkin tak banyak yang menyangka bahwa tokek ternyata bernilai jual tinggi. Bahkan, hewan yang sefamili dengan cecak itu telah menjadi komoditas ekspor yang sangat menjanjikan karena omzetnya bisa mencapai miliaran rupiah.
‘’Sekali transaksi, saya bisa mengantongi uang ratusan juta rupiah. Bahkan hingga miliaran rupiah,’’ ungkap David Hendra, pria kelahiran Probolinggo, 24 November 1957 di kediamannya, Jl Puspowarno Tengah, Semarang Barat.
Hendra menjelaskan, tokek yang bernilai jual tinggi itu memang bukan sembarang tokek. Beratnya per ekor harus lebih dari 3,5 ons. ‘’Umumnya berat tokek di bawah 2 ons. Itu tak laku dijual. Kalaupun dijual, paling hanya laku Rp 2 ribu-Rp 3 ribu per ekor buat obat,’’ jelasnya.
Dia menambahkan, tokek dibagi tiga jenis: tokek hutan, tokek batu, dan tokek rumah. Masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan. Namun, di antara tiga jenis tokek itu, tokek rumah paling mahal.
Untuk tokek rumah seberat 5 ons - 5,9 ons, harganya bisa mencapai Rp 250 juta per ons, sehingga per ekor bisa laku sampai Rp 1 miliar. ‘’Bahkan, tokek dengan berat lebih dari 5,9 ons dihargai Rp 500 juta per ons,’’ tuturnya.
Untuk jenis tokek lain, lanjut dia, harganya memang tak setinggi tokek rumah. Tokek batu misalnya, harganya hanya Rp 5 juta per kg dan harga tokek campuran cuma seperempat harga tokek rumah. ‘’Tokek batu itu besar-besar. Seekor bisa lebih dari 1 kg,’’ ujarnya.
Karena harganya yang sangat menggiurkan, wajar saja bisnis tersebut sekarang menjadi santapan empuk para tukang tipu. Modus penipuannya bisa dilakukan dengan pemberian obat, makanan, atau alat pemberat lain yang mampu meningkatkan berat badan tokek. ‘’Pernah ada yang memasukkan gotri (pelor) di tubuh tokek biar beratnya tambah,’’ ceritanya.
Untuk jaringan ke bawah, mulai para penjual dan pengumpul, Hendra menggunakan cara tersendiri guna mencegah penipuan. Yakni, penjualan melalui foto serta pembayaran melalui beberapa tahap.
‘’Usaha dengan omzet miliaran seperti ini rawan penipuan. Kalau tidak cermat, akan mudah ditipu makelar. Karena itu, saya punya cara sendiri untuk mengatasi penipuan,’’ ujarnya.
Untuk pembelian dari pengumpul atau pemilik, Hendra menggunakan tiga tahap pembayaran untuk menghindarkan penipuan. Pertama, pernyataan kesanggupan dengan membayar sejumlah tertentu. Lalu, selama beberapa hari, dia mengamati kondisi kesehatan tokek. Jika tokek tetap sehat, dirinya baru membayar uang muka. Baru setelah beberapa minggu dipastikan tokek dalam keadaan aman dan sehat, dia membayar lunas harga yang disepakati.
‘’Tentunya, kita harus lebih cerdas dari para penipu. Saya sudah punya pengalaman ditipu orang. Itu menjadi pengalaman paling berharga,’’ kata pria yang sehari-hari mengendarai Honda Jazz merah tersebut.
Hendra menambahkan, mayoritas tokek dijual ke luar negeri. Namun, dengan alasan bisnis, dia enggan menyebutkan negara-negara pengimpor tokek asal Indonesia itu. ‘’Ya pokoknya dibeli orang luar sana, Mas,’’ tegas bapak empat anak itu.
Di luar negeri, tokek yang beratnya lebih dari 3,5 ons digunakan untuk bahan penelitian. Termasuk untuk menciptakan obat-obatan, pembuatan senjata biologi, serta kepentingan teknologi biologis lainnya. ‘’Tokek untuk pengembangan teknologi ke depan tidak akan surut. Justru permintaan akan semakin tinggi,’’ ujarnya optimistis.
Untuk mengembangkan bisnis tersebut, selain di Semarang, kini Hendra telah mampu membuka lima kantor pemasaran. Yakni, di Bekasi, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Jakarta. Kantor cabang tersebut, selain untuk bisnis tokek, juga dimanfaatkan Hendra untuk bisnis lain yang ditekuni lebih dulu. Yaitu, membuka kursus bahasa, pembuatan website, serta bisnis handphone dan komputer.

Redaksi

Faisal Basri : Perdagangan Dunia Dorong Ekspor Indonesia, Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh 6 Persen

Perekonomian Indonesia bisa tumbuh hingga 6 persen tahun 2010. Dengan demikian, target pemerintah bahwa ekonomi akan tumbuh pada level 5 - 5,5 persen pada tahun 2010 adalah target
yang bisa dicapai.
“Pertumbuhan 4 persen pada tahun 2009 sudah di tangan. Dengan demikian, tahun depan harus tumbuh 6 persen. Kalau 5,5 persen itu menunjukkan tidak ada keinginan untuk kerja keras,” ujar ekonom Faisal Basri di Jakarta, dalam Seminar bertema “Outlook 2010 : Prospek Politik dan Ekonomi Indonesia” .
Menurut Faisal, ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi daripada perkiraan pemerintah karena kondisi ekspor-impor di negara lain mulai pulih. Perdagangan dunia bisa mendongkrak ekspor Indonesia. Atas dasar itu, pertumbuhan terendah tahun 2010 adalah 5,4 persen. Namun, jika semua program unggulan selesai, seperti layanan elektronik terpadu kepabeanan ekspor-impor / National Single Windows (NSW) jalan dan Pelabuhan Tanjung Priok aktif 24 jam, ekonomi bisa tumbuh 6 persen.
Untuk itu, sektor manufaktur harus terus didorong tumbuh dari 1,3 persen menjadi 3,5-4 persen. Selain itu, kebutuhan investasi senilai Rp 2.000 triliun harus bisa terpenuhi, yang terdiri dari perbankan Rp 400 triliun, investasi asing 10 miliar dollar AS (naik dari posisi sekarang hanya 1 miliar dollar AS), maupun tarikan pasar modal untuk menyerap dana asing Rp 500 triliun.
“Rata-rata kebutuhan dana investasi pada lima tahun mendatang adalah Rp 2.900 triliun per tahun. Selain itu, investasi asing juga harus masuk 10 miliar dollar AS karena berdasarkan pengalaman, sebagian besar investasi asing ini akan masuk ke manufaktur kita,” ujar Faisal.
Indonesia sebaiknya tidak cepat berpuas diri dengan catatan pertumbuhan ekonomi yang tetap positif 4,5 persen tahun 2009 pada saat negara lain didera krisis sehingga mengalami pertumbuhan negatif. Sebab, negara dengan pertumbuhan negatif justru telah melampaui Indonesia, misalnya Jepang, yang sudah pulih dari pertumbuhan negatif menjadi positif 4,8 persen.
“Seharusnya dengan pertumbuhan positif 4,5 persen, Indonesia bisa melakukan lebih tinggi lagi,” ujar Faisal.
Secara terpisah, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Johnny Darmawan mengatakan, “Kalau ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen, kita mesti menggalang investasi dari luar. Tidak bisa hanya investasi domestik.”
Menurut Johnny, investasi baru tersebut perlu didorong ke arah penyediaan infrastruktur, seperti jalan dan pembangkit listrik. Sektor otomotif bisa menjadi lokomotif penggerak untuk memecahkan masalah pengangguran.

Redaksi