Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

23 Desember 2009

Harga Karet Membaik Eksportir Indonesia tak Patuhi ITRC

Sejak harga karet di pasar internasional membaik pada pertengahan tahun ini, kalangan eksportir karet secara diam-diam tidak menjalankan program pengurangan volume ekspor karet yang menjadi kesepakatan International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Kesempatan yang melibatkan Indonesia bersama dengan Thailand dan Malaysia yang tergabung
dalam ITRC untuk mengurangi volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS) sebanyak 700.000 ton diambil pada awal tahun ini.
Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pasokan karet di pasar internasional, sehingga harga karet dapat membaik. Harga karet turun drastis sejak akhir 2008 dan berlanjut hingga awal 2009 sekitar 1,1 dolar AS per kg.
Selama kuartal pertama 2009, ekspor karet ketiga negara itu akan dikurangi sebanyak 270.000 ton atau 38,7 persen dari kesepakatan itu. Selama kuartal I/ 2009, Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor karet sebanyak 116.000 ton.
Selain itu, ITRC juga menyepakati agar eksportir karet dari ketiga negara tersebut tidak menjual karet saat harga berada di bawah 1,35 dolar AS per kg, sehingga eksportir harus menahan pengapalan hingga harga berada di atas angka itu.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Asril Sutan Amir mengakui, secara diam-diam eksportir karet Indonesia tidak lagi menjalankan kesepakatan AETS, karena harga karet telah mencapai 2,3 dolar AS per kg.
“Belum [keputusan pelaksanaan AETS]. Masih tetap menjadi kesepakatan ketiga negara. Diam-diam [tidak melaksanakan AETS] saja,” ujarnya.
Dia mengatakan akan melakukan pertemuan dengan Thailand dan Malaysia di Malaysia dan dilanjutkan pertemuan di Vietnam. Menurut dia, dengan membaiknya harga karet, diharapkan akan meningkatkan devisa negara.
Asril memperkirakan volume ekspor karet selama semester II/2009 akan mencapai 1 juta ton sehingga dapat menghasilkan devisa 2 miliar dollar AS dengan asumsi harga 2 dolar AS per ton.
Adapun, volume ekspor karet selama semester I tahun ini sekitar 1 juta ton dengan nilai mencapai 1,5 miliar dollar AS. Harga karet selama semester I, lanjutnya rata-rata 1,5 dolar AS per kg.
Volume ekspor karet selama 2008 mencapai 2,4 juta ton, sedangkan tahun ini, katanya, diprediksikan hanya mencapai 2,1 juta ton.
Penurunan volume itu, menurut Asril, disebabkan oleh adanya program pengurangan volume ekspor karet selama paruh pertama tahun ini dan adanya penurunan produksi.
Sementara itu, secara terpisah, Direktur Ekspor Komoditas Pertanian dan Kehutanan Yamanah A.C. mengatakan keputusan mengenai pelaksanaan program pengurangan volume ekspor karet akan diputuskan melalui pertemuan ITRC dalam waktu mendatang di Malaysia.
“Keputusan mengenai AETS apakah akan diteruskan atau dihentikan akan diputuskan dalam pertemuan ITRC di Malaysia,” ujarnya.
Menurut Yamanah, saat ini Indonesia masih menjalankan kesepakatan tersebut, kendati harga karet sudah membaik. “Ya [pertemuan ITRC di Malaysia], masih masuk dalam agenda untuk laporan monitoring pelaksanaan AETS.”
Suharto Honggokusumo, Direktur Eksekutif Gapkindo, mengatakan selama tahun ini, Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor karet sekitar 270.000 ton.
Kendati harga karet telah membaik, lanjutnya, program pengurangan ekspor karet belum akan dihentikan, karena membaiknya harga karet lebih disebabkan oleh pasokan karet sedikit.
“Kami belum menganalisis secara keseluruhan, jika pasokan karet kembali normal, apakah harga akan tetap stabil seperti saat ini. Jadi, program pengurangan volume ekspor karet masih berjalan.”
Dia menambahkan program pengurangan ekspor karet berbarengan dengan penurunan produksi karet dari Indonesia, Malaysia dan Thailand sehingga pasokan karet di pasar internasional berkurang dan harga bergerak naik.
Menurut dia, produksi karet Indonesia tahun ini dipastikan turun dibandingkan dengan tahun lalu, demikian juga dengan volume ekspor.
Menurut Asril, selama kuartal I tahun ini Indonesia mendapatkan jatah pengurangan ekspor karet sebanyak 116.000 ton, sedangkan kuartal II mendapatkan jatah sebanyak 190.000 ton, sehingga total jatah pengurangan Indonesia sebanyak 306.000 ton.
Dia mengakui selama semester I/2009, Indonesia telah mengurangi ekspor karet sekitar 350.000 ton, melebihi jatah yang diminta ITRC.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar