Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

05 Juli 2009

Asumsi Harga Minyak 50 - 70 Dolar AS Per Barel

Naik turunnya harga minyak mentah dunia tidak bisa diprediksi dengan pasti, kadang memngalami penurunan sampai dibawah 40 dolar AS per barrel, bahkan sempat mencapai 147 dolar AS per barel. Kenaikan dan penurunan tersebut akan mempengaruhi harga minyak di dalam negeri, untuk mengantisipasinya gejolak tersebut diperlukan patokan harga di Indonesia.
Dirjen Migas Evita Legowo mengatakan, pemerintah memasang asumsi harga minyak di RAPBN 2010 sebesar 50-70 dolar AS per barel atau lebih tinggi dari APBNP 2009 yang sebesar 40-60 dolar AS per barel. Kuota BBM 2010 pun diajukan sebesar 36,5 juta KL.
“Untuk harga Minyak ICP dalam RAPBN 2010 diperkirakan sekitar 50-70 dolar AS per barel. Sedangkan dalam pembicaraan dengan komisi VII pada 29 Januari 2009 telah disepakati Harga minyak ICP 40-60 dolar AS per barel,” katanya.
Untuk kuota subsidi BBM dalam RAPBN 2010 sekitar 36.504.779 KL. Kuota ini terdiri dari premium 21.454.104 KL, kerosene 3.800.0000 KL dan solar 11.250.675 KL.
”Dalam APBN 2009 total kuota bersubsidi sekitar 36.854.488 KL dan dalam pembicaraan dengan komisi VII DPR pada 29 Januari lalu telah disepakati kuota BBM-nya sekitar 38.944.530 KL,” paparnya. Selain itu pemerintah juga mengajukan asumsi lifting dalam RAPBN 2010 sebesar 960 ribu barel per hari atau sama dengan target lifting 2009.
“Asumsi lifting 2010 sama dengan 2009 yaitu 960 ribu bph. Kami belum bisa menaikan. Kami usahakan sama,” ujar Evita.
Untuk lifting gas dalam RAPBN 2010, lanjut Evita, yaitu 7.658 bbtu per hari atau sedikit naik dari lifting gas APBN 2009 yaitu 7.526 BBTU per hari. Sedangkan untuk lifting migas dalam RAPBN 2010 akan meningkat menjadi 2.368 ribu BOEPD dari 2.344 dalam APBN 2009.

Belum Perlu Naik
Harga minyak mentah dunia yang kembali menembus 60 dolar AS per barel membuat harga BBM keekonomian mencapai sekitar Rp 4.900 per liter. Namun APBN dinilai masih aman sehingga pemerintah belum perlu menaikkan harga BBM.
Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, penguatan nilai tukar rupiah membantu meredam dampak kenaikan harga minyak akhir-akhir ini.
“Rupiah yang menguat mendorong biaya pokok BBM lebih murah karena untuk impor minyak mentah dan BBM dari luar membutuhkan rupiah yang lebih sedikit,” katanya .
Dengan asumsi harga minyak 60 dolar AS per barel dan rupiah sekitar Rp 10.200 per dolar AS, harga keekonomian BBM mencapai Rp 4.900 per liter. Harga ini sudah termasuk marjin Pertamina, pajak pertambahan nilai dan pajak BBM sebesar 5 persen.
“Memang pemerintah masih mensubsidi Rp 400 per liter. Tapi sampai akhir tahun subsidinya tidak mencapai Rp 50 triliun, jadi tidak memberatkan APBN. Apalagi sebelumnya pemerintah juga sudah mengantongi kelebihan subsidi BBM pada sejak Desember, Januari,” tambahnya.
Jika mempertimbangkan kelebihan subsidi yang sebelumnya diperoleh pemerintah, Kurtubi bahkan memperkirakan APBN 2009 masih bisa bertahan meski harga minyak terus naik sampai 70 dolar AS per barel.
“Jika harga minyak 70 dolar AS per barel dan rupiahnya seperti sekarang, harga keekonomian BBM sekitar Rp 5.900 per barel. Memang akan butuh dana tambahan, tapi itu tidak sebanding dengan dampaknya. Dengan harga BBM yang lebih murah, daya beli masyarakat bisa dipertahankan,” katanya.
Harga BBM yang murah memang bisa menjaga kemampuan daya beli masyarakat. Daya konsumsi masyarakat inilah yang kemudian menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia menghadapi krisis.

Waspadai Pasca Krisis
Krisis telah menyebabkan investasi pada sejumlah proyek-proyek minyak terhambat. Dan begitu krisis usai dan permintaan normal, maka kilang-kilang minyak tak lagi sanggup untuk mencukupi permintaan.
Apa yang terjadi? Tentu saja lonjakan harga minyak mentah dunia. Masalah inilah yang menjadi fokus perhatian para menteri energi negara-negara maju yang tergabung dalam G8.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Roma, Italia, para menteri energi G8 menyatakan bahwa harga minyak dapat melonjak lagi ketika krisis ekonomi global mereda dan permintaan kembali normal. Mereka pun menggarisbawahi turunnya investasi pada sejumlah proyek perminyakan.
“Investasi di proyek-proyek energi baru dan teknologi baru kini tertunda atau dibatalkan karena ketidakpastian di pasar finansial dan berkurangnya permintaan,” ujar menteri pengembangan ekonomi Italia menjelang pertemuan G8 . “Ketika krisis usai, risiko tidak cukupnya suplai energi masih ada dan hal itu akan menyebabkan harga minyak tidak stabil dan tinggi,” tambahnya.
Akibat krisis ekonomi, permintaan minyak dunia turun tajam yang diikuti dengan merosotnya harga. Jika harga sempat mengamuk hingga 147,50 dolar AS per barel pada Juli 2008, maka selanjutnya harga terus merosot mencapai titik terendahnya di 32,40 dolar AS per barel pada Desember. Namun dalam sebulan terakhir, harga sudah membaik dan pada pekan lalu sudah bercokol lagi di level 60 dolar AS per barel.
Investasi proyek-proyek yang berhubungan dengan perminyakan pun ikut terpukul selama krisis. International Energy Agency (IEA) memperkirakan eksplorasi dan produksi migas bakal turun hingga 21 persen dibandingkan tahun 2008.
“Ada beberapa keprihatinan ketika permintaan kembali normal, kita mungkin akan menghadapi masalah suplai dalam jangka pendek. Investasi di sektor hulu sangat sangat penting untuk mencegah kekurangan suplai itu,” ujar Direktur Eksekutif IEA, Nobuo Tanaka.
Italia kini tercatat memimpin G8, yang beranggotakan juga Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Rusia dan AS. Sebanyak 23 negara juga diundang dalam pertemuan tersebut, termasuk 15 negara berkembang dan penghasil minyak yang mencakup 80% dari suplai dan permintaan minyak dunia. (*)

redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar