Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

05 Juli 2009

RI Siap Menjadi Hub Port, Ekspor Tak Perlu Lewat singapura

Rata PenuhPelabuhan di Indonesia siap menjadi hub port (pelabuhan penghubung) untuk perdagangan di kawasan Asia. Sekitar 30 persen-40 persen kontainer yang dulu harus lewat Singapura sekarang sudah bisa langsung dari Indonesia, tapi untuk tujuan ke Eropa dan Amerika Serikat ada banyak syarat yang harus dibenahi.
Pelabuhan di Indonesia seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak sebenarnya sudah bisa menjadi pelabuhan penghubung (hub port) untuk perdagangan di kawasan Asia. Kedua pelabuhan tersebut sudah memiliki persyaratan sebagai pelabuhan internasional seperti di Singapura. Mengingat, kapal-kapal container besar dengan kapasitas besar 10 ribu – 12 ribu Teus yang sebelumnya harus lewat Singapura sekarang sudah bisa langsung dari Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Utama Pelindo II Richard J. Lino. Ia memperkirakan, dalam tiga tahun ke depan, ekspor Indonesia bisa langsung dari Tanjung Priok tanpa harus transit di Singapura seperti saat ini.
“Ketika fasilitas di sini sudah siap, kira-kira tiga tahun lagi lah,” ujar Richard, usai meresmikan program pengembangan tahap kedua PTB Jakarta International Container Terminal (JICT) di Jakarta, belum lama ini.
Menurutnya, Indonesia saat ini sudah menjadi hub port (pelabuhan penghubung) untuk perdagangan di kawasan Asia. “Sekitar 30 persen-40 persen kontainer yang dulu harus lewat Singapura sekarang sudah bisa langsung dari Indonesia, tapi untuk tujuan ke Eropa dan Amerika Serikat ada banyak syarat yang harus kita benahi di sini,” jelasnya.
Beberapa syarat yang harus dibenahi antara lain infrastruktur dan fasilitas di pelabuhan. Richard mencontohkan kapal dengan tujuan jauh seperti ke Amerika dan Eropa ukuran kontainernya besar yaitu mencapai 10 ribu-12 ribu TEUs (Twenty feet Equivalent Units) sehingga bobotnya berat dan membutuhkan kedalaman dermaga yang lebih dari 14 meter.
Kualifikasi tersebut telah dimiliki oleh Singapura sedangkan pelabuhan kontainer baru bisa melayani kapal dagang tujuan Asia saja.
Group Managing Director Hucthinson Port Holdings, John Meredith, mengatakan bahwa untuk bisa berkompetisi dengan Singapura, Indonesia harus memiliki terminal kontainer yang luas dengan fasilitas yang terintegrasi. “Tanjung Priok sebenarnya sudah menjadi `small hub port`. Kita perlu perluas agar bisa langsung ekspor ke Amerika dan Eropa. Kita juga perlu menambah fasilitas,” ujarnya.
Meredith menyayangkan sikap Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang menolak penyatuan terminal peti kemas Koja dengan JICT.
“Indonesia harus punya fasilitas besar yang terintegrasi, kita harus bersatu dengan Koja karena kita berkompetisi dengan Singapura. Jika JICT dan Koja disatukan kapal besar bisa berangkat langsung dari Indonesia ke Eropa dan Amerika,” keluhnya.
Pada kesempatan itu, JICT meresmikan program pengembangan fasilitas terminal tahap kedua yang terdiri atas empat unit quay cranes Super Post Panamax, enam unit Rubber-Tyred Gantry Cranes tipe “1 over 6”, dan 26 terminal tractor.
JICT juga telah menyelesaikan perluasan lapangan penumpukan peti kemas dan pembangunan ruang menara kontrol dengan teknologi tinggi.
Terkait fasilitas baru di JICT itu, Meredith mengatakan, fasilitas itu berpotensi mengurangi ketergantungan Indonesia atas biaya transhipment yang mahal di luar negeri (Singapura) dan menawarkan pelayanan dengan biaya yang lebih efektif pada pelanggan domestik dan internasional.
Dengan fasilitas baru itu, JICT dapat menangani 2,5 juta TEUs per tahun dan akan meningkatkan kapasitas layanannya hingga tiga juta TEUs dalam beberapa tahun mendatang. “Produktivitas JICT di dermaga utara meningkat 60 persen dari rata-rata 18 gerakan crane per jam (Movement Crane per Hour/MCH) 10 tahun lalu menjadi 29 MCH,” kata Presiden Direktur JICT Derek Pierson.
Pierson mengatakan, yang masih menjadi masalah di pelabuhan adalah pemeriksaan dokumen di pintu masuk karena dilakukan secara manual. “Masalahnya ada di gerbang karena masih ada pemeriksaan dokumen kertas. Memang ada rencana untuk memasang instalasi automatic gate, tapi butuh persetujuan bea cukai,” ujarnya.
Sementara, Richard mengharapkan, diselesaikannya pembangunan jalan tol Jakarta Outer Ring Road agar akses ke JICT dan terminal peti kemas dan konvensional lain di Tanjung Priok bertambah.

Mulai membaik
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menuturkan ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor mulai membaik. Hal ini bisa dilihat melalui angka volume kontainer yang melalui pelabuhan, khususnya yang melewati Tanjung Priok.
Tren penurunan ekspor, katanya, sudah melewati titik terendahnya setelah dilibas krisis ekonomi global.
“Jumlah kontainer ekspor turunnya sedikit saja, volumenya hampir sama, turun sedikit saja selama Mei dibanding dengan bulan sebelumnya. Saya pikir ekspor sudah bottom out,” kata Mari.
Membaiknya volume kontainer ekspor dapat dibuktikan melalui lalu lintasnya selama April hingga Mei. Menurut Richard, volume kontainer ekspor melalui Tanjung Priok selama 2 bulan belakangan ini mulai membaik, atau tidak sebesar penurunan pada 2 bulan pertama tahun ini.
Apabila dibandingkan dengan tahun lalu, jelasnya, ekspor selama lima bulan pertama ini hanya turun 10 persen-12 persen, sementara impor turun 30 persen.
“Kelihatannya Juni nanti sudah membaik, Januari-Februari turun banyak, tapi dua bulan terakhir itu lebih baik,” tuturnya.
Presiden Direktur JICT Derek Pierson juga mengatakan hal yang sama. Volume pada Mei belum berjalan normal, tetapi diprediksi berangsur membaik pada bulan-bulan yang akan datang.
Dengan adanya pelabuhan peti kemas berstandar internasional tersebut, lalu lintas ekspor impor melalui jalur laut makin ramai. Kendati demikian, dia mengakui masih adanya persoalan yang mengganjal kegiatan ekspor impor melalui pelabuhan, khususnya persoalan pemeriksaan dokumen kertas.
“Ada rencana untuk menginstalasi gerbang otomatis agar pemeriksaan dokumen bisa diselesaikan secara cepat tanpa harus memeriksa dokumen kertas lagi. Namun, rencana ini harus dibicarakan lebih lanjut dengan Bea Cukai,” kata Pierson.
Sekjen Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro sebelumnya memprediksi, kelesuan ekspor pada kuartal I/2009 masih berlanjut pada kuartal II.
Bahkan, pertumbuhan ekspor secara keseluruhan sepanjang tahun ini dipastikan turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sama halnya dengan kuartal I/2009, selama kuartal II para pembeli yang melakukan kontrak jangka panjang pun sedikit.
Toto mengharapkan agar pemerintah dapat membantu kinerja ekspor misalnya dengan memperbaiki infrastruktur. Dari 2004 hingga sekarang, lanjutnya, belum ada perbaikan infrastruktur pelabuhan yang signifikan.

Nilai Ekspor
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan, nilai ekspor Indonesia Maret 2009 mencapai 8,54 miliar Dolar AS, naik sebesar 20,64 persen dibanding bulan sebelumnya.
“Sementara dibandingkan dengan Maret 2008 masih mengalami penurunan sebesar 28,87 persen,” katanya.
Ekspor nonmigas Maret 2009 mencapai 7,27 miliar dolar AS, naik sekitar 20,08 persen dibanding Februari 2009, sedangkan dibanding eskpor Maret 2008 menurun 21,31 persen.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2009 mencapai 22,90 miliar dolar AS atau menurun 32,13 persen dibanding periode yang sama tahun 2008.
Sementara ekspor nonmigas mencapai 19,58 miliar atau menurun 25,69 persen.
Peningkatan ekspor nonmigas terbesar Maret 2009 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar 444,3 juta dolar AS, sedang penurunan terbesar terjadi pada perhiasan/permata sebesar 74,5 juta dolar AS.
Ekspor nonmigas ke Jepang maret 2009 mencapai angka terbesar yaitu 888,9 juta Dolar AS.
Disusul Amerika Serikat 808,5 juta dan Cina 582,4 juta dolar AS dengan kontribusi ketiganya mencapai 31,35 persen.
Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar 1.212,9 juta dolar AS.
Menurut Sektor, ekspor hasil industri periode januari-Maret 2009 turun sebesar 31,68 persen dibanding periode yang sama tahun 2008.
Sebaliknya ekspor hasil pertanian meningkat 0,87 persen demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik sebesar 10,74 persen. (*)

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar