Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

09 Juli 2009

Sektor Riil Stagnan Tingginya Suku Bunga Komersial

Kalangan dunia usaha meminta pemerintah tegas soal kebijakan penurunan suku bunga agar industri dalam negeri bisa menahan gempuran barang-barang impor.
Penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) hingga di level tujuh persen langkah yang bagus, namun sayangnya tidak langsung diikuti pemangkasan suku bunga perbankan,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesai (Apindo) Sofjan Wanandi.
Sofyan menjelaskan, dunia usaha yang dicerminkan sektor riil saat ini belum sepenuhnya bisa bergerak selain karena dampak krisis ekonomi global juga dipengaruhi masih tingginya suku bunga komersial.
Pada Juni 2009 BI Rate tercatat 7 persen turun sebesar 25 basis poin dari periode Mei 2009. Penurunan tersebut merupakan yang ke enam kalinya berturut-turut pada tahun ini atau turun 2,25 persen dari akhir 2008 yang tercatat 9,25 persen.
Ia mengakui, saat ini dunia usaha juga dihadapkan pada penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS. Namun belum berdampak besar terhadap kinerja ekspor dalam jangka pendek, karena pesanan produksi dan pembelian bahan baku dilakukan setiap triwulanan atau bahkan ada yang dalam satu semester.
Sofjan menuturkan, tidak mempermasalahkan sudah berapa besar penurunan BI Rate, namun yang penting bagaimana perbankan cepat merespon dengan menurunkan suku bunga pinjaman.
Suku bunga pinjaman perbankan saat ini masih tinggi atau pada kisaran 14-18 persen, yang mengakibatkan dunia usaha sulit membuat perencanaan bisnis hingga satu semester ke depan.
Diutarakan Sofjan, suku bunga pinjaman harus ditekan sampai di level 12 persen hingga akhir tahun, agar dunia usaha pada semester II 2009 dapat merealisasikan ekspansi ke tahun berikutnya.
“Suku bunga lebih rendah agar dapat mendorong ekspansi bisnis tidak hanya sektor usaha menyerap tenaga kerja seperti tekstil dan garmen, elektronik, alas kaki, tetapi juga sektor usaha kecil menengah (UKM),” tegasnya.
Menurutnya, kondisi perbankan saat ini sudah tidak terlalu mengkhawatirkan karena cenderung memiliki likuiditas yang lebih dari mencukupi. Bahkan sebagian besar di antara perbankan banyak menempatkan dananya pada instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
“Perbankan selalu saja beralasan cost of fund (biaya dana) masih tinggi sehingga memungkinkan peningkatan NPL (kredit bermasalah). Padahal tidak demikian, karena dana banyak diserap ke surat utang negara yang menjanjikan suku bunga lebih tinggi,” tegasnya.
Ia menuturkan jika kondisi ini terus berlangsung hingga akhir tahun, bukan tidak mungkin industri dalam negeri sulit untuk bangkit hingga akhir tahun ini.
Industri diutarakan Sofjan, terutama sektor manufaktur dihadapkan pada gempuran barang-barang impor yang hampir menguasai 50 persen pangsa pasar produk dalam negeri. Ia menegaskan, sulit bagi produk produk dalam negeri memenangkan persaingan atas besarnya tekanan produk-produk impor terutama barang berasal dari Cina.

Pasar Ekspor
Senada dengan Sofjan, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko menginginkan, pemerintah dapat menindaklanjuti program pengembangan dunia usaha untuk mendorong ekspor.
“Suku bunga merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung kinerja ekspor perusahaan,” kata Eddy. Untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor sepatu dijelaskannya, perusahaan harus berhadapan dan mampu bersaing dengan negara-negara lain seperti China, Vietnam, Philipina yang merupakan basis produksi sepatu dunia.
Menurutnya, suku bunga perbankan di tiga negara tersebut jauh lebih rendah dari suku bunga di Indonesia. Suku bunga di China berkisar 5-6 persen, Vietnam 6 persen, Filipina 9 persen, Malaysia 9-11 persen.
Ia menambahkan, biaya tenaga kerja yang disebut-sebut lebih murah di Indonesia dibanding negara lain ternyata saat ini sudah berubah.
“Biaya karyawan di tiga negara tersebut sudah lebih murah dibanding di tanah air. Jadi ‘competitive advantage’-nya (daya saing) produksi industri dalam negeri sudah makin turun,” ujarnya.
Hingga akhir 2008, nilai ekspor produksi sepatu nasional mencapai 1,8 miliar dolar AS.
“Jika suku bunga dalam negeri tidak turun signifikan dari saat ini, maka nilai ekspor sepatu 2009 sulit diprediksi akan naik. Nilai ekspor yang tetap sama dengan akhir tahun lalu (1,8 miliar dolar AS) sudah cukup bagus,” tegasnya. Industri persepatuan diminta fokus meningkatkan kapasitas ekspor, tetapi harus juga memikirkan pangsa pasar dalam negeri yang telah tergerus sekitar 50 persen, karena telah dibanjiri sepatu produk impor.
“Di satu sisi kita disuruh berhadapan dengan negara pesaing, namun di sisi lain tidak ada insentif bagi perusahaan dalam negeri terutama sektor yang banyak menyerap tenaga kerja,” tutur Eddy.
Ia berkilah, di seluruh negara manapun bahwa perusahaan beorientasi ekspor yang menghasilkan devisa dan menggunakan ribuan tenaga kerja mendapat perhatian khusus.

Penguatan Kurs
Sementara, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, kinerja ekspor nonmigas Indonesia tidak akan terpengaruh menguatnya kurs Rupiah terhadap Dolar AS yang terjadi dalam satu bulan terakhir.
“Penguatan kurs tidak akan mengganggu ekspor,” ujar Mendag.
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS membuat ekspor sangat menguntungkan, sebaliknya penguatan nilai tukar membuat ekspor menjadi kurang menarik.
Mendag menjelaskan meski terjadi penguatan kurs namun tingkat inflasi yang rendah akan memberikan keuntungan bagi eksportir dengan makin efisiennya biaya produksi dan distribusi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih terjadi penurunan nilai ekspor pada April dibanding Maret 2009 sebesar 1,81 persen menjadi 8,46 miliar dolar AS. Kinerja ekspor April 2009 dibanding April 2008 turun 22,55 persen.
Ekspor nonmigas selama April 2009 mencapai 7,21 miliar Dolar AS atau turun 1,71 persen dibanding Maret 2009. Jika dibanding antara April 2009 dengan April 2008, penurunan nilai ekspor nonmigas yang terjadi sebesar 14,63 persen.

Pemberian Insentif
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah harus memberikan insentif agar bank bisa menurunkan suku bunga kredit sesuai penurunan suku bunga acuan (BI-Rate).
“Pemerintah bisa saja mengeluarkan insentif kepada bank-bank agar menurunkan suku bunga kreditnya sesuai dengan acuan BI-Rate,” kata Sandiaga Uno.
Sandiaga menuturkan pemerintah harus melakukan intervensi terhadap bank-bank swasta yang belum menurunkan suku bunga kreditnya, padahal Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 7,00 persen.
Sandiaga mengungkapkan seharusnya bank sudah menurunkan suku bunga kreditnya, namun saat ini tidak menurunkan suku bunganya.
Sandiaga mengatakan, apabila bank menurunkan suku bunga kreditnya akan berpengaruh terhadap dunia bisnis khususnya pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Saat ini bank masih menerapkan suku bunga kredit bagi pelaku UMKM mencapai 16 persen hingga 24 persen, Kadin berharap dalam waktu dekat bank bisa menurunkan suku bunga kredit sebesar 10 persen.
Sandiaga menjelaskan justru seharusnya bank atau pemerintah memberikan suku bunga yang lebih kecil kepada pelaku UMKM dibanding pelaku bisnis besar yang hanya dikenai suku bunga kisaran 10 persen hingga 12 persen.
Alasannya, UMKM lebih banyak memberikan kontribusi kepada bank dibanding pelaku bisnis besar yang mengajukan kredit.
Selain itu, pembayaran suku bunga yang dilakukan pelaku UMKM mampu memberikan subsidi kepada pelaku bisnis menengah ke atas, padahal seharusnya yang harus disubsidi yakni pebisnis UMKM.
Lebih lanjut, Sandiaga mengungkapkan penurunan suku bunga harusnya berdampak positif terhadap pemberian kredit UMKM karena sektor ini memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada awal Juni 2009, BI menurun suku bunga acuan sebesar 25 bps mencapai 7,00 persen, namun penurunan tersebut tidak ikuti penurunan suku bunga kredit perbankan.
Penurunan BI-Rate tersebut berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi di dalam dan luar negeri. Perekonomian Indonesia masih tumbuh 4,4 persen pada triwulan pertama 2009 yang didukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah. (*)

Redaksi

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus