Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

09 Juli 2009

IMPOR KEMBALI BARANG EKSPOR yang ditolak diluar negeri

Impor barang ekspor yang ditolak oleh pembeli di luar negeri dalam kuantitas yang sama dengan kuantitas pada saat diekspor dapat dilaksanakan tanpa angka pengenal impor (API), hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 31/M-DAG/PER/7/2007 pasal 3 huruf h.
Berdasarkan ketentuan pasal 11 huruf g Peraturan Menteri Ke-uangan RI nomor 124/PMK.04/2007 tentang Registrasi Importir, dikecualikan dari kewajiban untuk melakukan registrasi importir diantaranya adalah bagi importir yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean tertentu yang berkaitan dengan barang-barang yang mendapat persetujuan impor tanpa API/APIT dari instansi terkait yang menerbitkan API/APIT.
Memperhatikan ketentuan tersebut, atas impor kembali barang ekspor yang ditolak pembeli di luar negeri, eksportir tidak perlu melakukan registrasi kepabeanan (memiliki NIK).
Eksportir hanya perlu menga-jukan izin impor tanpa API kepada Direktur Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Depdag.
Setelah mendapatkan surat izin impor tanpa API tersebut, eksportir dapat melakukan impor kembali tanpa memiliki NIK setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan.
Para pelaku usaha (eksportir) tidak menginginkan adanya penolakan terhadap barang atau komoditi yang diekspor, oleh karena itu diperlukan kemudahan dan kebijakan khusus terhadap impor barang tolakan.
Di tempat terpisah, Isdarmawan Asrikan, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur menyampaikan bahwa “pada dasarnya eksportir tidak menghendaki adanya penolakan terhadap barang ekspornya sehingga harus diimpor kembali, yang sering terjadi karena adanya penurunan harga atau perbedaan kualitas serta kesengajaan pembeli yang nakal.”
Permasalahan tersebut diharapkan mendapat tanggapan lebih serius dari Pemerintah, sebab dalam proses penolakan tersebut eksportir dihadapkan pada posisi sulit, kalau tidak menjual barang atau komoditi yang dijual lebih rendah dari harga pokok (rugi, red) terpaksa harus menarik kembali barang tersebut dan hal ini dianggap sebagai barang impor.
Sementara itu, saat mengimpor barang tolakan tersebut terkadang mengalami hambatan dilapangan diantaranya masalah regulasi / ijin yang pengurusannya memerlukan waktu dan biaya, hal tersebut akan semakin menurunkan nilai barang yang diimpor.
“Saat mengimpor barang tolakan kita sering mengalami kesulitan, khususnya masalah regulasi yang harus minta persetujuan ke pusat. Seyogyanya perijinan atau persetujuan tersebut cukup ditangani oleh Dinas Perdagangan di daerah dan saat prosesnya dilapangan kalau perlu didampingi surveyor.” Imbuhnya. (*)

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar