Salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah biji jambu mente (cashew nut). Ekspor biji jambu mente dari Indonesia telah mencapai 57 ribu tondengan nilai US$ 37.643.586,20. Adapun luas areal tanaman jambu mente
di Indonesia sekitar 499.279 ha dengan produksi 76.656 ton pertahun.
Di Indonesia, biji jambu merupakan salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh pemerintah, sehingga harga biji jambu mente di tingkat petani ditentukan mekanisme pasar bebas. Petani juga bebas menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul, baik berupa biji berkulit (gelondong) maupun biji tanpa kulit (kacang mente). Hal ini sebenarnya merupakan salah satu kendala dalam penerapan pola kemitraan terpadu untuk meningkatkan produksi komoditas biji jambu mente. Namun demikian sudah ada beberapa pengusaha (eksportir) jambu mente yang telah berhasil menerapkan kemitraan dengan petani, khususnya dalam hal pembelian hasil panen jambu mente untuk di ekspor.
Industri pengolahan jambu mente di Jawa Timur masih mengandalkan pasokan dari daerah pengahasil jambu mete di luar jawa seperti Kendari, pulau Raha dan Flores.
Dilain pihak para importir biji jambu mete dari India langsung terjun kesentra-sentra produksi tersebut diatas, sehingga industri di Jawa Timur harus bersaing dengan mereka.
Untuk menunjang industri yang ada di Jawa Timur dahulu mengandalkan tanaman jambu mete di darerah Japanan, Mojosari dan sebagioan Madura tetapi areal dan produksinya semakin berkurang.
Oleh karena itu GPEI Jawa Timur merekomendasikan digalakkannya pengembangan tanaman jambu mete oleh para petani di daerah jalur lintas selatan dan madura disamping tanaman kayu-kayuan yang diperlukan untuk menunjang sektor industri furniture.
Kulit Biji Mete Dapat Jadi Perekat Furnitur
Selama ini, jambu mente sebagian besar diambil oleh importir India dalam bentuk gelondong yang kemudian diolah di India, baik berupa biji mente kupas maupun kulit atau cangkang mente.
Untuk itu, petani jambu mete diminta mengekspor biji mete tanpa kulit bijinya, selain karena biji mete kupas harganya lebih bagus, kulit biji jambu mete ternyata bisa menjadi pengganti bahan baku perekat kayu dan furniture yang selama ini memanfaatkan minyak bumi.
“Sebagai negara pengekspor furniture utama dunia yang butuh bahan perekat melimpah, minyak nabati yang terbarukan lebih baik daripada minyak fosil yang suatu saat akan habis,” kata Dr Budhijanto, Peneliti dari jurusan Teknik Kimia Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Minyak nabati yang mengandung Fenol Formaldehid cukup bermutu jadi bahan baku perekat kayu dan furnitur, namun percobaan yang telah dilakukan masih harus dicampur dengan 60 persen minyak bumi.
“Saya ingin membuatnya jadi 100 persen minyak kulit biji jambu mete, tanpa campuran minyak fosil,” katanya.
Ditanya mengapa harus dari kulit biji mete yang kurang melimpah di Indonesia, ia menjawab, Fenol Formaldehid itu sendiri sejauh risetnya hanya ada pada minyak kulit biji mete, tak ada di minyak kelapa atau di minyak biji jarak.
Ekspor biji jambu mete Indonesia menurut dia mencapai 57 ribu per tahun dan hanya 3.300 ton per tahun yang dikupas, padahal ketika biji mete dikupas harganya langsung naik. (*)
Redaksi
di Indonesia sekitar 499.279 ha dengan produksi 76.656 ton pertahun.
Di Indonesia, biji jambu merupakan salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh pemerintah, sehingga harga biji jambu mente di tingkat petani ditentukan mekanisme pasar bebas. Petani juga bebas menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul, baik berupa biji berkulit (gelondong) maupun biji tanpa kulit (kacang mente). Hal ini sebenarnya merupakan salah satu kendala dalam penerapan pola kemitraan terpadu untuk meningkatkan produksi komoditas biji jambu mente. Namun demikian sudah ada beberapa pengusaha (eksportir) jambu mente yang telah berhasil menerapkan kemitraan dengan petani, khususnya dalam hal pembelian hasil panen jambu mente untuk di ekspor.
Industri pengolahan jambu mente di Jawa Timur masih mengandalkan pasokan dari daerah pengahasil jambu mete di luar jawa seperti Kendari, pulau Raha dan Flores.
Dilain pihak para importir biji jambu mete dari India langsung terjun kesentra-sentra produksi tersebut diatas, sehingga industri di Jawa Timur harus bersaing dengan mereka.
Untuk menunjang industri yang ada di Jawa Timur dahulu mengandalkan tanaman jambu mete di darerah Japanan, Mojosari dan sebagioan Madura tetapi areal dan produksinya semakin berkurang.
Oleh karena itu GPEI Jawa Timur merekomendasikan digalakkannya pengembangan tanaman jambu mete oleh para petani di daerah jalur lintas selatan dan madura disamping tanaman kayu-kayuan yang diperlukan untuk menunjang sektor industri furniture.
Kulit Biji Mete Dapat Jadi Perekat Furnitur
Selama ini, jambu mente sebagian besar diambil oleh importir India dalam bentuk gelondong yang kemudian diolah di India, baik berupa biji mente kupas maupun kulit atau cangkang mente.
Untuk itu, petani jambu mete diminta mengekspor biji mete tanpa kulit bijinya, selain karena biji mete kupas harganya lebih bagus, kulit biji jambu mete ternyata bisa menjadi pengganti bahan baku perekat kayu dan furniture yang selama ini memanfaatkan minyak bumi.
“Sebagai negara pengekspor furniture utama dunia yang butuh bahan perekat melimpah, minyak nabati yang terbarukan lebih baik daripada minyak fosil yang suatu saat akan habis,” kata Dr Budhijanto, Peneliti dari jurusan Teknik Kimia Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Minyak nabati yang mengandung Fenol Formaldehid cukup bermutu jadi bahan baku perekat kayu dan furnitur, namun percobaan yang telah dilakukan masih harus dicampur dengan 60 persen minyak bumi.
“Saya ingin membuatnya jadi 100 persen minyak kulit biji jambu mete, tanpa campuran minyak fosil,” katanya.
Ditanya mengapa harus dari kulit biji mete yang kurang melimpah di Indonesia, ia menjawab, Fenol Formaldehid itu sendiri sejauh risetnya hanya ada pada minyak kulit biji mete, tak ada di minyak kelapa atau di minyak biji jarak.
Ekspor biji jambu mete Indonesia menurut dia mencapai 57 ribu per tahun dan hanya 3.300 ton per tahun yang dikupas, padahal ketika biji mete dikupas harganya langsung naik. (*)
Redaksi