Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

18 Maret 2009

Eksportir Manfaatkan Intervensi BI, Pergerakan Rupiah di Perkirakan Masih Terbatas


Nilai tukar rupiah pada perdagangan pekan mendatang diperkirakan masih tertekan. Intervensi BI di level 12 ribu per dolar AS dimanfaatkan eksportir sehingga rupiah sulit menguat di bawah level support-nya.
Analis valas dari bank CIMB Niaga Bernard Simorangkir mengatakan, setelah sepekan lalu mengalami penurunan signifikan terhadap dolar AS, pergerakan rupiah diperkirakan masih terbatas.
Pasar menilai dolar merupakan mata uang paling likuid di tengah kemelut sektor keuangan global. “Rupiah diprediksikan akan bergerak di kisaran 11.800-12.300 per dolar AS,” katanya.
Menurutnya, peningkatan permintaan dolar korporasi menjelang akhir bulan, akan terus menekan rupiah. Hal ini ditambah terbatasnya pasokan dolar di pasar domestik. Dengan merosotnya pemasukan ekspor dan tidak adanya capital inflow, BI menjadi satu-satunya pemasok dolar yang konsisten menjaga rupiah di level 12 ribu per dolar AS.
“Bila rupiah melemah, BI selalu membawa rupiah kembali ke level support di 12 ribu per dolar AS,” katanya.
Namun, intervensi BI ini dimanfaatkan para eksportir, yang justru melakukan pembelian dolar di level support 12 ribu dan baru melepas dolar ketika sudah berada di atas posisi 12.200-an.
Mereka tahu BI selalu menstabilkan rupiah ke level 12 ribu, sehingga menunggu intervensi BI untuk menambah pembelian dolar. “Inilah yang membuat rupiah sulit bergerak di bawah 12 ribu,” ulasnya.
Sementara dari eksternal, sentimen negatif berasal dari meningkatnya premi resiko emerging market seiring kekhawatiran memburuknya situasi perbankan Eropa Timur.
Adapun rencana pemerintah Obama menyelamatkan sektor perumahan dengan dana sebesar 275 miliar dolar AS ternyata mendongkrak penguatan dolar terhadap mata uang kuat utama lainnya.
“Investor cenderung memilih dolar AS sebagai safe haven dan menyulitkan mata uang lokal terapresiasi,” katanya.
Rencana penyelamatan sektor perumahan itu ditujukan untuk mengurangi biaya kredit perumahan sembilan juta keluarga AS dan menahan laju penurunan harga di AS yang semakin parah.
Rinciannya, sebesar 50 miliar dolar AS untuk membantu sektor perkreditan rumah, 25 miliar dolar AS untuk membiayai perusahaan perumahan Fannie Mae dan Freddie Mac dan 200 miliar dolar AS untuk penerbitan surat berharga AS demi menaikkan modal kedua perusahaan perumahan tersebut.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, beberapa pekan di pasar spot antarbank melemah tajam 135 poin menjadi 12.095/12.125 per dolar AS. Sedangkan rupiah diperdagangkan di level 7.863 atas dolar Singapura, di angka 15.233 terhadap mata uang gabungan negara Eropa dan di posisi 7.694 atas dolar Australia.

Menguat Maret-April
Rupiah diperkirakan belum bisa menguat selama belum ada sentimen positif dari dalam negeri. Bercermin dari tahun 2007-2008 rupiah akan stabil saat masuk Maret-April, setelah melemah pada awal tahun.
Hal tersebut diungkapkan pengamat ekonomi INDEF, M. Ikhsan Modjo. Di tahun 2007-2008 keseimbangan rupiah berada di level Rp 9.800 per dolar AS. “Setiap awal tahun cenderung mengalami kenaikan tetapi pelan-pelan mulai mencapai keseimbangan. Kecenderungannya memasuki bulan Maret-April rupiah akan stabil,” katanya dalam sebuah seminar di Jakarta.
Dalam APBN 2009, proyeksi rupiah mengalami perubahan dari Rp 9.400 per dolar AS menjadi Rp 11 ribu per dolar AS. Langkah pemerintah dianggap masuk akal sebab pola over shooting dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami perubahan. Walaupun saat ini rupiah cenderung naik melewati titik psikologis Rp 12 ribu per dolar AS. tetapi segera menemukan titik keseimbangan baru.
Saat ini, ujar Ikhsan, tekanan terhadap rupiah masih sangat kuat. Sebab, para investor pada saat krisis global seperti ini lebih tertarik untuk berinvestasi ke negara maju seperti Amerika. Sekarang pemodal lebih mempertimbangkan faktor keamanan atau flight to quality. Jadi para investor asing lebih banyak ke negara maju seperti Amerika.
Dana masuk untuk swasta ke negara berkembang termasuk Indonesia dari tahun ketahun semakin menurun. Tahun 2007, dana swasta yang masuk ke negara-negara berkembang mencapai 1 triliun dolar AS. Tahun 2008 menunjukan penurunan diperkirakan hanya mencapai 100-126 miliar dolar AS. Dana itu semakin sedikit setelah didistribusikan ke negara berkembang yang mencapai sekitar 33 negara. Kondisi di dalam negeri yang kurang kondusif juga menjadi salah satu faktor melemahnya rupiah.
Ikhsan memperkirakan rupiah akan menguat seiring dengan sentimen positif yang akan diciptakan oleh kondisi ekonomi dan politik dalam negeri. Untuk itu diharapkan jangan terlalu bergantung kepada faktor eksternal atau ekonomi global.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar