Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

18 Maret 2009

Pengusaha Keramik Memerlukan Kredit Perbankan


Pelaku industri keramik yang tergabung dalam Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyayangkan perilaku perbankan yang kurang perhatian terhadap sektor ini.
“Perbankan masih memilih-milih dalam pemberian kreditnya. Kenapa lembaga perbankan tidak melihat sektor komoditas seperti ini yang punya market sendiri. Kita menghasilkan Rp 15 triliun sendiri untuk negara, tetapi kenapa perbankan tidak melihat industri ini, itulah yang membuat kita kecewa,” kata Ketua umum Asaksi Achmad Wijaya disela-sela acara seminar di Jakarta.
Achmad mengatakan, proses lembaga perbankan di Indonesia sangat kaku dalam hal menunjang sektor riil.
“Kita mengharapkan pemerintah untuk melanjutkan proporsi yang saat ini masih baik agar tidak turun, perbankan juga harus ikut berpartisipasi agar memberikan pinjaman,” katanya.
Pinjaman tersebut menurutnya diperlukan agar pelaku industri keramik dapat mengembangkan tempat usahanya. Dia juga optimistis ekonomi akan segera pulih setelah paket stimulus di seluruh negara berjalan.
“Kita mempunyai pegangan bahwa ekspor akan kembali. Kenapa ekspor akan kembali. Karena stimulus yang dijanjikan diseluruh dunia itu kalau mengucurnya sama-sama maka ekonomi pun akan bergerak,” katanya.
Achmad menjelaskan, industri keramik sebagai industri komoditas, dan sampai hari ini 80 persen industri masih jalan terus.
“Tidak turun, walaupun ekspor disaat sekarang masih banyak hambatan, tetapi di tiga benua Australia, Amerika dan Inggris tidak ekspor, namun kita punya pasar yang disebut emerging market atau secondary ASEAN contoh Myanmar, Kamboja, Srilanka, dan pasar sendiri yang masih dikembangkan,” katanya.
Menurut Achmad, porsi domestik masih baik karena ada 2 titik yang disebut market renovasi, dan untuk pasar proyek. Ada daerah dimana pengembangan rumah susun sederhana yang memakan volume keramik lebih banyak dibanding mall, kantor dan hotel.
“Namun yang sampai detik ini tidak membantu kita adalah lembaga perbankan dan masih memilih-milih, tidak menurunkan suku bunga dan sedikit pinjaman baru, makanya secara makro dan mikro tidak berjalan,” tukas Achmad.

Bahan Baku
Industri keramik dalam negeri terancam kekurangan bahan baku. Hal itu dipicu adanya spekulan bahan baku keramik yang mengekspor ke luar negeri memanfaatkan momentum lonjakan harga.
Ekspor bahan baku keramik mencapai 20 persen dari total kapasitas terpasang industri 330 juta meter persegi.
Achmad Wijaya pun memprediksi hingga tahun 2010, bahan baku industri keramik bisa defisit sebesar 20 juta ton per tahun.
“Kami meminta pada Depdag terutama Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia untuk menghentikan kegiatan eskpor bahan baku,” ujarnya.
Aktifitas ekspor bahan baku semacam ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir terutama untuk bahan baku tanah liat, silika, pemutih, silikon, kaolin, dan lain-lain.
Bahan baku tersebut selama ini diekspor ke berbagai negara, seperti China, Thailand, Vietnam, dan Taiwan.
“Pemerintah seharusnya mengeluarkan instruksi untuk mempidanakan oknum yang mengekspor bahan baku ilegal dan mencabut izinnya,” ujarnya.
Mengenai ekspor produk keramik, tahun ini ditargetkan mencapai 350 juta dolar AS, hingga semester I-2008 nilai ekspor mencapai 150 juta dolar AS dengan negara tujuan ekspor utama di negara Asia dan Eropa.
“Selama ini memang ada kecenderungan peningkatan ekspor karena adanya kebijakan bea masuk dan kebijakan safeguard yang telah diterapkan beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Keramik Eropa
Produsen keramik tableware asal Inggris yang telah berumur 250 tahun, yakni Wedgwood mencoba pasar keramik untuk kalangan atas di Indonesia.
Wedgewood merupakan group usaha Royal Doulton Inggris. Brand Ambassador Wedgwood Ceramics International Thomas Rowland Wedgwood mengatakan keramik premium Wedgwood adalah satu-satunya produk keramik untuk kalangan atas.
“Kami melihat gaya hidup masyarakat Indonesia terus mengikuti lifestyle. kami sebagai produsen yang memiliki reputasi kelas atas di dunia tertarik untuk ikut serta menggarap pasar konsumen kelas atas di sini agar bisa menikmati fungsi, keindahan dan perpaduan seni keramik ala Eropa,” ujarnya.
Di Singapura, Wedgwood telah memiliki gerai sebanyak 2 toko, Malaysia 1, Jepang 2, Amerika Serikat 600, dan China 16.
Direktur PT Multifortuna Sinar Delta Lisa Atmadiredja, yang distributor tunggal keramik premium Wedgwood mengatakan dengan dibukanya gerai pihaknya menargetkan penjualan sekitar Rp 250 juta per bulan. “Di gerai ini, harga keramik jenis soup tureen adalah yang termahal atau mencapai Rp 8 juta per buah, sementara piring cake ada yang seharga Rp400.000 per buah,” kata Lisa. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki) Achmad Widjaya mengatakan penjualan sektor keramik premium di Indonesia masih mengandalkan produk impor untuk menjaga kualitas dan kepercayaan konsumen eksklusif.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar