Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

12 Februari 2009

Biaya Keluar CPO Tetap 0 Persen


Bea keluar Crude Palm Oil (CPO) Februari tetap nol persen. Hal itu dikarenakan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk Februari hanya sebesar 482 dolar AS/MT.
Harga tersebut ditetapkan berdasarkan harga referensi sebesar 555,98 dolar AS/MT, yang merupakan harga rata-rata CPO CIF Rotterdam satu bulan sebelum penetapan HPE. Dengan HPE tersebut, maka pungutan ekspor (PE) CPO naik menjadi 2,5 persen untuk kelompok II dan 1,5 persen untuk kelompok I.
HPE CPO baru itu tertuang dalam Permendag No 06/M.DAG/PER/1/2009 tertanggal 27 Januaro 2009 dan berlaku mulai 1 Februari 2009. Pada Januari 2009, HPE CPO ditetapkan sebesar 490,73 dolar AS/MT, sehingga PE CPO tetap nol persen.
Berikut HPE baru sesuai dengan Permendag tersebut:
1. Buah dan Kernel Kelapa Sawit US$ 169/MT
2. Crude Palm Oil (CPO) US$ 482/MT
3. Crude Olein US$ 554/MT
4. Crude Stearin US$ 397/MT
5. Crude Palm Kernel Oil (CPKO) US$ 538/MT
6. Crude Kernel Stearin US$ 538/MT
7. RBD Palm Olein US$ 561/MT
8. RBD Palm Olein dalam kemasan maksimal 10 liter
dan bermerk US$ 561/MT
9. RBD Palm Kernel Olein US$ 555/MT
10. RBD Palm Kernel Stearin US$ 801/MT
11. RBD Palm Stearin US$ 406/MT
12. RBD Palm Kernel Oil US$ 511/MT
13. RBD Palm Oil US$ 547/MT
14. Biodiesel dari minyak sawit (Fatty Acid Methyl
Esters) US$ 548/MT
Sementara Berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2008 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar, maka diputuskan bea keluar baru.
Terhadap penetapan dan pengenaan tarif bea keluar terhadap barang ekspor berupa kelapa sawit dan CPO dan produk turunannya, maka berlaku ketentuan:

§ Untuk harga referensi hingga US$ 700 per ton, maka tarif bea keluarnya adalah 0%
§ Untuk harga referensi US$ 701-750 per ton, maka bea keluarnya adalah 1,5%
§ Untuk harga referensi US$ 751-800 per ton, maka bea keluarnya adalah 3%
§ Untuk harga referensi US$ 801-850 per ton, maka bea keluarnya adalah 4,5%
§ Untuk harga referensi US$ 751-900 per ton, maka bea keluarnya adalah 6%
§ Untuk harga referensi US$ 901-950 per ton, maka bea keluarnya adalah 7,5%
§ Untuk harga referensi US$ 951-1.000 per ton, maka bea keluarnya adalah 10%
§ Untuk harga referensi US$ 1.001-1.050 per ton, maka bea keluarnya adalah 12,5%
§ Untuk harga referensi US$ 1.051-1.100 per ton, maka bea keluarnya adalah 15%
§ Untuk harga referensi US$ 1.101-1.150 per ton, maka bea keluarnya adalah 17,5%
§ Untuk harga referensi US$ 1.151-1.200 per ton, maka bea keluarnya adalah 20%
§ Untuk harga referensi US$ 1.201-1.250 per ton, maka bea keluarnya adalah 22,5%
§ Untuk harga referensi lebih dari atau sama dengan
US$ 1.251 per ton, maka bea keluarnya adalah 25 persen.
Harga referensi tersebut ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan dengan berpedoman pada harga CPO CIF Rotterdam.
Terhambat Regulasi
Upaya peningkatan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Uni Eropa (UE) masih terhambat peraturan terkait batas penghematan efek rumah kaca dari bahan bakar fosil dan nabati.
“Uni Eropa mewajibkan angka ambang batas sebesar 35 persen. Sedangkan bahan bakar nabati dari minyak sawit hanya mampu sekitar 16 persen. Kalau dengan pengawasan yang superketat pun, paling maksimal kita hanya bisa mencapai 32 persen,” kata Ketua I Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI)/Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Derom Bangun.
Syarat-syarat ini diajukan Uni Eropa untuk menjamin penghematan efek rumah kaca bagi minyak fosil dan nabati. Namun, kebijakan ini dapat menghambat ekspor CPO Indonesia ke pasar Uni Eropa yang masih potensial. Saat ini industri kelapa sawit menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor minyak dan gas serta mampu menyerap 4 juta tenaga kerja. Namun dampak krisis keuangan global saat ini ikut memengaruhi kinerja industri CPO nasional.
Produksi kelapa sawit pada 2009 diperkirakan mencapai 20 juta ton. Dalam hal ini, sekitar 4,5 hingga 5 juta ton untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor sebesar 15 hingga 15,5 juta ton.
Terkait penggunaan CPO oleh produsen biodiesel nasional, Derom berharap ada upaya meningkatkan kapasitas produksi. Ini dilakukan agar industri biodiesel bisa menyerap pasokan kelapa sawit lebih banyak lagi. Penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel berpotensi menambah permintaan dalam negeri sekitar 1,35 juta ton per tahun.
“Jika pabrik-pabrik penghasil biodiesel bisa memaksimalkan produksinya di tahun 2009 ini, maka permintaan minyak kelapa sawit dalam negeri bisa meningkat,” ucapnya.
Menurut Derom, produksi biodiesel Indonesia dalam setahun diperkirakan mencapai 27 juta ton. Jika jumlah kelapa sawit yang digunakan ditingkatkan sebanyak 5 persen dalam total produksi tersebut, maka itu setara dengan 1,35 juta ton kelapa sawit per tahun.
“Dengan demikian, permintaan kelapa sawit dalam negeri bisa meningkat hingga 6-6,5 juta ton di 2009. Ini membuat ekspor menjadi lebih sedikit sehingga bisa mengurangi tekanan harga di pasar dunia,” tuturnya.
Di lain pihak, ICE-PO 2009 yang akan digelar di Jakarta Convention Centre (JCC) pada 27-29 Mei 2009 merupakan kerja sama Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan PT Bimatama Inka dalam upaya mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. ICE-PO 2009 akan diisi tidak kurang dari 150 gerai (booth) dari berbagai perusahaan dari dalam maupun luar negeri.
“Tujuan jangka panjang penyelenggaraan ICE-PO 2009 ini adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai trade center atau pusat perdagangan kelapa sawit dan produk turunannya di dunia. Kegiatan ini juga untuk memotivasi para pelaku industri agar terus mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas lahan sawit,” ujar Direktur Penyelenggara ICE-PO 2009 Danny R Sultoni.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar