Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

10 Februari 2009

Kinerja Ekspor Pemerintah & Korporasi Harus Memiliki Visi Jelas


Dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan angka ekspor telah terjadi dalam tiga bulan terakhir. Sejak Oktober 2008, ekspor Tanah Air tidak juga menunjukkan perbaikan. Nilai ekspor Desember tahun lalu mencapai 8,69 miliar dolar AS atau luruh 9,57 persen dibandingkan November.
Bila disandingkan dengan angka ekspor year on year tahun sebelumnya, penurunan justru lebih besar lagi di level 20,56 persen. Penurunan ekspor, berdampak pada industri pengolahan sedang dan besar. Produksi industri tersebut selama triwulan keempat 2008 minus 3,4 persen dibandingkan triwulan III 2008.
Anggota DPR Dradjad H Wibowo mengemukakan, anjloknya angka ekspor diperkirakan terus akan terjadi hingga akhir tahun ini. Terutama terkait dengan lambatnya pemulihan pasar domestik AS.
Besarnya porsi ekspor ke negeri utama yakni AS dan Eropa yang sedang terserang resesi menjadi faktor utama memburuknya kinerja ekspor. “Selama konsumsi domestik AS belum pulih, maka susah bagi angka ekspor kita untuk naik,” jelasnya.
Dradjad menilai bahwa dari sisi ekspor tidak banyak yang bisa dilakukan. Namun, dari sisi korporasi, saat-saat surutnya permintaan ini harus disikapi dengan berbagai revisi target ekspansi dan penerimaan perusahaan.
Terutama bagi korporasi yang terimbas langsung seperti korporasi di sektor komoditas pertambangan, migas dan perkebunan. Untuk sektor pertambangan, saat ini, mau tidak mau, perlambatan produksi harus dilakukan. Perusahaan harus melakukan berbagai inovasi dan strategi yang bertujuan menggapai efisiensi.
“Sektor perkebunan seperti karet dan kelapa sawit juga demikian. Perbaiki pola tanam dan mengemas produk-produk bernilai lebih harus menjadi salah satu pola konsolidasi internal korporasi,” paparnya.
Kebijakan pemerintah, kata Dradjad harus membuat langkah-langkah konsolidasi yang dilakukan oleh korporasi itu menjadi menguntungkan.
Dengan konsolidasi, diharapkan produktifitas perusahaan tetap terjaga atau bahkan meningkat, sehingga saat krisis finansial mulai menunjukkan pemulihan dan permintaan terhadap komoditas terkait pulih, maka orientasi ekspor bisa kembali dilabuhkan.
Sektor yang relatif diminati dalam kondisi terkini adalah sektor-sektor yang berhubungan dengan inovasi. “Contohnya saat ini kalau ngopi di Starbucks, kalau ada yang bisa berinovasi dengan menyediakan kopi sekelas Starbucks dengan harga lebih murah tentu akan diminati,” ujarnya.
Kinerja ekspor yang kinclong pada semester pertama 2008 masih menyelamatkan keseluruhan nilai ekspor Indonesia. Secara kumulatif, sepanjang 2008, angka ekspor mencapai mencapai 136,76 miliar dolar AS atau meningkat 19,86 persen dibanding 2007.
Kemudian, nilai impor Desember 2008 mencapai 7,70 miliar dolar AS atau anjlok 11,67 persen dibanding November 2008. Sedangkan sepanjang 2008, nilai impor mencapai 128,79 miliar dolar AS.
Sementara Ekonom INDEF Aviliani mengatakan bahwa anjloknya nilai ekspor juga disebabkan karena berbagai negara mulai menerapkan proteksi untuk melindungi kepentingan ekonomi dalam negerinya.
Melindungi negara masing-masing dinilai menjadi kebijakan yang saat ini kerap diterapkan untuk bertahan menghadapi badai krisis finansial yang terpusat di AS. Oleh karena itu, Avi menilai pemerintah bisa meredam kejatuhan lebih lanjut dengan menggerakkan pasar domestik.
“Langkah ini, perlu kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Jangan hanya seperti yang terjadi selama ini yakni saling mengeluhkan kondisi. Tapi harus ada langkah kongkret untuk memfasilitasi kemampuan ekonomi domestik,” ucap Komisaris Independen BRI itu. Selama ini, kata Avi, produk-produk China yang membanjiri pasar domestik menjadi pilihan karena harganya yang relatif murah. Ini yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat.
Beragam insentif yang mendorong kemampuan daerah untuk mendorong perbelanjaan dan uang berputar di wilayahnya harus dilakukan. Dengan bergeraknya perekonomian yang berpusat di daerah-daerah diharapkan, jatuhnya pertumbuhan ekonomi akibat kolapsnya kinerja ekspor bisa diredam.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar