Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

10 Februari 2009

Kaji Peluang Usaha Baru yang Boleh Dimasuki Asing


Adapun bidang-bidang strategis yang dibahas untuk peluang masuknya investasi asing dalam pembahasan DNI ASEAN adalah komunikasi, perhubungan, pariwisata, perdagangan bahkan pendidikan. Pemerintah akan memfinalkan sektor apa saja yang bisa dibuka untuk asing dalam 2 pekan ke depan.
“Kalau memang sudah ada tawaran dan dari sektor tersebut dianggap bahwa investasi itu memberi nilai lebih pada perekonomian kita, maka akan kita tawarkan untuk bisa menjadi sektor yang bisa dibuka dengan kepemilikan lebih dari 51 persen,” paparnya.
Pada dasarnya, lanjut Sri Mulyani, kebijakan tersebut juga akan membantu mengharmonisasi kebijakan-kebijakan sektoral pemerintah sehingga masing-masing sektor memiliki peluang investasi yang setara.
“Dan bisa tetap menjaga kepentingan strategis apalagi hal-hal yang sifatnya security. Jadi akan ada perbaikan dan penegasan mengenai rambu-rambu yang ditaati. Kepastian policy pasti akan membuat investasi bisa masuk,” ujarnya.

Investasi 2009
Kepala BKPM M Luthfi mengatakan, tiga sektor usaha menjadi tumpuan investasi pada tahun ini. Ketiganya adalah sektor energi, infrastruktur dan pangan.
“Nah di dalam krisis ini juga kita lihat pilar-pilar investasi dalam jangka menengah dan panjang. Jadi yang akan jadi fokus kita adalah 3 sektor yaitu infrastruktur, energi dan pangan,” katanya.
Sektor infrastruktur menjadi andalan investasi karena diharapkan bisa memberikan efek kemudahan investasi lainnya. Dengan fasilitas infrastruktur yang membaik tentunya akan semakin menarik pada investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Sedangkan untuk sektor energi dan pangan, investasi dititikberatkan pada pengolahan bahan baku menjadi produk jadi atau setengah jadi.
“Misalkan coklat kalau kita jual bijinya harganya satu, kalau diolah jadi butter nilai pertambahannya jadi 3, dan kalau diubah jadi coklat bar nilainya tambah jadi 19,” katanya.
Luthfi menambahkan, meski harga komoditas dan pangan sedang mengalami penurunan, bukan berarti kedua bisnis ini langsung redup. Hal ini karena meski harganya turun, namun tingkat permintaan komoditas masih terjaga.
“Meski harganya anjlok, tapi demand-nya tetap. Kalau dibandingkan Juni 2008 memang anjlok tetapi demand-nya tetap. Justru harga saat inilah yang normal untuk komoditas-komoditas tersebut,” katanya.
Luthfi juga optimistis investasi pada tahun ini akan tumbuh sekitar 10,7 persen-11,2 persen dari realisasi 2008 yang sebesar Rp 154,19 triliun. Realisasi ini melebihi target yang dicanangkan sebanyak Rp 80,3 triliun.
“Untuk 2009 pertumbuhan investasi dalam negeri akan lebih tinggi karena riil investasi di 2009 banyak yang merupakan kelanjutan dari komitmen pada 2005 dan 2006. Kenapa masih tumbuh karena masih ada lag-time real investasi dari tahun tersebut,” katanya.

Pergerakan Investasi
Pada 2009, perlambatan investasi yang signifikan terutama dialami oleh investasi non bangunan. Pergerakan investasi jenis ini sangat tergantung pada kondisi perekonomian.
Selain itu, perlambatan investasi ini juga karena adanya Indikasi penundaan investasi yang diantaranya terjadi pada sektor industri TPT, semen dan perluasan kebun kelapa sawit. Penundaan investasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh kondisi finansial yang tidak memungkinkan dan kondisi permintaan yang lemah.
Perlambatan pembangunan sarana infrastruktur juga akan terjadi karena terhambat beberapa masalah antara lain regulasi, teknis dan pembiayaan. Kemudian pihak swasta juga mengentikan pembangunan proyek-proyek baru.
Sebagai imbas dari melemahnya ekonomi dunia, pertumbuhan ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami perlambatan yang signifikan, untuk tumbuh sebesar 4,3-6,1 persen. Resesi yang berkepanjangan di negara maju, termasuk Amerika Serikat, Jepang dan Euro-Area, serta perlambatan pertumbuhan di beberapa negara berkembang yang menjadi tujuan ekspor Indonesia, seperti China dan India, akan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekspor Indonesia.
Sementara itu, keterbatasan trade financing diprakirakan juga menghambat kinerja ekspor ke depan. Dampak lesunya permintaan eksternal dan pembiayaan tersebut yang mulai berimbas ke kinerja ekspor sejak triwulan IV-2008 diperkirakan terus berlangsung pada 2009.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar