Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, pemerintah menargetkan ekspor industri furnitur Indonesia pada tahun ini sebesar 3 miliar dolar AS. Nilai ekspor sebesar ini menunjukkan adanya peningkatan dari 2008 yang sebesar 2,5 miliar dolar AS.
“Saya yakin industri furnitur kita mempunyai pasar yang baik diluar dan didalam negeri, tahun ini kita akan menargetkan ekspor industri furnitur kayu dan rotan sebesar 2,5 miliar dolar AS sampai 3 miliar dolar AS,” ujarnya.
Fahmi optimistis, industri furnitur kayu dan rotan akan meningkat di tahun ini meskipun masih ada sejumlah masalah seperti design dan teknologi.
“Produsen kita terus mempertahankan pasar, masalah pada industri furnitur di Indonesia yaitu terdiri dari desain, teknologi serta dukungan dari pemerintah,” ujarnya.
Fahmi menjelaskan, pertumbuhan rata-rata ekspor produk furnitur kayu dan rotan selama 5 tahun terakhir mencapai 2,34 persen per tahun dengan nilai ekspor pada tahun 2008 sebesar 2,5 miliar dolar AS.
“Melakukan promosi melalui pameran-pameran yang bertaraf internasional baik di dalam negeri seperti IFFINA merupakan suatu langkah yang cukup baik, selain mendorong penggunaan teknologi proses yang lebih efisien dan peningkatan kemampuan teknologi dan memanfaatkan peralatan yang modern,” paparnya.
Fahmi juga menjelaskan bahwa pada dasarnya Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki areal hutan yang cukup luas dengan potensi hasil hutan berupa kayu dan rotan yang cukup besar.
“Dari keterangan yang saya dapatkan tadi, pameran IFFINA ini memadukan kelompok furnitur kayu, rotan dan kombinasi (kayu dan rottan) dan para buyer telah membuat kontrak yang cukup bagus saya harapkan melalui pameran ini industri furnitur kita akan bangkit,” tandasnya.
Asmindo
Asmindo (Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indoensia) membuka unit bisnis barunya bernama Asmindo Certification Care (ACC). Unit bisnisnya yang baru ini memberikan konsultasi untuk mempermudah sertifikasi produk kayu.
Ketua Umum ASMINDO Ambar Tjahyono mengatakan, sertifikasi kayu saat ini telah menjadi suatu kebutuhan bagi industri furnitur kayu.
“Kami berhubungan dengan pasar global di mana permintaan akan produk ramah lingkungan berkembang sangat pesat. ACC diharapkan dapat membantu anggota ASMINDO sebanyak-banyaknya dalam mendapatkan sertifikasi produk mereka,” katanya.
Ambar mengatakan, saat ini ada ribuan perusahaan kayu yang belum mendapatkan sertifikasi secara resmi dengan standar Internasional. Untuk itu Asmindo berkolaborasi dengan proyek SENADA untuk mengembangkan keahlian staf Asmindo dalam proses sertifikasi.
Staf Asmindo di Semarang, Yogyakarta dan Surabaya mengikuti pelatihan ekstensif dari bulan April sampai Agustus 2008 untuk mempelajari dengan seksama mekanisme sertifikasi kayu dan bagaimana mengalihkan keahlian yang dibutuhkan kepada perusahaan produsen mebel.
SENADA adalah proyek empat tahun yang didanai oleh the United States Agency for International Development (USAID) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur ringan padat karya. SENADA berfokus pada lima industri: alas kaki , komponen otomotif, garmen, home furnishing dan teknologi komunikasi dan informasi.
“Melalui ACC ini maka perusahaan dapat memperoleh jasa konsultasi untuk membantu mereka siap dalam audit independen dari pihak ketiga untuk sertifikasi VLO (Verification of Legal Origin) atau COC-FSC (Chain of Custody Forest Stewardship Council). Sertifikasi ini diperlukan untuk meningkatkan penjualan produk kayu di pasar internasional,” Ujar Ambar.
Koordinator Senior SENADA Dini Rahim mengatakan, perusahaan kayu yang ingin mendapatkan sertifikat harus mengeluarkan dana hingga 2.000 dolar AS sampai 3.000 dolar AS.
Ribuan perusahaan mebel anggota Asmindo mengharapkan ACC memberikan dampak yang penting dalam jumlah perusahaan Indonesia yang menerima sertifikasi VLO dan CSO-FSC.
Konsultan ACC Chilman Suadi mengatakan, ACC merupakan fee based service, untuk mendapatkan jasa konsultasi. Sebuah perusahaan mebel harus menyiapkan dana konsultasi sebesar Rp 23 juta sampai Rp 25 juta untuk memperoleh bimbingan jasa untuk satu sertifikat.
“Dan untuk mendapatkan jasa konsultasi untuk sertifikasi VLO dan FSC, perusahaan harus menyiapkan dana untuk jasa konsultasi sebesar Rp 50 juta untuk satu perusahaan,” pungkasnya.
Dukung Pendanaan
United Kingdom-Timber Trade Federation (UK-TTF) memberikan dukungan finansial sebesar 15 juta euro untuk membantu pemerintah Indonesia dalam melegalkan kayu yang ada di Indonesia dan memberikan sertifikasi kepada hutan di Indonesia.
“Agreement ini untuk mempermudah para eksportir dari Indonesia untuk mengakses kayu keluar negeri, dan melalui perjanjian ini akan dapat dipastikan kayu illegal tidak akan bisa masuk ke luar negeri,” ujar Head Of Sustainability of Timber Trade Federation, Rachel Butler, dalam konferensi persnya, belum lama ini.
TTF, lanjut Rachel, akan men-support jenis kayu yang ada di Indonesia untuk disertifikasi sehingga dapat diekspor keluar negeri.
Duta besar dari Uni Eropa untuk Indonesia Julian Wilson, mengatakan bahwa pihaknya akan membantu lebih lanjut agar kayu-kayu yang ada di Indonesia menjadi legal, sehingga para eksportir kayu akan mudah melakukan negosiasi ke berbagai negara karena kayunya legal. “Dan kerjasama ini juga dapat mengurangi illegal logging yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Julian mengatakan, melalui perjanjian ini dapat memberikan kemudahan untuk akses kayu yang ada di Indonesia serta memastikan kayu ilegal tidak dapat masuk ke luar negeri. “Tahap pertama kami memberikan 15 juta euro dan lebih lanjut ke depannya jika agreement ini berjalan baik, kami akan memberikan lagi tambahan dana mencapai 40 juta euro,” tandasnya.
Ditempat yang sama, perwakilan Departemen Kehutanan Bambang S menyambut baik delegasi dari UK ini karena dapat mensupport kayu Indonesia agar dapat berkompetisi di tingkat internasional.
“Dalam pasar internasional, semua jenis kayu harus legal, untuk itu bantuan sertifikasi dari UK ini merupakan hal yang sangat penting, sehingga nantinya hanya kayu legal dan bersertifikasi dari Indonesia yang dapat diekspor,” jelasnya.(*)
Redaksi
“Saya yakin industri furnitur kita mempunyai pasar yang baik diluar dan didalam negeri, tahun ini kita akan menargetkan ekspor industri furnitur kayu dan rotan sebesar 2,5 miliar dolar AS sampai 3 miliar dolar AS,” ujarnya.
Fahmi optimistis, industri furnitur kayu dan rotan akan meningkat di tahun ini meskipun masih ada sejumlah masalah seperti design dan teknologi.
“Produsen kita terus mempertahankan pasar, masalah pada industri furnitur di Indonesia yaitu terdiri dari desain, teknologi serta dukungan dari pemerintah,” ujarnya.
Fahmi menjelaskan, pertumbuhan rata-rata ekspor produk furnitur kayu dan rotan selama 5 tahun terakhir mencapai 2,34 persen per tahun dengan nilai ekspor pada tahun 2008 sebesar 2,5 miliar dolar AS.
“Melakukan promosi melalui pameran-pameran yang bertaraf internasional baik di dalam negeri seperti IFFINA merupakan suatu langkah yang cukup baik, selain mendorong penggunaan teknologi proses yang lebih efisien dan peningkatan kemampuan teknologi dan memanfaatkan peralatan yang modern,” paparnya.
Fahmi juga menjelaskan bahwa pada dasarnya Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki areal hutan yang cukup luas dengan potensi hasil hutan berupa kayu dan rotan yang cukup besar.
“Dari keterangan yang saya dapatkan tadi, pameran IFFINA ini memadukan kelompok furnitur kayu, rotan dan kombinasi (kayu dan rottan) dan para buyer telah membuat kontrak yang cukup bagus saya harapkan melalui pameran ini industri furnitur kita akan bangkit,” tandasnya.
Asmindo
Asmindo (Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indoensia) membuka unit bisnis barunya bernama Asmindo Certification Care (ACC). Unit bisnisnya yang baru ini memberikan konsultasi untuk mempermudah sertifikasi produk kayu.
Ketua Umum ASMINDO Ambar Tjahyono mengatakan, sertifikasi kayu saat ini telah menjadi suatu kebutuhan bagi industri furnitur kayu.
“Kami berhubungan dengan pasar global di mana permintaan akan produk ramah lingkungan berkembang sangat pesat. ACC diharapkan dapat membantu anggota ASMINDO sebanyak-banyaknya dalam mendapatkan sertifikasi produk mereka,” katanya.
Ambar mengatakan, saat ini ada ribuan perusahaan kayu yang belum mendapatkan sertifikasi secara resmi dengan standar Internasional. Untuk itu Asmindo berkolaborasi dengan proyek SENADA untuk mengembangkan keahlian staf Asmindo dalam proses sertifikasi.
Staf Asmindo di Semarang, Yogyakarta dan Surabaya mengikuti pelatihan ekstensif dari bulan April sampai Agustus 2008 untuk mempelajari dengan seksama mekanisme sertifikasi kayu dan bagaimana mengalihkan keahlian yang dibutuhkan kepada perusahaan produsen mebel.
SENADA adalah proyek empat tahun yang didanai oleh the United States Agency for International Development (USAID) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur ringan padat karya. SENADA berfokus pada lima industri: alas kaki , komponen otomotif, garmen, home furnishing dan teknologi komunikasi dan informasi.
“Melalui ACC ini maka perusahaan dapat memperoleh jasa konsultasi untuk membantu mereka siap dalam audit independen dari pihak ketiga untuk sertifikasi VLO (Verification of Legal Origin) atau COC-FSC (Chain of Custody Forest Stewardship Council). Sertifikasi ini diperlukan untuk meningkatkan penjualan produk kayu di pasar internasional,” Ujar Ambar.
Koordinator Senior SENADA Dini Rahim mengatakan, perusahaan kayu yang ingin mendapatkan sertifikat harus mengeluarkan dana hingga 2.000 dolar AS sampai 3.000 dolar AS.
Ribuan perusahaan mebel anggota Asmindo mengharapkan ACC memberikan dampak yang penting dalam jumlah perusahaan Indonesia yang menerima sertifikasi VLO dan CSO-FSC.
Konsultan ACC Chilman Suadi mengatakan, ACC merupakan fee based service, untuk mendapatkan jasa konsultasi. Sebuah perusahaan mebel harus menyiapkan dana konsultasi sebesar Rp 23 juta sampai Rp 25 juta untuk memperoleh bimbingan jasa untuk satu sertifikat.
“Dan untuk mendapatkan jasa konsultasi untuk sertifikasi VLO dan FSC, perusahaan harus menyiapkan dana untuk jasa konsultasi sebesar Rp 50 juta untuk satu perusahaan,” pungkasnya.
Dukung Pendanaan
United Kingdom-Timber Trade Federation (UK-TTF) memberikan dukungan finansial sebesar 15 juta euro untuk membantu pemerintah Indonesia dalam melegalkan kayu yang ada di Indonesia dan memberikan sertifikasi kepada hutan di Indonesia.
“Agreement ini untuk mempermudah para eksportir dari Indonesia untuk mengakses kayu keluar negeri, dan melalui perjanjian ini akan dapat dipastikan kayu illegal tidak akan bisa masuk ke luar negeri,” ujar Head Of Sustainability of Timber Trade Federation, Rachel Butler, dalam konferensi persnya, belum lama ini.
TTF, lanjut Rachel, akan men-support jenis kayu yang ada di Indonesia untuk disertifikasi sehingga dapat diekspor keluar negeri.
Duta besar dari Uni Eropa untuk Indonesia Julian Wilson, mengatakan bahwa pihaknya akan membantu lebih lanjut agar kayu-kayu yang ada di Indonesia menjadi legal, sehingga para eksportir kayu akan mudah melakukan negosiasi ke berbagai negara karena kayunya legal. “Dan kerjasama ini juga dapat mengurangi illegal logging yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Julian mengatakan, melalui perjanjian ini dapat memberikan kemudahan untuk akses kayu yang ada di Indonesia serta memastikan kayu ilegal tidak dapat masuk ke luar negeri. “Tahap pertama kami memberikan 15 juta euro dan lebih lanjut ke depannya jika agreement ini berjalan baik, kami akan memberikan lagi tambahan dana mencapai 40 juta euro,” tandasnya.
Ditempat yang sama, perwakilan Departemen Kehutanan Bambang S menyambut baik delegasi dari UK ini karena dapat mensupport kayu Indonesia agar dapat berkompetisi di tingkat internasional.
“Dalam pasar internasional, semua jenis kayu harus legal, untuk itu bantuan sertifikasi dari UK ini merupakan hal yang sangat penting, sehingga nantinya hanya kayu legal dan bersertifikasi dari Indonesia yang dapat diekspor,” jelasnya.(*)
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar