Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

27 April 2009

G-20, Langkah Nyata Lahirnya Era Baru Perekonomian Global

Pertemuan G-20, kumpulan negara maju dan berkembang, di London, Inggris, Kamis (2/4), menghasilkan sejumlah kesepakatan tentang langkah-langkah untuk pemulihan krisis global. “Sebuah tatanan dunia baru sudah tiba. Dengan tatanan baru tersebut, kita memasuki era baru kerja sama internasional,” ujar Perdana Menteri Inggris Gordon Brown.
Kantor berita Reuters bahkan menuliskan, “G-20 menandai berakhirnya kejayaan kapitalisme Anglo-Sakson.” Ini merujuk pada liberalisasi lepas yang didukung Inggris, Amerika sebagai pionir. Kapitalisme Anglo-Sakson mencuat ketika AS dipimpin almarhum Ronald Reagan dan Inggris dipimpin PM Margaret Thatcher pada dekade 1980-an.
Ungkapan-ungkapan tentang era baru bermunculan, mulai dari para analis, ekonom, hingga politisi. Ini didasarkan pada kesepakatan G-20 untuk memulai perundingan liberalisasi perdagangan dengan akses pasar lebih besar bagi negara berkembang.
G-20 juga sepakat memperketat peraturan sektor keuangan, hal yang selama ini ditentang Konsensus Washington. G-20 juga menyepakati alokasi dana lebih dari 1 triliun dollar AS untuk IMF. Kepala Riset Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan,
“Keputusan G-20 tentang penambahan dana IMF akan berguna bagi negara berkembang yang memerlukan bantuan pada saat krisis ini.”
G-20 juga berikrar untuk mengakhiri tax haven, pembatasan bonus bagi eksekutif perusahaan, dan kesepakatan soal langkah-langkah baru untuk membantu negara berkembang.
Kesepakatan itu mencuatkan istilah era baru yang mendekati histeria. Steven Schrage, ekonom dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Washington, turut berkomentar. “Ada kemajuan signifikan... G-8 terkenal dengan pernyataan-pernyataan yang bombastis tetapi tak bergigi,” katanya seraya menambahkan bahwa G-20 kali ini memang berbeda.
Eswar Prasad, ekonom dari Brookings Institution, Washington, mengatakan, selain kesepakatan, G-20 tampak kompak. Negara yang terlibat dan berperan bukan saja negara maju, tetapi juga China dan lainnya. “Ini jelas sebuah testamen bagi kekuatan persuasi pemerintahan Presiden Barack Obama,” kata Prasad.
Presiden Obama sendiri mengatakan, “Kami mengakhiri pertemuan yang sangat produktif dan akan menjadi titik balik dari ekonomi global. Dilihat dari ukuran apa pun, pertemuan London ini bersejarah karena besarannya dan cakupan tantangan yang kita hadapi serta bagaimana kita telah merespons tantangan tersebut.” Ia menambahkan kalimat, “Ini ada adalah sebuah era baru, soal tanggung jawab.”
Negara Asia anggota G-20, yang semakin mendominasi perekonomian global, juga memiliki peran lebih banyak menyelamatkan dan membentuk kembali sistem perekonomian global.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di pertemuan G-20, juga menyerukan pentingnya kebersamaan negara-negara di dunia. Presiden menyampaikan aspirasi negara berkembang bahwa negara berkembang bukan meminta belas kasihan dari negara maju. Masalahnya, kata Presiden, negara berkembang bisa melakukan hal yang sepatutnya dilakukan. Presiden meminta tanggung jawab negara maju menciptakan sistem keuangan yang kondusif bagi stabilitas ekonomi global dalam jangka panjang.

Stimulus Fiskal

Konferensi Tingkat Tinggi G-20 sepakat untuk meningkatkan stimulus fiskal menjadi US$5 triliun sampai dengan akhir 2010.
“Kami akan berusaha melakukan ekspansi fiskal dengan jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Angka ini akan menciptakan jutaan lapangan kerja,” tulis pernyataan resmi penutupan G-20 London Summit yang dikutip Bisnis dari situs resmi G-20, kemarin.
Skala stimulus fiskal yang dijanjikan, diharapkan dapat memulihkan ekonomi global, dan mampu meningkatkan total produksi negara-negara anggota sebesar 4% dari jumlah saat ini.
Para pemimpin dalam pertemuan itu juga mengakui bahwa langkah memperbaiki ekonomi tidak akan efektif jika pencairan pinjaman di dalam negeri dan arus modal internasional belum pulih.
Pertemuan G-20 di London, di luar dugaan, memberikan sinyal positif bagi bursa saham di Asia, seiring dengan tercapainya konsensus di antara para anggota.
Satu-satunya agenda penting yang masih menggantung dalam KTT adalah usulan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy ‘menekan’ negara-negara yang menjadi surga bagi pengemplang pajak.
G-20 hanya menjanjikan langkah lanjutan bagi praktik itu dan menggarisbawahi laporan Organisation for Economic Co-operation and Development tanpa menjabarkan lebih jauh.
Selain kebijakan fiskal, G-20 juga menyepakati perlunya ekspansi kebijakan moneter, termasuk menerapkan instrumen nonkonvensional.
G-20 juga berjanji mengimplementasikan reformasi paket kuota dan suara di IMF pada April 2008, dan meminta lembaga keuangan moneter itu merampungkan peninjauan kuota berikutnya pada Januari 2011.
Lebih jauh, pertemuan G-20 juga membahas pertumbuhan ekonomi, yang turun mencapai rekor terendah sejak 25 tahun terakhir, akibat penurunan permintaan global. Penurunan ini, diyakini dipicu oleh tekanan proteksionisme dan penarikan kredit perdagangan.(*)

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar