Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

27 April 2009

Pelabuhan Siap Melakukan Perubahan Tarif Jasa Pelabuhan Dalam Rupiah

PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III atau Pelindo III pada prinsipnya siap menjalankan keputusan pemerintah apabila mengubah transaksi mata uang dolar AS menjadi rupiah. Sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kalau sudah menjadi keputusan harus ditindak lanjuti, kemudian masalah terjadinya penurunan pendapatan pelabuhan itu bisa dikompensasi dengan pembayaran royalty kepada pemerintah besarannya juga harus di turunkan.
“Intinya, kami ikut pemerintah saja, kalau diubah ya kita ikuti. Yang penting ada pedomannya karena ada konsekwensi hukum apabila terjadi perubahan,” kata Direktur Operasi Pelabuhan III, Faris Asegaf seusai pelaksanaan Rapat Kerja (Raker) Pelabuhan III di Surabaya, belum lama ini.
Pedoman hukum, kata Faris, yang bisa mengubah semua kebijakan yang selama ini ada. Tanpa ada konsekwensi hukum perubahan tidak pernah terjadi, karena menyangkut tugas dan tanggung jawab sebagai perseroan BUMN.
Dikatakan Faris, bukan saja masalah perubahan transaksi mata uang jasa kepelabuhanan yang bisa dilaksanakan, masalah pengeprasan gudang di lini satu maupun pemindahan industri galangan kapal (dok) bisa saja dilaksanakan sepanjang pedoman hukumnya ada pasti dilakukan.
“Namun sepanjang kebijakannya hanya lesan atau himbauan, maka untuk melakukan perubahan akan sulit kita lakukan, karena konsekwensi hukumnya belum jelas,” ujar Faris.
Sementara, pengeprasan gudang di lini satu pelabuhan Tanjung Perak mudah untuk dilakukan karena hanya penghapusan aset pelabuhan saja dan tidak melibatkan pihak ketiga. Sedangkan, untuk industri galangan kapal seperti PT Dok dan perkapalan Surabaya, meskipun berada di lingkungan kerja Pelabuhan Tanjung Perak, sepanjang tidak ada konsekwensi hukumnya maka akan sulit dilakukan.
Selain itu, pemindahan PT Dok Surabaya tidak gampang harus dikaji beberapa aspek baik dari segi asas manfaat serta nilai tambah bagi perseroan harus benar-benar dilakukan.

Tarif CHC
Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mendukung konversi tarif jasa pelayanan peti kemas dalam bentuk terminal handling charge (THC) dan container handling charge (CHC) dari dolar AS menjadi rupiah.
“Kalau menginginkan tarif [THC dan CHC] dari dolar AS ke rupiah, itu bagus. Saya merekomendasikan transaksi dalam rupiah,” ujarnya.
Dia mengatakan hal itu menanggapi usulan pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) yang menginginkan tarif THC dan CHC diubah menjadi dalam bentuk rupiah.
Gafeksi menilai tarif dalam dolar AS bertentangan dengan semangat pengembangan usaha lokal yang selalu diusung pemerintah, karena memberatkan pengusaha lokal di tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing itu.
Namun, Jusman mengakui akan timbul keluhan dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) apabila penetapan tarif itu berubah.
“Pelindo akan keberatan apabila barang yang diekspor hanya dibebankan tarif dalam bentuk rupiah. Saya nanti akan melihat bagaimana keluhan dari Pelindo untuk barang keluar [ekspor],” tutur Menhub.
Jusman mengatakan meski mendukung tarif THC dan CHC dikonversi menjadi rupiah, kewenangan untuk mengubah kebijakan itu bukan berada di Departemen Perhubungan, melainkan Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.
Saat ini, pemerintah sudah menurunkan tarif THC di Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 5 persen menjadi 95 dolar AS untuk peti kemas isi ukuran 20 kaki, yang terdiri dari CHC 83 dolar AS dan biaya tambahan atau surcharge 12 dolar AS. Adapun, THC untuk peti kemas ukuran 40 kaki sebesar 145,5 dolar AS dengan perincian CHC 124,5 dolar AS dan surcharge 21 dolar AS.
Sekjen Gafeksi Arianti Sudiro mengatakan, hingga saat ini asosiasi pengusaha forwarder tersebut belum mengajukan proposal resmi mengenai permintaan perubahan tarif THC dan CHC ke dalam rupiah. Namun, dia menegaskan memang seharusnya transaksi di dalam negeri dilakukan dalam bentuk rupiah.

Terminal Nilam
Lebih lanjut, Faris Assegaf mengatakan, proses pengoperasian Terminal Nilam nantinya akan dilakukan Cabang Tanjung Perak. Sedangkan, untuk handling arus barang bisa dilakukan kerjasamanya dengan swasta atau perusahaan bongkar muat.
“Terminal Nilam nantinya akan dioperasikan sepenuhnya oleh Pelabuhan III Cabang Tanjung Perak. Kini proses pengoperasian sedang dipersiapkan baik menyangkut penyediaan alat serta infrastruktur lainnya, seperti lapangan penumpukan untuk petikemas,” ujarnya.
Dikatakan, pembangunan dermaga Nilam sebagai terminal multiguna (multipurpose) di Tanjung Perak itu dibangun dengan tujuan untuk peningkatan kapasitas terpasang dan kemampuan pelayanan pelabuhan, serta merevitalisasi dermaga konvensional menjadi moderen dengan tambahan fasilitas gantry crane.
“Proses modernisasi dermaga Nilam Timur itu disiapkan untuk mengantisipasi peningkatan perkembangan arus petikemas,” kata Faris.
Selain itu, dalam pengembangan sejumlah dermaga khususnya dermaga di Tanjung Perak dalam jangka waktu lima tahun kedepan.
Dermaga Nilam yang telah dikonversi menjadi dermaga multi purpose menjadi kenyataan dalam tahun ini. Anggaran Pelabuhan III, sekitar Rp 100 miliar tidak lain untuk menunjang kelancaran arus kapal dan barang. Terutama pelayaran kapal petikemas domestik.
Terminal multipurpose yang dikerjakan dua kontraktor PT Adhi Karya dan Modern JO kini sudah memasuki tahap shoft opening.
Pemantauan di lapangan, dermaga sepanjang 320 meter, telah dipasang vender warna hitam berjajar cukup rapi. Rel untuk empat Ganty Crane sudah terpasang diatas dermaga. Satu kapal keruk sedang beroperasi mengeruk kolam kedalaman minus sembilan meter. Pemasangan paving tinggal sedikit dibagian utaranya. Sebanyak 120 batang pohon didekat pagar yang melingkar mulai tumbuh.
“Dermaga Nilam memang skala prioritas untuk kapal petikemas. Tetapi tidak menutup kemungkinan dapat digunakan untuk kapal general kargo. Hanya bongkar muatannya secara truck clossing. Kami harapkan perusahaan pelayaran kapal petikemas dapat tambat di sini dengan pelayanan yang cepat dan nyaman,” jelasnya.
Faris mengemukakan, bahwa kapal-kapal petikemas domestik panjangnya antara 70 meter sampai 110 meter. “Jadi dermaga Nilam dapat ditambati sebanyak empat kapal sekaligus untuk melakukan kegiatan bongkar muat petikemas nusantara,” katanya.
Ditanya, apakah nantinya kapal petikemas ocean going dapat tambat di sini. Dia menjelaskan, bahwa kemungkinan itu ada. Tetapi perlu dipikirkan juga, untuk kapal petikemas ocean going harus ada pihak Bea dan Cukai untuk custome clearance. Karena menyangkut barang ekspor/impor, selain itu dermaganya harus melaksanakan ISPS Code. Persyaratan ini harus dipenuhi lebih dahulu.
“Bagi kami, tujuan dikonversi dermaga Nilam ini untuk menekan waiting bert time. Sekarang ini BOR (Berth Occupation Ratio) di pelabuhan Tanjung Perak sudah mencapai .rata-rata 75 persen. Ada juga yang lebih dari itu, misalnya di dermaga Jamrud Utara dan Berlian mencapai 80 persen. Padahal idealnya hanya 65 persen,” jelasnya.
Diakui, selama ini, kapal tunggu tambatan selama dua hari. Sedangkan kapal tunggu pandu tidak sampai dua jam. Padahal ke depan, tentu kunjungan kapal akan semakin banyak lagi. Penggunaan dermaga Nilam dapat ditambati kapal-kapal petikemas domestik oleh perusahaan pelayaran di sini. (*)

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar