Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

24 Januari 2009

Ancaman Produk Ekspor Udang RI


Johan: Tuduhan Transhipment Perlu Dibuktikan
Tuduhan Negara Amerika dan Uni Eropa terhadap dugaan transhipment (pemindahan barang impor antarkapal) dari negara yang memberlakukan dumping merupakan ancaman terhadap produk ekspor udang Indonesia. Selain itu, tuduhan yang belum ada pembuktian itu dinilai sangat berlebihan kekhawatiran dan kecurigaannya.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Cold Storage Indonesia (APCI), Johan Suryadharma kepada “Export News”, menanggapi tuduhan transhipment ekspor produk udang Indonesia ke Amerika Serikat yang dilakukan oleh PT CP Prima, Lampung, Sumatera Selatan, belum lama ini.
Setidaknya terjadi pada tujuh kontainer berisi udang beku milik PT CP Prima yang dikembalikan dari AS ke Terminal Peti Kemas PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang Bandar Lampung.
Dikatakan Johan, selain berlebihan kecurigaan tuduhan dumping terhadap ekspor produk udang yang dilakukan oleh kepabeanan AS, juga perlu diluruskan pengertian transhipment yang dilakukan pelaku eksportir dalam pengiriman barang ke luar negeri.
Transhipment menurut pengertiannya adalah pemindahan barang impor antar kapal yang biasa dilakukan di pelabuhan Singapura sebagai pelabuhan transit yang kemudian dilanjutkan dengan kapal-kapal yang lebih besar untuk didsitribusikan ke Negara tujuan.
Jadi, kata Johan, tuduhan transshipment tersebut perlu dibuktikan kebenarannya dengan melihat langsung kondisi di lapangan terhadap produk hasil pengolahan udang di Indonesia.
Pembuktian serta pengawasan dilapangan inilah yang diperlukan adanyan komunikasi yang efktif, jika perlu G to G, sehingga dapat mengembalikan citra serta tidak terkena ancaman dumping seperti yang dikenakan terhadap tujuh Negara sebelumnya yang kena dumping.
Diketahui, bahwa penelusuran awal, Badan Kepabeanan AS menduga produk udang beku CP Prima dialihkapalkan dari China. Kecurigaan itu karena peningkatan ekspor udang beku dari CP Prima secara signifikan.
Kecurigaan yang disampaikan itu perlu dibuktikan kondisi dilapangan, kata Johan, jika memang produk PT CP Prima dalam melakukan kegiatannya bisa memenuhi permintaan pasar, kenapa tidak!
Diakui, PT CP Prima mampu meningkatkan produksi udang mencapai dua kali lipat dari 50.000 metrik ton menjadi 100.000 metrik ton.

Ancaman Serius
Produk ekspor udang dari Indonesia terancam kena antidumping oleh Amerika Serikat. Pemerintah AS akan merevisi kebijakan antidumping akhir bulan ini, di tengah kecurigaan ekspor udang dari PT Central Proteinaprima Tbk tercampur produk impor dari negara yang menerapkan dumping. Kebijakan antidumping udang yang diterbitkan AS tanggal 31 Desember 2003 dan berakhir pada 31 Desember 2008.
Hingga kini, antidumping dikenakan kepada sejumlah eksportir udang dari enam negara, yakni Thailand, China, Vietnam, India, Brasil, dan Ekuador. Sanksinya, importir dikenai bea masuk antidumping sebesar 112,8 persen.
Lebih lanjut, Johan mengatakan, Pemberlakuan antidumping terhadap produk udang dari Indonesia dikhawatirkan menurunkan ekspor udang ke AS. Sebab, importir udang AS takut dikenai kewajiban membayar bea masuk antidumping.
”Dalam situasi ini, Pemerintah Indonesia harus tegas melakukan klarifikasi terhadap dugaan transhipment. Pemberlakuan antidumping berpotensi melemahkan pasar ekspor udang Indonesia ke AS,” katanya.
Sementara, untuk mengatasinya diperlukan adanya komunikasi yang fektif dan sangat mendukung untuk mendatangkan perwakilan dari negara tujuan ekspor udang melihat langsung kondisi lapangan hasil udang di Indonesia.
Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan, volume ekspor udang ke AS hingga November 2008 diperkirakan 79.000 ton. Dari jumlah itu, kontribusi ekspor udang dari CP Prima berkisar 26.700 ton atau 33 persen dari total ekspor ke AS.
Kebijakan antidumping oleh AS hanya diberikan kepada perusahaan yang terbukti melakukan praktik dumping. Dengan demikian, kebijakan itu tidak akan berimbas kepada seluruh eksportir udang.
Namun, sanksi antidumping berdampak pada kekhawatiran importir AS untuk membeli produk udang ekspor. Padahal, ekspor udang Indonesia ke AS mencapai 60 persen dari total pasar ekspor udang.
Tahun 2008, total ekspor udang diprediksi 175.000 ton, 80.000 ton di antaranya dipasok ke AS. Hal itu diharapkan tidak menyurutkan eksportir untuk membidik pasar AS dan mencari alternatif pasar lainnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Made Nurdjana mengemukakan, kenaikan ekspor udang dipicu oleh peningkatan produksi.
Produksi budidaya udang diperkirakan meningkat dari 350.000 ton tahun 2007 menjadi 410.000 ton pada tahun 2008. Namun, di tengah produksi nasional yang berlimpah itu, keran impor produk udang terus mengalir. Berdasarkan data Pusat Karantina, selama 2007, hingga pertengahan 2008, total impor udang 1,17 juta kilogram (kg).
Sejumlah 259.095 kg di antaranya dari China dan 133.138,8 kg dari India. ”Larangan terhadap impor udang beku perlu diterapkan guna melindungi produksi udang nasional dan menghindari praktik transhipment,” tutur Made.

Pengawasan Imnpor
Sementara, regulasi dan pengawasan impor udang untuk bahan baku industri pengolahan sangat lemah. Dengan demikian, produk ekspor udang Indonesia rawan tercampur produk impor dari negara-negara yang memberlakukan dumping. Oleh karena itu, pemerintah diminta menghapuskan impor udang.
Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Johanes Kitono mengatakan, kebijakan impor udang membuka peluang terjadinya praktik pemindahan barang impor antarkapal (transhipment), dari negara yang menerapkan dumping, melalui Indonesia.
”Pemerintah perlu menghentikan impor udang guna melindungi produksi udang dan menghindari risiko transhipment. Apalagi, produksi udang Indonesia terus meningkat,” kata Kitono.
Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Kelautan dan Perikanan, yang terbit Desember 2007, hanya melarang impor udang jenis vaname. Namun, larangan itu tidak diimbangi dengan pengawasan yang memadai.
Kepala Pusat Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan Agus Priyono mengakui, pengawasan belum optimal. Ini karena sebagian produk impor tidak berbentuk udang utuh, tetapi tanpa kepala dan ekor sehingga sulit dibedakan dengan udang vaname.
Menanggapi kejadian itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida menjelaskan, pihaknya telah meminta Badan Kepabeanan AS (US Customs) mengirimkan analisa kimia terhadap produk udang beku CP Prima yang diduga dialihkapalkan dari China.
Pengujian dilakukan terhadap sejumlah kontainer yang sampai saat ini masih ditahan Badan Kepabeanan AS. Kontainer ini dapat dilepaskan jika importir membayar bea masuk antidumping 112 persen.

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar