Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

24 Januari 2009

Kadin: PPnBM Bikin Produk RI Kalah


Untuk kawasan Asia, ujar Hidayat, pengenaan PPnBM hanya diterapkan di Vietnam dan Indonesia saja. Bahkan di Vietnam, tarif PPnBM maksimum hanya sebesar 50 persen. “Dan sebagaimana kita ketahui, di Vietnam peraturan pajaknya termasuk ketinggalan,” ungkapnya. Lebih lanjut, Hidayat mengatakan PPnBM juga menimbulkan cascading effect atau pajak di atas pajak. Misalnya, marmer atau wastafel sudah dikenakan PPnBM, hasil akhirnya berupa rumah atau apartemen juga dikenakan PPnBM. “Dengan demikian, atas barang yang telah dikenakan PPnBM akan dikenakan PPnBM kembali di tahap selanjutnya,” paparnya. Proteksi Pengusaha Kalangan pengusaha kini waswas. Tak adanya kepastian ekonomi global dan ancaman merosotnya permintaan ekspor jadi penyebabnya. Pemerintah diminta berpihak dengan memproteksi kepentingan nasional. Gejala penurunan ekspor yang tampak dari data yang dirilis BPS awal bulan lalu harus segera diantisipasi. Data BPS menunjukkan ekspor Indonesia pada Agustus 2008 mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dibanding Juli 2008 mencapai 12,50 miliar dolar AS. Ekspor nonmigas month to month Agustus 2008 juga turun 1,20 persen mencapai 9,56 miliar dolar AS. Fenomena ini membuat Kamar Dagang dan Industri merespons positif rencana pemerintah melakukan proteksi melalui sentralisasi pintu impor dan menutup pelabuhan-pelabuhan yang menjadi sarana penyelundupan. Kebijakan itu dinilai efektif mencegah masuknya produk ilegal. “Jika berjalan baik, itu bisa meningkatkan daya saing produk dalam negeri kita. Tentu saja, itu akan ikut mendongkrak investasi, “ ujar Rachmat Gobel. Rachmat yakin dengan cara itu industri manufaktur di Indonesia akan tumbuh baik karena tidak lagi bersaing dengan produk ilegal yang berharga murah. Dengan begitu, banyak investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Menurut Rachmat, dalam krisis keuangan global seperti sekarang ini, semua negara akan berusaha untuk memproteksi diri. Pasar dalam negeri menjadi penting untuk dijaga. Sebab akan terjadi potensi pengalihan barang ekspor dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia, termasuk Indonesia. “Kalau itu terjadi, impor Indonesia yang seharusnya turun justru semakin meningkat,” lanjutnya. Hal itu mulai terlihat saat ini. Banyak jenis produk, mulai dari makanan, elektronik hingga batik impor yang beredar di masyarakat. Menurut dia, dalam kondisi krisis global sekarang ini, negara manapun akan berusaha untuk membatasi impor semaksimal mungkin. “Indonesia masih mempunyai kekuatan jika pasar lokal dimanfaatkan. Karena itu harus dikelola dengan baik,” tegasnya. Rachmat justru menilai kondisi global yang terjadi saat ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki diri. Dengan menutup pelabuhan yang sering digunakan untuk memasukkan produk ilegal, pasar dalam negeri akan terjaga. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar