Industri tekstil Jawa Timur tetap bertahan di tengah badai krisis keuangan global.
“Meskipun ancaman PHK tengah membayangi pelaku industri tekstil untuk menghentikan produksi, kami optimistis industri ini bisa berproduksi seperti biasa,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jatim, Sherlina Kawilarang.
Keoptimisan itu karena sepengetahuan dia, masih ada sebagian perusahaan tekstil di Jatim yang mampu berproduksi selama 24 jam dan 7 hari seminggu.
“Untuk itu, ancaman PHK tidak bisa dijadikan tolak ukur industri tekstil Jatim akan gulung tikar,” katanya.
Menurut dia, ancaman itu bukan karena pengaruh krisis. Tapi akibat sejak awal berdiri, industri tersebut telah berkembang secara tidak sehat.
“Saya berharap, krisis bukan menjadi tameng bagi pelaku industri tekstil di Jatim untuk memberhentikan karyawan,” katanya menuturkan.
Lanjut dia, masih ada solusi bagi mereka untuk mempertahankan usahanya seperti, melakukan efisiensi jam kerja.
“Upaya efisiensi ini bisa dengan mengistirahatkan pekerja ketika mendekati beban puncak, setelah 24 jam berproduksi. Bahkan mereka bisa mengurangi jadwal pembagian kerja dari tiga ‘shift’ menjadi dua ‘shift’,” tambahnya.
Redaksi
“Meskipun ancaman PHK tengah membayangi pelaku industri tekstil untuk menghentikan produksi, kami optimistis industri ini bisa berproduksi seperti biasa,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jatim, Sherlina Kawilarang.
Keoptimisan itu karena sepengetahuan dia, masih ada sebagian perusahaan tekstil di Jatim yang mampu berproduksi selama 24 jam dan 7 hari seminggu.
“Untuk itu, ancaman PHK tidak bisa dijadikan tolak ukur industri tekstil Jatim akan gulung tikar,” katanya.
Menurut dia, ancaman itu bukan karena pengaruh krisis. Tapi akibat sejak awal berdiri, industri tersebut telah berkembang secara tidak sehat.
“Saya berharap, krisis bukan menjadi tameng bagi pelaku industri tekstil di Jatim untuk memberhentikan karyawan,” katanya menuturkan.
Lanjut dia, masih ada solusi bagi mereka untuk mempertahankan usahanya seperti, melakukan efisiensi jam kerja.
“Upaya efisiensi ini bisa dengan mengistirahatkan pekerja ketika mendekati beban puncak, setelah 24 jam berproduksi. Bahkan mereka bisa mengurangi jadwal pembagian kerja dari tiga ‘shift’ menjadi dua ‘shift’,” tambahnya.
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar