Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur didirikan pada tanggal 21 Pebruari 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 167/SK/XI/66. Tujuan Kami, Mengembangkan Perdagangan Internasional (Ekspor) , Menggiatkan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ) dan Industri, Optimalisasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia , Meningkatkan Pendapatan Devisa Ekspor Non Migas. Visi dan Misi Kami, Meningkatkan Sumber Daya Manusia , Memperluas Jaringan Pemasaran , Meningkatkan Daya Saing di Pasar Global , Meningkatkan Nilai Tambah Produk Ekspor

04 Januari 2009

Ekspor Khusus Hanya Dilayani Lima Pelabuhan


Krisis globar benar-benar membuat pemerintah Indonesia bekerja ekstra keras untuk mengatasinya dengan berbagai jurus pengeluaran kebijakan. Diantaranya, kebijakan pengetatan barang impor terutama garmen, elektronik, alas kaki, makanan dan minuman serta mainan anak-anak. Kebiajakn lain, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2007 sebagai perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus maka Direktorat Perhubungan Laut Departemen Perhubungan menetapkan lima pelabuhan pengendalian ekspor khusus di Indonesia, yaitu pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, Tanjung Mas di Semarang, Makassar, dan Belawan di Medan.

“Sesuai KM 55 bagi pelabuhan khusus yang tak berizin segera ditutup. Pelabuhan pengendalian ekspor khusus hanya ada lima pelabuhan,” ujar Direktur Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai Joni Algamar dalam evaluasi akhir tahun Ditjen Perhubungan Laut di Dephub.
Nantinya, lima pelabuhan khusus ini akan mengendalikan ekspor sejumlah komoditas, seperti barang-barang tekstil, mainan anak-anak serta makanan dan minuman. “Ekspor di luar itu (lima pelabuhan) adalah penyelundupan,” tutur Joni.

Impor Diperketat
Untuk menangkal barang-barang konsumsi selundupan, pemerintah memperketat impor barang, terutama garmen, elektronik, alas kaki, makanan dan minuman olahan, serta mainan anak-anak.
Penyebabnya, menurut, Ketua Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar sekaligus Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, kelima barang konsumsi itu paling rawan untuk diselundupkan. “Itulah sebabnya kita memperketat pengawasan terhadap barang-barang tersebut. Ini untuk melindungi produk lokal juga,” tukasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, garmen merupakan barang terbesar yang diselundupkan ke Indonesia. Nilainya mencapai 71 persen, menyusul alas kaki 50 persen.
Karenanya, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka, Anshari Bukhari pun akan menutup pelabuhan rakyat dari impor lima barang itu mulai pekan depan.
Nantinya kelima komoditas itu hanya dapat diterima dan bongkar-muat di pelabuhan yang ditentukan pemerintah, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), dan Tanjung Perak (Surabaya). Untuk pelabuhan udara, pintu masuk resmi barang impor hanya bisa melalui Soekarno-Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya), dan Hasanuddin (Makassar).
Permendag 44/2008 tentang ‘Ketentuan Impor Produk Tertentu’ justru untuk melindungi produk Indonesia dari membanjirnya produk impor serupa dan bukan merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Keluarnya Permendag itu justru untuk melindungi konsumen dan produsen serupa di dalam negeri. Jadi bukan merupakan bentuk proteksionis yang tidak berdasar karena memang WTO memperbolehkan setiap negara melakukan itu,” kata Mendag Mari E.
Menurutnya, dirinya sadar dan mengetahui bahwa keluarnya permendag itu menimbulkan pro dan kontra di dalam negeri, termasuk keberatan dari sejumlah kepala daerah dan bahkan anggota DPR.
“Memang, setiap kebijakan tidak ada yang bisa memuaskan semua pihak, saya sadari itu. Tapi permendag itu harus dikeluarkan dalam upaya melindungi konsumen dan produsen di dalam negeri,” katanya.
Menurutnya, pemerintah Indonesia segera mengirim surat pemberitahuan kepada WTO mengenai dikeluarkannya peraturan itu dan Indonesia tidak harus menunggu apakah WTO akan menyetujui atau tidak.
Dirjen Perdagangan Kerjasama Internasional Depdag, Gusmardi Bustami, mengatakan, setiap negara berhak dan sah mengeluarkan ketentuan seperti tersebut dan itu diatur dalam ketentuan berlaku.
“Pengiriman surat kepada WTO hanya bersifat pemberitahuan saja dan tidak perlu harus menunggu disetujui atau tidak, “ kata Gusmardi menambahkan.
Ia mengatakan, ketentuan impor produk tertentu tersebut hanya bersifat sementara sambil menunggu kesiapan di dalam negeri terhadap masuknya produk impor tersebut dan bukan merupakan pembatasan impor dari negara-negara tertentu, tapi berlaku untuk produk impor dari semua negara.
Pemerintah melalui Menteri Perdagangan Marie E. Pangestu pada 31 Oktober 2008 menerbitkan Permendag No.44/M-DAG/PER/10/20082008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Aturan itu dikeluarkan untuk melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya produk luar negeri, sehingga pemerintah membatasi lima produk impor padat karya, yakni barang-barang elektronik, alas kaki, mainan anak-anak, makanan dan minuman serta pakaian jadi.
Impor barang-barang yang dibatasi itu hanya boleh masuk melalui lima pelabuhan laut, yakni Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak dan Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar serta seluruh bandara internasional di tanah air.
Menurut Mari, importir yang bisa mengimpor produk tersebut harus sebagai importir terdaftar (IT) dan merupakan ketentuan menjelang kesiapan Indonesia mempersiapkan satu jendela.
“Permendag tersebut berlaku selama dua tahun atau hingga 2010 dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan revisi dengan melihat situasi yang terjadi mendatang,” katanya. (*)

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar